• November 27, 2024

Biarkan ‘manusia perahu’ saja, LBH menuding Pemprov DKI mengabaikan masyarakat miskin

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pemerintah cenderung mengabaikan, bahkan mengejek, para korban penggusuran

JAKARTA, Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut pemerintah DKI Jakarta tidak mengindahkan suara masyarakat miskin dalam pemukiman kembali warga Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari banyaknya warga yang menolak dipindahkan dan memilih tetap berada di perahunya.

Tepat satu minggu, ratusan “Manusia Perahu” hidup di atas air. Namun belum ada tindak lanjut dari Pemprov DKI terkait nasib mereka.

“Kami menilai Pemprov DKI melakukan pelanggaran HAM karena pemerintah harus menjamin relokasi korban penggusuran dan memperhatikan akses penghidupan,” kata Alldo Felix Januardy, kuasa hukum LBH Jakarta, dalam keterangan tertulisnya. diterima oleh Rappler pada hari Senin, 18 April.

LBH merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang mendampingi “Manusia Perahu”. Menurut LBH, salah satu alasan mereka menolak tinggal di apartemen yang disiapkan pemerintah DKI Jakarta adalah karena sulitnya transportasi menuju tempat kerja.

Roji, salah satu warga yang tinggal di kapal tersebut membenarkan hal tersebut. “Selain jaraknya, apartemen yang disediakan kurang sesuai. Seperti di Marunda, banyak fasilitas yang rusak, kata Roji.

Apalagi, dia hanya diberi satu unit apartemen, sedangkan anggota keluarganya ada 13 orang.

Pemerintah provinsi mengabaikan rakyat kecil

Menurut Alldo, keluhan seperti ini menunjukkan pemerintah tidak berkonsultasi dengan warga sebelum memutuskan relokasi. Ia juga meneliti 113 penggusuran di Jakarta dan menemukan 84 persennya tidak melibatkan warga dalam musyawarah.

Selain itu, pemerintah provinsi juga kerap menggunakan kekerasan yang melibatkan aparat tidak berwenang. Angkanya 57 persen. Salah satu contohnya adalah keterlibatan polisi dan TNI yang terkesan melanggar aturan dasar kedua lembaga tersebut.

“Pemerintah provinsi juga harus mematuhi hukum dengan memberikan kesempatan kepada warga untuk menguji kepemilikan tanahnya. “Tanah yang sudah ditempati lebih dari 20 tahun bisa diklaim kepemilikannya,” kata Alldo yang mengatakan hal itu terkodifikasi dalam Pasal 1963 KUHPerdata juncto Pasal 1967.

Menurut Aldo, penggusuran lahan secara sepihak padahal Pemprov hanya memiliki sertifikat hak pengelolaan, sama saja dengan melanggar hukum. Ia juga mengatakan, Pemprov tidak pernah menunjukkan surat keterangan hak mengemudi saat penggusuran.

Terlebih, Gubernur Ahok juga cenderung menganggap remeh warga yang menolak dimukimkan kembali. Media luas memberitakan bahwa ia menyebut manusia perahu sebagai ‘pramuka’ dan ‘pelaku sinetron’.

“Kami menyayangkan pernyataan tersebut dan mempertanyakan keberpihakan Pak Ahok, baik terhadap pengembang maupun masyarakat miskin,” kata Alldo.

Sebelumnya, Gubernur Ahok melakukan penggusuran sebanyak empat kali selama menjabat. Dua di antaranya adalah Kalijodo di Jakarta Barat dan Utara, serta Pasar Ikan di Jakarta Utara. Ke depan, masih ada beberapa wilayah lain yang akan digusur, khususnya di wilayah Jakarta Utara.

Persiapan infrastruktur

Menurut Alldo, Pemprov ke depan harus memastikan infrastruktur baru untuk pemukiman kembali warga sudah siap. Dengan begitu, warga bisa lebih tenang saat dipindahkan.

“Saya juga berharap Pemprov memperhatikan kondisi mereka setelah menempati apartemen tersebut dan tidak membiarkan mereka pergi, mengingat mereka baru saja kehilangan pekerjaan,” kata Aldo.

Mayoritas warga yang menjadi korban penggusuran adalah buruh dan nelayan kecil.-Rappler.com

BACA JUGA:

Keluaran HK