• October 7, 2024

Bisakah Indonesia Rekonsiliasi Iran dan Arab Saudi?

Indonesia dinilai tidak memiliki pengaruh kuat di Timur Tengah. Namun jika Iran dan Saudi berhasil bernegosiasi maka kredibilitas Indonesia akan meningkat.

JAKARTA, Indonesia – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akhirnya berangkat kemarin sore menuju Teheran, Iran untuk menjalankan misi, yakni mencoba menengahi konflik dua negara besar di kawasan Timur Tengah. Kepastian jadwal keberangkatan Retno ke Timur Tengah terungkap setelah surat yang ditulis Presiden Joko “Jokowi” Widodo selesai dibuat pada Selasa 12 Januari.

Langkah ini merupakan tindak lanjut pernyataan Jokowi yang menyebutkan akan mengirim utusan khusus ke Iran dan Arab Saudi. Menurut Jokowi, pengiriman utusan khusus menunjukkan keseriusan Indonesia dalam niatnya menjadi mediasi kedua negara.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak menyebut secara gamblang penugasan Retno ke Timur Tengah sebagai mediator. Begitu pula dengan Retno. Ditanya berkali-kali, mantan duta besar Indonesia untuk Belanda itu menjawab, berniat berangkat ke Timur Tengah untuk membantu.

“Kami hanya membantu, itu istilah saya,” kata Retno yang ditemui di Taman Ismail Marzuki akhir pekan lalu.

Retno juga menjelaskan, negara mana pun yang dikunjungi pertama kali tidak mencerminkan keberpihakan Indonesia terhadap negara tersebut. Ini hanya masalah waktu.

“Semuanya terkait dengan waktu penerimaannya oleh raja Saudi atau presiden Iran. Sekali lagi, Indonesia adalah negara netral dan kita bersahabat dengan kedua negara tersebut. “Siapa pun yang akan kami kunjungi, sesuai waktu dan tanpa pretensi apa pun,” kata Retno sebelum berangkat ke Timur Tengah pada Selasa, 12 Januari, di kantor Kementerian Luar Negeri.

Sebagai utusan khusus, Retno mempunyai dua tugas. Pertama, menyampaikan surat yang ditulis Jokowi kepada Presiden Iran dan Raja Saudi, dan kedua, berkomunikasi dengan menteri luar negeri kedua negara agar bersedia berdialog.

Indonesia tidak mempunyai pengaruh di Timur Tengah

Namun kini yang menjadi pertanyaan adalah apakah kedua negara siap untuk duduk bersama dan meredam ketegangan?

Menurut dosen Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Mohammad Riza Widyarsa, kedua negara tidak akan duduk bersama dalam waktu dekat. Dari pengamatannya, ketegangan antara Iran dan Arab Saudi belum mereda.

“Bahkan kini negara-negara yang tergabung dalam Liga Negara Arab ikut menyudutkan Iran. Belum lagi Saudi resmi memutus jalur penerbangan ke Iran, kata Riza saat dihubungi Rappler, Jumat, 8 Januari.

Riza menjelaskan, situasi ini cukup serius karena biasanya negara-negara yang memutuskan hubungan diplomatik tidak akan mengurangi hubungan di bidang ekonomi.

Ia mengatakan, jika Indonesia ingin menjadi mediator, maka Retno harus memberikan alasan yang tepat bagi kedua negara untuk berdamai. Bila perlu, jelas Riza, Indonesia bisa menjalin kerja sama dengan negara lain yang juga mempunyai pengaruh terhadap kedua negara tersebut.

“Indonesia bisa mengajak Amerika Serikat dan Rusia untuk melakukan konsolidasi. Sebab negosiasi seperti ini tidak bisa dilakukan sendirian. “Pemerintah juga bisa mengundang negara lain yang dinilai memiliki hubungan baik dengan kedua negara, seperti Prancis,” jelas Riza.

Riza menjelaskan, Prancis memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan Iran. Prancis membeli minyak dari Iran, namun di sisi lain mereka juga bergabung dengan koalisi militer bentukan Saudi untuk menyerang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Meski begitu, Riza belum terlalu yakin Indonesia bisa mengajak Iran dan Saudi untuk duduk bersama. Pasalnya, Indonesia tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat di Timur Tengah, meski memiliki populasi Muslim terbesar di dunia.

“Indonesia tidak memiliki investasi besar di Timur Tengah yang bisa dijadikan daya tawar,” kata pria yang juga bekerja di Purusha Research Cooperative ini.

Meski demikian, Riza juga tidak menutup kemungkinan Indonesia bisa sukses meski tantangan yang dihadapi tidak mudah.

Tanpa beban

Misi yang diemban Retno sebagai utusan khusus Presiden tidaklah mudah. Namun menurut Riza, tidak ada salahnya Indonesia mencoba. Sebab jika berhasil justru bisa meningkatkan kredibilitas Indonesia di kawasan Timur Tengah.

“Jika Indonesia ingin terlihat sebagai negara Muslim terbesar di dunia, maka inilah saatnya menunjukkan solidaritas. Ketika ada dua negara Islam yang sedang berperang, kita wajib berdamai. Belum lagi jika berhasil maka pengaruh Indonesia akan semakin meningkat. Namun, meskipun gagal, tidak ada ruginya,” jelas Riza.

Pendapat senada juga diungkapkan Pengamat Timur Tengah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hamdan Basyar. Menurutnya, dari sudut pandang politik, jika Indonesia tidak memanfaatkan peluang menjadi mediator maka akan sia-sia.

“Baik Iran maupun Arab Saudi memiliki hubungan baik dengan Indonesia. Indonesia bisa berperan dengan mengadakan pertemuan yang lebih konkrit untuk memulihkan hubungan diplomatik, kata Hamdan saat dihubungi Rappler, Senin, 12 Januari.

Hamdan mengaku tidak khawatir ketegangan kedua negara bisa berujung perang. Pasalnya, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir sudah menegaskan tidak akan melancarkan perang terbuka dengan Iran.

Di sisi lain, Hamdan khawatir ketegangan kedua negara bisa meluas ke wilayah lain jika tidak segera didamaikan. Iran dan Arab Saudi sama-sama merupakan produsen minyak besar dengan cadangan ratusan miliar barel.

“Jika ketegangan ini tidak segera berakhir, hal ini dapat menimbulkan spekulasi harga minyak. Oleh karena itu, Indonesia harus menyebarkan pesan pengendalian diri dalam konteks solidaritas Islam, ujarnya. – Rappler.com

BACA JUGA:

Sdy pools