• November 26, 2024

Contras meminta Polri mengusut kematian terduga teroris Siyono

Hingga saat ini, Polri belum melakukan visum atau otopsi untuk membuktikan penyebab kematian korban.

JAKARTA, Indonesia—Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Polri mengusut kematian Siyono, terduga teroris asal Klaten, yang dikabarkan tewas usai diinterogasi Seksi Khusus 88. agar mengusut tuntas.

“Kami menduga korban meninggal akibat penganiayaan saat diinterogasi Polri,” kata Koordinator KontraS Haris Azhar, Rabu, 16 Maret.

Menurut Haris, jika memang terjadi penyiksaan, maka dipastikan ada pelanggaran prosedur pidana, etik, penyidikan, dan keamanan yang dilakukan anggota Polri dalam penanganan kasus dugaan teroris.

Oleh karena itu, tentunya harus ada tindakan terhadap anggota Polri yang melanggar dan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur dan tindakan anggota Densus 88 dalam melakukan operasi kontraterorisme, ujarnya.

Selain itu, tindakan Densus 88 yang melakukan penggeledahan di rumah korban yang merupakan taman kanak-kanak saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung juga tidak tepat.

Tindakan tersebut dapat menimbulkan trauma pada anak-anak yang takut melihat anggota Densus 88 bersenjatakan senjata laras panjang yang tiba-tiba datang melakukan pencarian.

Sedangkan pasal 11 ayat (1) huruf b Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa “Setiap pejabat/anggota TNI Polisi dilarang melakukan: penyiksaan terhadap tahanan atau orang yang diduga terlibat kejahatan”.

Selain itu, pasal 7 ayat (2) huruf c Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Setiap anggota Polri yang kedudukannya merupakan atasan wajib: segera menyelesaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh bawahannya.”

Terkait tindakan pengawalan, anggota Polri juga diduga melanggar Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pembinaan dan Keamanan (Kababinkam) Polri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengawalan. Pengawalan orang/tahanan dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang anggota Polri atau disesuaikan dengan jumlah tahanan yang dikawal.”

Menurut Haris, buruknya persiapan penggeledahan yang dilakukan Densus 88 menimbulkan ketakutan di kalangan anak-anak dan menunjukkan Densus 88 tidak proporsional dalam penerapan Pasal 8 ayat (1) dan (2) huruf c Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun Tahun 2011 tentang tata cara penuntutan terhadap tersangka tindak pidana terorisme. laporan:

“Pelaksanaan tindakan teknis dan taktis terhadap tersangka tindak pidana terorisme disesuaikan dengan medan atau kondisi lingkungan yang dihadapi, antara lain: tempat keramaian atau pusat umum (pasar, tempat ibadah, sekolah, acara/acara tertentu, bandar udara, laut). pelabuhan, pelabuhan darat)”.

Berdasarkan fakta dan ketentuan di atas, KontraS meminta Kapolri untuk:

Pertamamemerintahkan jajarannya mengusut dugaan penyiksaan yang dialami Siyono dan menindak anggota Polri yang melakukannya.

Keduamemerintahkan jajarannya untuk melakukan visum dan otopsi terhadap jenazah Siyono untuk memastikan penyebab kematiannya secara pasti.

Ketigamengevaluasi kewenangan dan tindakan operasional Densus 88 untuk mencegah hal serupa terjadi.

Keempatmenyampaikan informasi perkembangan penyidikan kasus dugaan penyiksaan tersebut kepada keluarga korban.

sebelumnya, Siyono, terduga teroris yang ditangkap Seksi 88 Khusus Penanggulangan Terorisme (Densus 88) di Desa Pogung, Cawas, Klaten, diyakini tewas dalam pemeriksaan.

Informasi yang diterima The Islamic Study and Action Center (ISAC), Sabtu sore, polisi mendatangi rumah Siyono dan melaporkan terduga teroris tersebut meninggal dunia di Polda DIY dan jenazahnya dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Timur. Jakarta.

Densus 88 menangkap korban di dekat kediamannya pada hari Selasa, 8 Maret.

Selanjutnya, pada Kamis, 10 Maret, Densus 88 menggeledah rumah korban yang juga merupakan TK Amanah Ummah di Desa Pogung, Klaten, Jawa Tengah.

Operasi pencarian tersebut menghentikan kegiatan belajar mengajar dan membuat anak-anak ketakutan.

Kemudian pada Jumat, 11 Maret, Siyono dilaporkan meninggal dunia dan keluarga korban diundang untuk merawat jenazahnya.

Humas Polri membenarkan hal tersebut. Menurut polisi, korban diduga kasus teroris dan meninggal dunia setelah berusaha melawan petugas polisi yang mengawalnya.

Karena hanya ada satu anggota Polisi yang menjaganya, anggota tersebut terpaksa menggunakan kekerasan untuk menghentikan korban melarikan diri. Hal ini menyebabkan korban tercekik dan meninggal.

Namun Polri belum melakukan visum atau otopsi untuk membuktikan penyebab kematian korban hingga berita ini diturunkan. —Rappler.com

BACA JUGA

Data Hongkong