Bosbrande tinggal 600 meter dari kawasan konservasi orangutan
- keren989
- 0
PALANGKARAYA, Indonesia—Tiga hari lalu, udara di Nyaru Menteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah dipenuhi asap tebal. “Tiga atau empat hari lalu cuaca gelap gulita, bahkan langit pun kuning. Pengap,” Monterado Fritman, 44, seorang penjaga orangutan, mengatakan kepada Rappler pada 27 Oktober 2015.
Saat malam tiba, asap tebal turun. Jarak pandang hanya 1-2 meter. Ratusan orangutan, terutama yang berusia 1-4 tahun, menjerit-jerit. “Mereka stres, menangis karena mata sakit dan hidung berair, juga batuk-batuk,” kata Monterado.
Petugas langsung menenangkan orangutan tersebut. Mereka yang masih bayi langsung ditempatkan di ruangan khusus. “Ada 16 bayi orangutan yang kami istirahatkan untuk berolahraga di luar. “Jadi mereka dirawat dan dirawat di dalam ruangan,” ujarnya. Setelah dilakukan pemeriksaan, 6 dari 16 bayi tersebut positif menderita ISPA. Saat ini, bayi-bayi tersebut sedang menjalani terapi tim medis.
Untuk orangutan dewasa sebagian besar berpenampilan bagus. Tapi tunggu sampai setelah 3 bulan, biasanya sudah ada gejalanya, ujarnya.
Bukan hanya orangutan yang menjadi perhatian tim konservasi, sahabatnya juga terancam ISPA. “Mereka pakai masker sementara, sakit juga,” ujarnya.
Mempersiapkan evakuasi
Sementara itu, meski sudah dua hari di Palangkaraya diguyur hujan, Monterado mengaku belum tenang. Ia memikirkan skenario lain untuk keluarga orangutan di Nyaru Menteng.
“Kami berdiskusi bahwa kami akan mengevakuasi semua orangutan. “Tetapi kami tidak tahu ke mana harus mengungsi,” katanya.
Dalam kondisi apa keputusan evakuasi diambil? “Kalau zonanya sudah merah,” ucapnya. Zona merah berarti kebakaran hutan mengancam kawasan konservasi dari jarak 300 meter.
“Kalau merah, tim pemadam kebakaran mundur, kita mundur, sulit mengevakuasi orangutan,” ujarnya. Kemarin, kata Monterado, kebakaran masih tergolong zona kuning karena masih berjarak 600 meter dari kawasan konservasi.
Tapi apakah tim siap untuk mengungsi? “Kami baru saja mendiskusikannya.”
Belum lagi memikirkan kendaraan untuk mengangkut orangutan tersebut. Konservasi mempunyai kendaraan pengangkut, namun jumlahnya terbatas. Tim juga harus memikirkan proses evakuasi yang memakan waktu karena harus membius orangutan satu per satu.
Lalu kemana mereka akan dievakuasi? “Entahlah. Tapi kalau kita, orangutan ini kita serahkan saja kembali ke pemerintah. Kita bawa ke kantor gubernur, kita lepaskan. Atau kita bawa kembali ke kantor gubernur.” perkebunan kelapa sawit, tempat pertama kali kami ambil, ” ujarnya.
Tim mengakui mereka terjebak saat ini. “Karena pemerintah tidak ada kontribusinya untuk membantu, jadi lambat,” ujarnya. Monterado kemudian berharap ada perhatian lebih dari pemerintah terhadap komunitas orangutan yang merupakan aset negara ini.
“Kami ingin perhatian lebih dari pemerintah, dan ingat bahwa orangutan ini milik negara, bukan milik kami. Kami hanya membantu saja,” ujarnya.
“Yang paling penting saat ini adalah penegakan hukum (untuk lahan gambut). Jangan diam saja. Pemerintah harus bertindak cepat!” dia berkata.
Ladang kelapa sawit di sekitarnya terbakar
Dari mana asal asap dan kebakaran hutan? Monterado menunjuk ke suatu tempat. Tepatnya di kawasan Tangkiling. Menurut Monterado, lokasi kebakaran lahan gambut seluas 25 hektare hanya berjarak 600-800 meter dari sekolah hutan. Dapat dicapai dengan mobil dalam waktu 10 menit dari kawasan konservasi. “Tempat itu pertama kali kami ketahui terbakar pada 4 Oktober,” ujarnya.
Konservasi juga mengerahkan tim pemadam kebakaran untuk memadamkan api yang dengan cepat merambat ke sekolah hutan. Api berhasil dipadamkan pada pagi harinya. Namun pada sore hari tanggal 5 Oktober, api kembali menyala.
Monteradi geram karena menduga lahan tersebut kembali dibakar oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tapi itu bukanlah puncak apinya. Kebakaran terbesar terjadi pada 8 Oktober. Tim konservasi pun panik, mereka langsung menghubungi petugas pemadam kebakaran se-Kota Palangkaraya. Termasuk tim dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana daerah dan pusat.
TNI dan Polri pun turut terjun ke lapangan. Tujuan mereka hanya satu, memadamkan api, sehingga 470 orangutan tersebut selamat dari kobaran api yang semakin ganas di lahan gambut.
“Kami memadamkan api sepanjang malam,” katanya.
Ketika tim berhasil memadamkannya, lahan tersebut kemudian ditanami kelapa sawit baru. Tunas palem baru bukanlah kabar gembira bagi Monterado.
“Saat Deputi BNPB minta diantar ke lokasi (Tangkiling), kami sangat terkejut, ternyata sudah ada tanaman kelapa sawit yang ditanam di sana. “Hanya seminggu kemudian,” katanya.
.
“Nah, itu yang menguatkan kita, indikasinya bukan terbakar, tapi terbakar,” ujarnya.
Karena itulah dia berani mengajukan diri untuk diwawancarai polisi sebagai saksi. “Sebagai humas, saya kemarin dipanggil Polsek Palangkaraya untuk memberikan keterangan, dan saya memberikan keterangan yang disertai bukti,” ujarnya. —Rappler.com
BACA JUGA: