• November 27, 2024

Dua Pimpinan KPK yang diduga memalsukan surat larangan Setya Novanto diperiksa polisi

JAKARTA, Indonesia – Polisi dikabarkan terus menindaklanjuti laporan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan pembuatan surat palsu tentang Ketua DPR Setya Novanto. Mereka menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus ini kepada dua pimpinan lembaga antirasuah, yakni Saut Situmorang dan Agus Rahardjo, seperti diberitakan.

Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mendatangi Bareskrim Mabes Polri pada Rabu 8 November untuk mengambil SPDP. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan terhadap Saut dan Agus telah dimulai.

“Sudah ada SPDP, Surat Pemberitahuan permulaan penyidikan. Siapa yang diberitakan di sini bisa dilihat sendiri. Artinya, bisa dilihat siapa yang dicurigai, kata Fredrich yang ditemui di Bareskrim kemarin.

Dia mengatakan, SPDP tersebut diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jadi, kedua belah pihak sama-sama mendapat informasi. Fredrich pun berterima kasih kepada polisi yang terus menyelidiki laporannya.

“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Tindak Pidana Umum, Direktur, seluruh Kasubdit, Kepala Unit dan penyidik. Sebab, mereka begitu serius dan profesional dalam berusaha mengusut laporan polisi tersebut. Kini statusnya sedang didalami yang diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rahardjo, ujarnya.

Fredrich berharap berkas perkaranya bisa dilimpahkan ke Kejaksaan dalam waktu tidak lama lagi dan bisa segera disidangkan. Saat ditanya aksi pemalsuan apa saja yang dilaporkan, dia mengatakan hal itu terkait dengan surat permintaan agar otoritas imigrasi dan SPDP tidak boleh bepergian ke luar negeri dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun, dia enggan menjelaskan lebih lanjut alasan penyidik ​​di kepolisian terus memproses laporannya. Dia meminta media bertanya kepada penyidik.

“Surat untuk Imigrasi. Sprindiknya dan SPDP (terkait kasus Setnov). Oh iya, semuanya jelas, ini bukan pencegahan dan banyak surat yang tidak benar, karena saya yakin penyidik ​​​​sudah menemukan bukti otentik semua, katanya.

Saat ditanya mengapa hanya dua pimpinan yang dilaporkan, dia menjelaskan, hal itu karena Saut dan Agus menandatangani surat yang dipersoalkan partainya.

“Karena itu tanda tangan mereka. Kalau saya buta, 1.600 (pegawai KPK) semuanya dilaporkan. Ini tidak masuk akal. Kami profesional,” katanya.

Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari polisi terkait klaim Fredrich. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Herry Rudolf malah meminta Kabag Humas membenarkan kasus tersebut.

Silakan konfirmasi ke Kabag Humas, kata Herry.

Sementara saat ditanya Kabag Humas Irjen (Pol) Setyo Wasisto, ia tak memberikan jawaban. Fredrich menyampaikan laporan tersebut pada 9 Oktober. Namun dalam laporan polisi, salah satu kuasa hukum Fredrich, Sandi Kurniawan, tercatat sebagai pelapor.

Fredrich sebelumnya mengancam akan melaporkan Agus jika KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan baru terhadap kliennya, Setya Novanto. Ketua Umum Partai Golkar ini memenangkan sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP Elektronik.

SPDP terhadap Setya bocor ke media pada Senin 6 November, hari yang sama ia dipanggil ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi. Namun Setya kembali absen.

Kali ini, Setya menggunakan amunisi putusan Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan setiap anggota DPR yang akan diperiksa KPK harus mendapat izin presiden. Namun alasan Setya dibantah Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla yang menyebut tak memerlukan izin presiden untuk memeriksa Ketua DPR tersebut.

“Komite Pemberantasan Korupsi tidak butuh (persetujuan presiden). Lain halnya dengan polisi yang sangat membutuhkan izin. KPK sudah punya undang-undang sendiri yaitu UU Pemberantasan Korupsi, jelas tidak perlu persetujuan Presiden. Perlu diketahui juga, sebelumnya (Setya) Novanto juga pernah dipanggil dan diperiksa, kata JK, Selasa, 7 November di Istana Wapres, seperti dikutip. media.

Ia juga meminta Setya mematuhi aturan hukum yang dibuat DPR sendiri dengan hadir saat Komisi Pemberantasan Korupsi bersidang.

“Sebagai negarawan, kalau Pimpinan DPR harus mentaati undang-undang yang dibuat oleh DPR sendiri. Misalnya, Anda harus mematuhi hukum. Harus menyusul,” ujarnya.

Belum menjadi tersangka

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, status kedua pimpinan tersebut belum ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan SPDP yang diterimanya, posisi Agus dan Saut masih seperti yang dilaporkan.

“SPDP kami terima pada Rabu sore. Ada kemungkinan KPK menjadi pihak terlapor. Perlu ditegaskan di sini, KPK sebagai terlapor pasti akan mengkaji lebih lanjut, termasuk apa yang dipersoalkan karena tidak disebutkan dalam surat, kata Febri yang ditemui di kantor KPK. Rabu malam kemarin.

Lantas, apakah ini bentuk kriminalisasi pimpinan KPK yang dilakukan Setya Novanto? Febri mengaku tak mau langsung mengambil kesimpulan. Namun, dia tak menampik, ini bukan pertama kalinya pimpinan lembaga antirasuah dilaporkan ke lembaga penegak hukum saat mengusut kasus besar.

Febri pun yakin polisi akan menangani kasus ini secara profesional.

“Kalau tugas penanganan tugas di KPK, misalnya dalam proses penanganan perkara, tentu kita ingat pasal 25 UU Tipikor yang mengatur bahwa proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan tindak pidana korupsi. (TPK) diutamakan di atas urusan lain,” ujarnya.

KPK, kata Febri, tidak akan berhenti mengusut kasus korupsi KTP elektronik. Jika benar kedua pimpinan KPK tersebut diproses hukum oleh polisi karena kasus ini, menurut Febri, aturannya sudah jelas, sebagai sesama penegak hukum, KPK dan kepolisian bisa lebih berkoordinasi agar upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan. kasus dapat ditangani secara bersama-sama dan lebih optimal.

Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) ini mengaku tak mau menerima status kedua pemimpin tersebut ditingkatkan menjadi tersangka. Mereka memilih fokus memberikan bantuan hukum dan menangani kasus tersebut. – dengan pelaporan oleh Santi Dewi/Rappler.com

Result SGP