• November 26, 2024
Diskriminasi terhadap kelompok minoritas tidak akan berakhir di Yogyakarta

Diskriminasi terhadap kelompok minoritas tidak akan berakhir di Yogyakarta

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

‘Hasil putusan MA menyatakan instruksi Wagub masih berlaku’

JAKARTA, Indonesia – Swarga Bantul, Eni Kusumawati, mengadu ke Ombudsman Yogyakarta karena tidak bisa menunjukkan sertifikat hak milik atas dua bidang tanah hanya karena ia beretnis Tionghoa.

“Nyonya. Eni membeli dua bidang tanah, namun BPN Bantul tidak mau mengurusi proses SHM di Ny. Namanya Eni,” kata Dahlena, Asisten Ombudsman Yogyakarta, Kamis, 14 April.

Ombudsman Yogyakarta mencoba mengungkap kasus ini dengan memanggil dirinya Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Yogyakarta, BPN Bantul, dan Pemda DIY pada Kamis, 14 April. Sayangnya, hanya Pemda DIY yang menanggapi panggilan tersebut, diwakili oleh Kepala Biro Hukum Pemda DIY.

Surat itu diterbitkan Paku Alam VIII pada tahun 1975, ditugaskan bupati dan walikota untuk tidak memberikan akta kepemilikan tanah kepada warga non-pribumi.

Menurut Dahlena, surat instruksi tersebut menjadi dasar dan pedoman BPN Bantul untuk menolak permohonan SHM Eni.

“Intinya kami ingin memberikan kejelasan atas keluhan warga. “Dari penjelasan Biro Hukum pemerintah daerah, ada surat instruksi Wakil Gubernur tahun 1975 yang menyatakan bahwa warga non-pribumi tidak boleh memiliki tanah,” kata Dahlena.

Arahan tersebut, kata Dahlena, sudah sempat digugat di MA, namun ditolak karena surat instruksi Kepala Daerah bukan merupakan hierarki produk peraturan perundang-undangan. Ombudsman, kata Dahlena, masih mengkaji apakah BPN harus mematuhi instruksi wakil gubernur atau tidak.

“Masih kami dalami, karena posisi Ombudsman di aspek pelayanan. “Apakah arahan ini juga berlaku di BPN, masih kami dalami, belum bisa memutuskan,” ujarnya.

Sementara itu, Adi Bayu Kristanto dari Biro Hukum Pemda DIY yang menjawab panggilan Ombudsman menjelaskan, Pemda sejauh ini hanya berpegang pada surat instruksi.

“Hasil putusan MA menyatakan instruksi Wagub masih berlaku. “Mahkamah Agung telah memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan pada tahun 2015. Sekarang tentu kita jadikan pedoman,” ujarnya kepada wartawan.

Ia pun menolak menyebut instruksi Wakil Gubernur tahun 1975 itu diskriminatif. Menurut dia, pemerintah daerah hanya menghormati keputusan Pengadilan Tinggi atas surat tersebut.

“Saya tidak mengatakan itu diskriminatif. “Kami tidak ingin terlibat polemik soal ini, sudah ada keputusan MA,” ujarnya.

Pada tahun 2006, Willie Sebastian terpaksa lahannya digusur dan sertifikat kepemilikannya diganti dengan sertifikat hunian gedung hanya karena ia beretnis Tionghoa. – Rappler.com

Togel Hongkong