• November 23, 2024
Dari 60.000 lebih narapidana narkoba di penjara, hanya 15.000 yang merupakan pengguna

Dari 60.000 lebih narapidana narkoba di penjara, hanya 15.000 yang merupakan pengguna

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Hal ini mencerminkan jaringan narkoba di Indonesia sangat besar.

JAKARTA, Indonesia – Hampir 70 persen dari jumlah narapidana narkoba yang dipenjara di berbagai lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah pengedar dan pengedar, dan hanya sebagian kecil yang merupakan pengguna, kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan I Wayan K. Dusak, Jumat, 26 Februari .

“Bdia bekerja Jumlah narapidana pengguna narkoba lebih banyak dibandingkan pengedar atau pengedar, namun di Indonesia justru sebaliknya. “Ini mencerminkan jaringan narkoba di negara ini sangat besar,” kata Wayan kepada Rappler.

Menurut Wayan, saat ini terdapat lebih dari 60.000 narapidana narkoba yang mendekam di berbagai lembaga pemasyarakatan, dan 15.000 di antaranya merupakan pengguna narkoba.

Wayan juga mengatakan, lebih dari 100 narapidana narkoba merupakan warga negara asing.

Pada hari Rabu, 24 Februari, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan pembentukan gugus tugas gabungan pemberantasan narkoba yang dipimpin oleh Badan Narkotika Nasional (NNA).

Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso mengatakan pada November 2015 jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 5,9 juta orang.

Sepanjang tahun 2015, kepolisian menyita 23,2 ton ganja, 1.072.328 butir ekstasi, dan 2,3 ton sabu, menurut Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Situ tidak termasuk heroin, ganja dan kokain dan tidak termasuk yang disita BNN.

Pada tahun 2015 juga, polisi menangkap 50.178 tersangka dalam 40.253 kasus. Sedangkan kasus yang ditangani BNN mencapai 665.

Wayan mengatakan, jumlah narapidana narkoba hampir 45 persen dari total narapidana yang menjalani hukuman di berbagai wilayah Indonesia.

Menurut Wayan, kondisi ini menjadi beban bagi mereka karena mayoritas pegawai lapas tidak terlatih dalam menangani masalah narkoba, korupsi, atau terorisme.

“Hanya sekitar 1.000 orang dari 32.000 pegawai Lapas di seluruh Indonesia yang merupakan lulusan Akademi Ilmu Pemasyarakatan, selebihnya lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) atau memiliki gelar dari jurusan lain,” kata Wayan.

“Tetapi 1.000 orang saja tidak dilatih untuk menangani penjahat narkoba atau korupsi atau terorisme, hanya kasus pidana umum,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Rehabilitasi BNN Diah Hutami mengatakan keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia menghambat program rehabilitasi narapidana narkoba.

“Tahun ini BNN sendiri hanya menganggarkan untuk rehabilitasi 4.400 orang. “Tahun lalu kami menganggarkan 7.000 orang, tapi hanya sekitar 3.700 yang mengikuti program rehabilitasi,” kata Diah kepada Rappler.

Selain BNN, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial juga memiliki program rehabilitasi bagi pelaku narkoba.

Diah mengatakan, program rehabilitasi biasanya dilaksanakan enam bulan sebelum terpidana dijadwalkan keluar dari penjara. Dan tidak wajib, hanya mereka yang memenuhi syarat dan ingin mengikuti program tersebut.

“Kami melakukan evaluasi dan penilaian terhadap narapidana yang akan segera dibebaskan dari penjara. Kriterianya banyak, termasuk sales windownya,” kata Diah. Rappler.com

BACA JUGA: