• November 25, 2024
Enam perempuan di Aceh, yang diduga terlibat dalam prostitusi online, menghadapi hukuman cambuk

Enam perempuan di Aceh, yang diduga terlibat dalam prostitusi online, menghadapi hukuman cambuk

Seorang mucikari disergap oleh petugas yang menyamar sebagai pelanggan

BANDA ACEH, Indonesia — AI bergegas menuju lobi sebuah hotel di kawasan Lueng Bata, Banda Aceh, Aceh pada Sabtu, 21 Oktober 2017. Pria berusia 24 tahun itu datang bersama dua orang wanita.

Malam itu sekitar pukul 23.30 WIB, AI berjanji akan bertemu dengan pria yang dikenalnya dari aplikasi chatting. Pria tersebut sedang menunggu AI dan wanita yang dipesannya dari sebuah hotel.

Melalui aplikasi chatting, AI menawarkan perempuan kepada laki-laki yang merasa kesepian. Setelah menyepakati harga dan tempat, AI langsung bergerak mengikuti perintah perempuan.

Sesampainya di lorong hotel, tangga AI terhenti. Dia digiring ke dalam perangkap oleh seorang pria yang berjanji kepadanya. Ternyata dia adalah polisi yang menyamar. Saat tertangkap, AI tidak melawan. Kedua wanita yang dibawanya juga dibawa pergi petugas.

Akibat perkembangan malam itu, empat perempuan lainnya diamankan petugas. Jumlah perempuan diduga pekerja seks komersial (PSW) yang ditangkap sebanyak enam orang pengidap AI sebagai muncikari. Sementara satu lagi muncikari berinisial N masuk dalam daftar pencarian orang.

“Kami pura-pura menyuruh muncikari. Saat itu, kami langsung menangkap pelaku dan mengungkap siapa korbannya, kata Kapolres Banda Aceh Kota T Saladin saat jumpa pers di Mapolresta Banda Aceh, Senin, 23 Oktober 2017.

AI ditangkap polisi bersama enam wanita lain yang menjual ‘jasanya’. Polisi mengatakan keenam wanita tersebut adalah korban. Sedangkan AI dan N ditetapkan sebagai tersangka.

“Mucikari yang kami tangkap berinisial KI. Sedangkan enam perempuan yang kami amankan menjadi korban,” kata Saladin.

AI bertransaksi menggunakan aplikasi chat WhatsApp. Sementara temannya yang lain, N menawarkan wanita di Instagram. Hingga saat ini N masih diburu polisi.

Shalahuddin membenarkan keenam perempuan korban prostitusi online tersebut bukanlah pelajar atau mahasiswa. Mereka semua berasal dari luar kota Banda Aceh.

“Korban yang kami mintai keterangannya bukan pelajar dan berasal dari luar Banda Aceh. Tidak ada siswa,” ujarnya.

AI diketahui telah melakukan bisnis ilegal tersebut selama dua tahun terakhir. Ia mematok tarif bagi terduga pekerja seks komersial (PSK) sekitar Rp800.000 hingga Rp1,5 juta.

Kembali ke keluarga

Keenam perempuan yang diduga PSK online dan disebut polisi sebagai korban prostitusi tersebut kemudian dikembalikan ke keluarganya untuk mendapatkan pembinaan. Namun mereka harus membuat pernyataan agar tidak mengulangi perilaku tersebut lagi.

“Dalam waktu dekat, kami akan memanggil masing-masing orang tuanya karena mereka merupakan korban prostitusi online yang dilakukan tersangka,” kata Saladin, Senin, 23 Oktober 2017.

Sedangkan muncikari AI, akan dikenakan pasal 296 KUHP junto 506 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 1,4 tahun. Begitu pula dengan muncikari N yang masih diburu polisi.

Selain memburu N, polisi juga memburu pengguna prostitusi online di Banda Aceh. “Kami akan segera mencari tahu siapa penggunanya,” kata Saladin.

Diancam akan dicambuk

Anehnya, pernyataan berbeda dilontarkan Shalahuddin seminggu kemudian. Para perempuan yang diduga PSK yang sebelumnya disebut-sebut sebagai ‘korban’ prostitusi itu dikembalikan ke keluarganya untuk dijadikan pelaku.

Namun Saladin pada Kamis, 2 November 2017 mengatakan akan melimpahkan kasus tersebut ke polisi syariah Aceh, Wilayatul Hisbah (WH). Mereka diancam akan dipukuli.

“Kami sudah buat kasusnya dan akan kami serahkan ke WH,” kata Saladin, Kamis, 2 November 2017. Ketika wartawan bertanya apakah akan ada hukuman cambuk bagi enam perempuan tersebut, Shalahuddin menjawab bahwa mereka akan dihukum.

Meningkatkan operasi

Sementara itu, pasca kejadian tersebut, polisi syariah Aceh langsung meningkatkan operasinya hingga ke pemukiman di Aceh.

Yang pasti kami akan melakukan penggerebekan di penginapan tersebut, kata Kepala Satpol PP dan WH Aceh, Dedi Yuswadi AP oleh Plt Kepala Operasi dan Pengawasan Syariat Islam WH Aceh, Nasrul Midi, Kamis, 16 November 2017 dikatakan.

Ke depan, pihaknya akan membentuk tim yang siaga 24 jam untuk memantau indikasi pelanggaran syariat Islam. Tim ini akan melibatkan TNI dan Polri.

“Kami mencari bantuan TNI-Polri dalam bentuk bantuan personel (BP). Jadi ketika ada laporan warga masuk ke call center dan terjadi pelanggaran, maka kami akan analisa di lapangan,” kata Nasrul.

Aceh memang mempunyai kekhususan dalam menerapkan syariat Islam di Indonesia. Hukuman cambuk diterapkan di Aceh pada tahun 2015 dan diatur dalam qanun jinayat. Ini termasuk perzinahan, minuman keras dan hubungan seksual. Hukumannya dilakukan di tempat umum. —Rappler.com

sbobet88