Fakta Baru Sidang Kasus Kopi Sianida Mirna
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Fakta baru terkait kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin terus terungkap di persidangan. Pekan lalu, sahabat Mirna, Hani Boon Juwita membeberkan kronologi Mirna meminum es kopi Vietnam lalu pingsan hingga sekarat.
Kini jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan pegawai Cafe Olivier, tempat ditemukannya Mirna tewas, sebagai saksi.
Berikut rangkuman fakta baru kasus ini dari keterangan karyawan Cafe Olivier:
tempat duduk Jessica
Sebelumnya, ayah Mirna, Darmawan Salihin mengatakan Jessica sengaja memilih tempat duduk yang tidak terjangkau kamera pengawas (CCTV). Resepsionis Olivier, Aprilia Cindy Cornelia membantahnya.
Saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 20 Juli, dia menyebut dirinyalah yang memperkarakan Jessica.
“Beliau datang pada pukul 03.30 (15.30 – Red) untuk memesan tempat untuk 4 orang,” ujarnya dalam sesi konferensi. Jessica sengaja memesan terlebih dahulu karena teman-temannya baru datang pada pukul 16.30 hingga 19.00.
Cindy mengatakan, jika setelah jam 3 sore dan jumlahnya kurang dari 5 orang, sebenarnya tidak perlu melakukan reservasi karena restorannya tidak terlalu penuh. Namun, dia tetap menuliskan nama dan nomor telepon Jessica sebelum menunjukkan tempatnya.
Saat Cindy menuliskan identitasnya, dia memperhatikan Jessica pergi ke lorong untuk melihat ke dalam.
Jessica meminta tempat duduk di area bebas rokok yang terletak di dalam. Tidak ada permintaan khusus lainnya, jadi Cindy memimpin jalan menuju meja dengan kursi bangku. Pilihannya adalah nomor 53, 54 dan 55.
Diakui Cindy, masih ada meja kosong lainnya di kawasan bebas rokok, namun menurutnya banyak tamu yang lebih memilih kursi sofa. Dan memang benar, Jessica tak mempermasalahkan meja nomor 54 yang belakangan diketahui tak terlihat jelas di CCTV.
Hakim bertanya mengapa meja nomor 53 dan 55 tidak dipilih. “Ada seseorang,” jawab Cindy.
Setelah itu Jessica meninggalkan tempat itu dan baru kembali pada pukul 16.14 dengan membawa 3 buah kantong kertas. “Semua sudah tertata di atas meja, jadi saya tidak bisa meletakkan menunya,” ujarnya.
Sebenarnya ukuran sofa tersebut cukup besar sehingga tidak masalah jika Jessica meletakkan tasnya di atas sofa. “Setelah itu saya tidak tahu karena resepsionisnya tidak menerima pesanan,” kata Cindy.
Jerami dalam gelas
Saksi berikutnya adalah Marlon Alex Napitupulu, pelayan yang mengantarkan dua cocktail pesanan Jessica ke meja. Ia kemudian menjelaskan beberapa perilaku tidak biasa yang ditemuinya saat itu.
Pertama, saat mengantarkan minuman, ia melihat sudah ada es kopi Vietnam di meja Jessica. “Padahal biasanya minuman hanya disajikan saat ada tamu yang datang, itu sebabnya tanda tangan kita,” katanya. Selain itu, sedotannya juga masuk ke dalam gelas.
Ia kemudian menjelaskan standar penyajian es kopi Vietnam, dimana barista hanya menyajikan kopi di dalamnya penitis, serta susu kental manis dalam gelas. Kalau pesan dingin juga ada es batunya.
Sedotannya tidak termasuk, biasanya di sebelah kaca tempat masuknya gas,” ujarnya. Namun es kopi vietnam yang ada di meja Jessica saat itu sudah ada sedotannya, meski di bagian bibir masih ditutupi tisu.
