Bio Farma menegaskan, uji laboratorium membuktikan semua vaksinnya asli
- keren989
- 0
BANDUNG, Indonesia – Produsen vaksin terbesar di Indonesia PT Bio Farma membenarkan semuanya vaksin buatan pabrik adalah asli berdasarkan pengamatan fisik, kemasan dan hasil uji laboratorium.
“Saya tegaskan, vaksin produksi Bio Farma yang diduga palsu itu asli, bukan palsu. Yang palsu itu serum, kata Direktur Utama Bio Farma Iskandar saat jumpa pers di kantornya, Kota Bandung, Kamis, 30 Juni.
Perusahaan pelat merah ini memproduksi vaksin yang digunakan pemerintah untuk program imunisasi nasional, yaitu vaksin Pentabio (DPT-HB-Hib), DT, Td, TT, Hepatitis B, Campak, Polio dan BCG. Vaksin ini biasanya digunakan untuk mengimunisasi balita.
Sementara temuan serum palsu saat ini sedang ditangani Bareskrim Polri. Produk serum dan diagnostik palsu tersebut adalah BIOSAT (serum anti tetanus), BIOSAVE (serum anti bisa ular) dan Tuberculin PPD. Berbeda dengan vaksin yang berfungsi mencegah penyakit, serum digunakan untuk mengobati orang yang sudah pernah menderita suatu penyakit.
“Bareskrim menangani pemalsuan serum, terus berlanjut. “Kami akan serahkan ke Bareskrim untuk dipetakan sebaran dan kasusnya,” kata Iskandar.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Bio Farma Mahendra Suhardono mengatakan, pemalsuan terjadi pada vaksin impor yang harganya mahal. Sementara harga vaksin yang diproduksi Bio Farma sangat terjangkau oleh masyarakat.
“Vaksin palsu adalah vaksin yang mahal. Bio Farma memiliki harga yang terjangkau dan stok yang mencukupi. Vaksin Bio Farma murah karena kami memproduksinya secara massal. Kami adalah perusahaan milik negara, kami memiliki misi sosial. “Mengapa vaksin Bio Farma palsu? Harganya murah,” ujarnya
“Hanya vaksin impor yang palsu. Namun bukan berarti semua vaksin impor palsu. Jangan salah.”
Diberitakan sebelumnya, pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina membuat vaksin palsu untuk balita, seperti campak dan hepatitis B.
Mahendra menegaskan, vaksin palsu sangat sulit dipalsukan karena dibuat dengan teknologi yang canggih. Ia mencontohkan pembuatan vaksin campak yang harus dilakukan di ruangan tanpa oksigen. Jika terkena udara, vaksin campak akan berubah bentuk.
“Vaksin campak yang asli dikeringkan dengan cara dibekukan, jika ada udara akan menyerap udara dan meleleh,” jelasnya.
Vaksin hepatitis B juga sulit dipalsukan. Mahendra mengatakan, vaksin hepatitis B dikemas dalam satu paket bernama uniject. Kemasan ini tidak dapat diisi ulang karena sifatnya penghancuran otomatis atau ia akan menghancurkan dirinya sendiri.
“Satu-satunya Bio Farma yang membuat, tidak ada (perusahaan lain-red) yang bisa,” tegasnya.
Itu berakhir di botol bekas
Menurut Mahendata, maraknya kasus pemalsuan vaksin disebabkan buruknya pengelolaan limbah botol vaksin bekas sehingga bisa diisi ulang dengan vaksin palsu.
“(Vaksin palsu ini) berasal dari botol bekas, botol bekas itu harus dimusnahkan,” ujarnya.
Iskandar mengatakan, langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah kembali beredarnya vaksin palsu adalah setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan pusat imunisasi, baik pemerintah maupun swasta, harus memiliki prosedur dan fasilitas pengelolaan dan pengendalian limbah vaksin atau wadah vaksin bekas atau vaksin kadaluarsa.
Terkait limbah atau limbah vaksin, kata Iskandar, Bio Farma melakukan pengelolaan limbah sesuai standar operasional prosedur (SOP). Namun, ia mengaku kesulitan dalam mengendalikan pengelolaan sampah hingga ke puskesmas.
“Kalau di Puskesmas sulit dikendalikan. Kita susah kontrol detailnya, Bio Farma tidak sampai disitu. “Itu sebenarnya tanggung jawab pemerintah,” jelasnya.
Langkah lain yang diharapkan adalah melalui pengemasan vaksin. Iskandar menjelaskan, pihaknya telah melakukan beberapa upaya untuk mengemas vaksin tersebut uniject sesuai arahan WHO. Namun hanya sedikit jenis vaksin yang menggunakan kemasan ini karena harganya yang mahal.
“Tetapi desain ini tidak terlalu populer dan mahal. Hanya sedikit vaksin yang telah dirancang uniject“Bio Farma belum bisa menjangkau semua vaksin,” kata Iskandar.
Selain itu, pada kemasan vaksin Bio Farma terdapat VVM (Vaccine Vial Monitor). Jika terjadi perubahan suhu maka VVM akan berubah warna dari putih menjadi hitam, sesuai dengan suhu di sekitar vaksin. Alat indikator suhu ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi vaksin palsu dan asli. VVM ini hanya diproduksi oleh satu perusahaan di Amerika.
“Jadi ceknya hanya dipanaskan, kalau warnanya tetap putih tidak berubah berarti palsu,” jelas Iskandar.
Bio Farma juga mendistribusikan informasi mengenai vaksin asli kepada tenaga kesehatan, rumah sakit, dan klinik. Namun, Iskandar tidak yakin informasi tersebut sampai ke tingkat bawah.
“Memang masyarakat tidak akan mengetahui apakah vaksin yang digunakan itu asli atau palsu. Kami sebenarnya berharap juru imunisasi mengetahui tentang produk tersebut. “Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan para profesional di bidang kesehatan, rumah sakit, dan klinik, namun apakah pesan ini sampai ke akar-akarnya, sepertinya masih perlu perbaikan lebih lanjut,” ujarnya.
Cara paling efektif untuk mencegah vaksin palsu, kata Mahendra, adalah dengan melakukan pencegahan, yakni membeli dari distributor resmi. Apalagi sudah beredar di pasaran, konsumen dan tenaga kesehatan bisa memperhatikan bentuk fisik dan kemasannya.
“Lihat nomor Betsnya, yang produksi asli ada nomor Betsnya, nomor palsu biasanya ada keanehan pada nomor Betsnya dan sudah habis masa berlakunya,” kata Mahendra.
Produksi Bio Farma biasanya memiliki masa kadaluwarsa selama dua tahun. Sedangkan anak palsu biasanya diubah hingga berusia lebih dari dua tahun. Jika melihat keanehan tersebut, Mahendra menghimbau untuk melaporkannya ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM melalui telepon Halo BPOM1500533.
“Kalau dilihat dari kemasan dan nomor batchnya sulit membedakan yang asli dan palsu, satu-satunya cara adalah dengan memeriksa laboratorium. “Tidak mudah membedakan vaksin asli dan palsu,” ujarnya. – Rappler.com
BACA JUGA: