Dugaan kolusi tidak terbukti, kualitas persaingan meningkat
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Salah satu “penyakit” sepak bola Indonesia adalah pengaturan skor dan skenario passing tim tertentu. Di era Liga Super Indonesia (ISL), tudingan tersebut kerap mengemuka.
Sejumlah skenario dibocorkan kepada wartawan sebelum pertandingan digelar. Setelah pertandingan digelar, ternyata cocok.
Di Piala Jenderal Sudirman (PJS) gosip serupa pun bermunculan. Misalnya, ada upaya untuk meloloskan tim dengan basis massa besar seperti Persija Jakarta dan Persipura Jayapura ke babak delapan besar. Begitu pula dengan PS TNI yang dianggap sebagai tim “tuan rumah” turnamen tersebut karena menjadi salah satu penggagasnya.
Namun tuduhan tersebut tampaknya tidak terbukti. Kedua tim era ISL tersebut gagal di babak penyisihan grup. PS TNI juga hanya mampu melaju ke babak delapan besar.
Klaim Mitra Kukar yang menang 2-1 di leg pertama akan “cacat” saat tampil di kandang Arema Cronus juga hanya bohong belaka. Mereka sebenarnya lolos ke final lewat adu penalti saat menjamu Singo Edan, julukan Arema.
Nama besar klub tidak berpengaruh terhadap hasil pertandingan. Hal ini menunjukkan kualitas persaingan semakin membaik. Kepemimpinan wasit juga relatif lebih adil dibandingkan ISL yang sebelumnya berada di bawah PT Liga Indonesia dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Kurang semarak dibandingkan Piala Presiden
Namun harus diakui kemeriahan Piala Jenderal Sudirman sedikit berkurang dibandingkan Piala Presiden. Salah satu alasannya adalah turnamen yang dimenangkan Persib Bandung ini diikuti oleh tim-tim ISL. Sementara Piala Jenderal Sudirman juga mengundang tim Divisi Utama seperti Surabaya United.
Yang paling kentara adalah jumlah penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Suporter pada laga terakhir tak bisa memenuhi tribun penonton seperti saat Persib Bandung dan Sriwijaya berlaga di puncak Piala Presiden.
Secara keseluruhan, PJS merupakan bentuk perbaikan dan inovasi dari pihak penyelenggara, Mahaka Sports. Hal ini terlihat dari format kompetisi yang dianut Liga Jepang (J-League). Selain itu, ada ketegasan dalam hal aturan dan regulasi.
Di Piala Presiden, masih ada peserta yang tiba-tiba mengundurkan diri dari turnamen. Di Piala Jenderal Sudirman, kejadian itu tidak pernah terjadi. Pasalnya, sebelum kompetisi digelar ada aturan yang mengharuskan klub membayar denda jika mengundurkan diri.
Protes terhadap wasit tidak semrawut seperti Piala Presiden. Meski adu tinju lebih banyak terjadi di Piala Jenderal Sudirman (salah satunya di semifinal antara Arema Cronus dan Mitra Kukar).
Tapi, untungnya (atau sayangnya?) itu hanya terjadi antar pemain.
Wasit tetap terlindungi. Sebab, ada aturan ketat yang menyatakan bahwa pemain atau resmi Bagi yang protes berlebihan akan dikenakan denda hingga Rp50 juta.
Satu-satunya aib digelarnya turnamen tersebut adalah penyerangan suporter Surabaya United terhadap Aremania –sebutan suporter Arema Cronus– di Sragen.
(BACA: Dua Tewas dalam Pertarungan Bonek dan Aremania)
Selain itu, kerusuhan tersebut menewaskan dua orang Aremania. Tapi penyelenggara punya alibi. Kerusuhan terjadi di luar stadion.
Secara umum, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengapresiasi konsep turnamen sepak bola PJS.
“Sisi hiburansaudari olahraga, dan sisi manajemen pertandingan serta keamanan, digabungkan di sini. “Kedepannya kita bisa melakukan konsep yang sama,” ujarnya.
Bintang baru sepak bola Indonesia: Rudolof Yanto Basna
PJS bisa saja melahirkan bintang sepak bola baru Merah Putih. Dia adalah bek Mitra Kukar, Rudolof Yanto Basna. Bocah asal Papua itu mahir mengawal gawang Jandia Eka Putra. Meski usianya masih 20 tahun, Yanto tampil sangat tenang.
Yanto melengkapi gelar Juara Mitra Kukar. Ia meraih gelar sebagai pemain terbaik turnamen tersebut. Ia mengalahkan kiper rekan satu timnya Jandia Eka Putra, striker Arema Cristian Gonzales, dan striker Semen Padang Nur Iskandar.
Yanto mengaku tidak pernah berpikir untuk menjadi pemain terbaik. Baginya, masuk nominasi saja sudah sangat bagus.
“Membayar perjuangan mereka yang datang ke Jakarta, keluarga, sahabat, dan semua yang mendoakan,” ujarnya.
Yanto berhak mendapatkan hadiah sebesar Rp 100 juta. Sebagian uangnya akan disisihkan untuk pengobatan rekannya, Alfin Tuasalamony, yang mengalami cedera kaki akibat kecelakaan.
Kapten Mitra Kukar Rizky Pellu mengakui Yanto memang pantas menjadi pemain terbaik. “Dia seperti adik saya, dia bermain bagus dan bermartabat,” katanya.
Hal serupa diungkapkan pemain senior Mitra Kukar Zulkifli Syukur. Menurutnya, Yanto bisa memberikan ketenangan kepada pemain lainnya. Luar biasa, kemenangan kami sempurna dengan gelar Yanto Basna, kata Zulkifli.
Sedangkan Aremania berhasil meraih predikat suporter terbaik. Kemudian Thoriq Alkatiri ditahbiskan sebagai wasit terbaik.
Pencetak gol terbanyak menjadi milik striker Mitra Kukar Patrick Cruz Dos Santos. Koleksi tujuh gol Brazil (Warga negara Brasil) tidak bisa ditandingi oleh penyerang lainnya. Sedangkan PS TNI berhasil meraih predikat sebagai tim terbaik permainan adil.
Seluruh pemenang hadiah mendapatkan hadiah sebesar Rp 100 juta. Khususnya untuk tim permainan adilPS TNI berhak mendapat Rp 150 juta.
Sejumlah turnamen menanti
Kompetisi terdekat setelah PJS adalah Piala Gubernur Kaltim. Sejauh ini, sudah ada rekomendasi pasti dari Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) kepada pihak penyelenggara.
Kompetisi rencananya akan diikuti oleh 11 peserta. Namun kemungkinannya akan meningkat. Turnamen yang digelar awal Februari ini akan menjadi “perantara” sebelum turnamen Piala Bhayangkara digelar awal Maret mendatang.
“Masih banyak rencana untuk turnamen-turnamen mendatang. Turnamen ini diadakan sebelum kita masuk liga, kata Menpora Imam Nahrawi.
Jika PJS mendapat dukungan dari TNI, maka turnamen Bhayangkara akan didukung penuh oleh Polri. Bahkan, kabarnya turnamen tersebut digagas Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti.
Turnamen ini diadakan agar klub, pemain, dan suporter kembali bergembira karena sepak bola Indonesia bangkit kembali, kata Imam.—Rappler.com
BACA JUGA: