• November 24, 2024

Berani bersuara di Hari Non-Diskriminasi 2017

“Diskriminasi ditandai ketika seseorang diperlakukan tidak adil. Perlakuan seperti itu menyebabkan dia kehilangan haknya.”

JAKARTA, Indonesia – Semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah mendarah daging di benak masyarakat Indonesia. Motto ini digunakan untuk mempersatukan negara kepulauan ini. Dengan keberagaman suku, ras, agama dan golongan kita diharapkan tidak saling membeda-bedakan dan bersatu demi kebaikan bersama.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengajak masyarakat dunia untuk menghormati keberagaman dan tidak melakukan diskriminasi terhadap orang lain. Itu sebabnya UNAIDS (program PBB untuk gerakan global terkait HIV dan AIDS), setiap tanggal 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Non-Diskriminasi (Hari Nol Diskriminasi).

Hari Tanpa Diskriminasi didasari atas keprihatinan atas diskriminasi yang dialami penderita HIV dan AIDS.

“Diskriminasi terhadap pengidap HIV dan AIDS dilakukan oleh sejumlah masyarakat yang tidak paham, takut, dan belum paham dengan penularan HIV. “Hal ini membuat sejumlah penderita HIV dan AIDS merasa ditolak di masyarakat, dan kemudian menarik diri dari pengobatan,” Elis Widen, Penasihat Kemitraan UNAIDS Indonesia, kepada Rappler, Senin, 27 Februari.

Awalnya, UNAIDS diluncurkan Hari Nol Diskriminasi sebagai hari untuk menghapuskan diskriminasi terhadap penderita HIV dan AIDS. Namun seiring pergantian tahun, setiap tanggal 1 Maret diperingati tidak hanya untuk mengkampanyekan penghapusan diskriminasi terhadap penderita HIV dan AIDS, namun juga diskriminasi dalam bentuk apapun dan sebagai perayaan keberagaman.

Diskriminasi terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang diberikan perlakuan berbeda, pengecualian dan larangan terhadap suatu hal berdasarkan perbedaannya.

Perbedaan tersebut meliputi gender, etnis, kebangsaan, agama, disabilitas, orientasi seksual, kelas sosial, usia, status perkawinan/tanggung jawab keluarga dan kondisi/kategori lainnya.

“Diskriminasi ditandai ketika seseorang menerima perlakuan tidak adil. Perlakuan ini menyebabkan dia kehilangan haknya. Mereka yang didiskriminasi akan mencari pelarian dari masyarakat. “Mereka rentan terhadap hal-hal negatif,” kata Elis.

Ia mengatakan, diskriminasi dapat ditemukan di mana-mana. Kita semua bisa menjadi korban diskriminasi di tempat kerja, sekolah, rumah atau keluarga, dan di komunitas atau organisasi lain.

UNAIDS memandang pentingnya penghapusan diskriminasi terhadap semua kondisi atau kategori masyarakat, tidak hanya terhadap pengidap HIV dan AIDS. Semangat yang didorong adalah toleransi, kasih sayang, dan perdamaian di dunia.

Hari Nol Diskriminasi pertama kali diperingati pada tahun 2014 dengan tema “Bergabung dengan Transformasi”. Sejumlah publik figur ternama dunia pun turut memberikan dukungan resmi atas peringatan tersebut, mulai dari David Luiz (pemain sepak bola timnas Brasil), Michael Ballack (pemain sepak bola timnas Jerman), Titica (bintang pop dari Angola), Michelle Yeoh (aktris dan aktivis asal Tiongkok), Loyiso Bala (penyanyi R&B asal Afrika Selatan), Annie Lennox (penyanyi dan aktivis legendaris), hingga Toumani Diabaté (musisi internasional).

Tahun berikutnya, ambil tema tersebut “Buka, Jangkau”, Hari Non-diskriminasi dirayakan dengan berbagai kegiatan. Acara yang diadakan antara lain pameran foto di Tiongkok, pertunjukan tari di Gabon, konser di Madagaskar, dongeng di Mongolia, pemutaran film di Nepal, serta seminar dan workshop di 20 negara lainnya.

Tahun lalu, UNAIDS bermitra dengan Aliansi Tenaga Kesehatan Global Organisasi Kesehatan Dunia. Keduanya berkolaborasi membuat rencana terkait penghapusan diskriminasi akses terhadap kesehatan. Berdasarkan tema “Menonjol (tanpa diskriminasi)”kampanye melalui media sosial masih dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Hari non-diskriminasi yang kembali diperingati tahun ini mempunyai tema “Buatlah keributan (untuk tidak membeda-bedakan)”. UNAIDS percaya bahwa diskriminasi dapat menghalangi kita mencapai tujuan dan aspirasi kita. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan bersuara mengenai diskriminasi yang dialami dirinya sendiri dan orang di sekitarnya.

Selain itu, UNAIDS tetap fokus pada penghapusan diskriminasi dalam akses terhadap kesehatan. Data terakhir yang dikumpulkan dari 50 negara yang diperoleh UNAIDS menyebutkan bahwa 1 dari 8 pengidap HIV tidak diterima di fasilitas kesehatan negaranya.

UNAIDS Indonesia juga mendorong masyarakat untuk sadar dan berpartisipasi dalam peringatan Hari Nol Diskriminasi 2017.

“Melalui media sosial dan media massa, kami ingin memberikan edukasi yang lebih luas. “Kami ingin menyadarkan masyarakat untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi atas dasar apapun,” kata Elis.

“Stigma atau cara kita memandang seseorang bisa berubah menjadi perilaku (diskriminasi) yang menghambat produktivitas hidup orang lain,” ujarnya.

Seperti simbol kupu-kupu yang tertera pada logo Hari Nol Diskriminasi, kita diharapkan untuk bertransformasi. Kita bisa berubah menjadi masyarakat tanpa diskriminasi. Apakah kita siap untuk bertransformasi?

Mari kita tingkatkan kesadaran #ZeroDiskriminasi di lingkungan sekitar, juga melalui media sosial. Bagikan pengalaman dan harapan Anda dengan menggunakan hashtag #ZeroDiscrimination.

Anda juga dapat terhubung ke media sosial resmi UNAIDS Indonesia dan seluruh dunia di sini:

—Rappler.com

BACA JUGA:

uni togel