Kesaksian Marlon ini disambut tepuk tangan keluarga Mirna yang turut menyaksikan jalannya persidangan.
Saksi lainnya, Agus Triyono yang membawakan es kopi Vietnam ke meja Jessica, mengaku meletakkan tisu, sedotan, dan gelas berisi es dengan ampas kopi yang tersedia sekitar pukul 16.24. Dia meletakkan sedotan itu di atas tisu yang dibungkus kertas di bagian kepala sedotan.
Setelah itu, dia menuangkan air panas dari teko perak selama satu menit. “Setelah itu saya istirahat karena pemain pengganti sudah datang,” ujarnya.
Agus menegaskan, ia tidak memasukkan sedotan ke dalam gelas karena bukan haknya.
Warna kopi
Agus melihat kopi Vietnam di meja Jessica sudah menguning seperti kunyit. Melihat warna kopinya yang seperti kunyit, Agus mengaku setengah bercanda berbisik kepada rekannya, Rossy.
“Itu ibu meja 54 yang minum jamu kunyit,” kata Agus dalam kesaksiannya. Setelahnya, Rossy mengatakan akan melihat situasi di meja 54, namun ternyata Mirna mengalami kejang. Cangkir kopi tersebut, kata Agus, diangkat dan diserahkan kepadanya lalu diserahkan ke pihak bar untuk diamankan.
Belakangan, jaksa menawarkan kopi tersebut di persidangan. Namun, Agus mengatakan buktinya berbeda dengan apa yang dilihatnya.
“Warnanya berbeda-beda, pada tahap itu kuning kunyit. “Mungkin karena disimpannya lama,” ujarnya.
Agus sendiri sempat diperiksa hakim karena jawabannya dinilai berbelit-belit. Saat itu, dia ditanya apakah Mirna meminum kopi tersebut.
Agus akhirnya mengakui, jumlah es kopi Vietnam Mirna mengalami penurunan. Awalnya dia hanya menjawab tidak tahu. “Anda masih melihat banyak hal di kaca,” katanya.
Misteri sedotan setelah kematian Mirna
Persoalan sedotan tidak berhenti pada sidang hari Rabu. Kamis 21 Juli lalu, hakim dan kuasa hukum Jessica kembali menggugat dua saksi lainnya, yakni barista Olivier Rangga Dwi Saputra dan Johanes. Keduanya rupanya memberikan jawaban berbeda.
Johannes mengaku mengetahui manajer Olivier, Devi, mencicipi minuman tersebut dengan sedotan. Namun bukan dengan sedotan yang sudah tersaji di gelas, melainkan sedotan baru yang tersedia dari barista.
Namun ada pernyataan yang bertolak belakang dengan pernyataan Rangga soal sedotan di gelas Mirna.
“Seingat saya, tidak ada sedotan,” kata Johannes.
Namun, kata Rangga, sudah ada sedotan saat Devi mencicipi minuman tersebut dengan cara meneteskan minuman melalui sedotan yang ada di tangannya. Saat itu Rangga belum menyebutkan apakah sedotan tersebut baru atau tidak.
Usai diperiksa hakim, Johanes akhirnya mengaku tidak melihat langsung kejadian tersebut, hanya diceritakan oleh Devi.
Kopi Mirna air panas
Rangga pun ditanyai soal air panas yang digunakan untuk membuat es kopi. Sebelumnya, air dikatakan dituangkan secara terpisah di depan tamu sebagai ciri khas Olivier.
Soal air panas dinilai penting oleh kubu Jessica karena menjadi salah satu alibi yang menunjukkan bahwa sumber racun sianida di cangkir kopi Mirna bisa jadi berasal dari teko yang berisi air panas. Mereka ingin membuktikan kemungkinan lain terkait asal muasal racun tersebut.
Rangga menjawab, sesuai standar industri kafe, sisa air panas harus dibuang. Penyebabnya, suhu air sudah tidak memenuhi syarat untuk menyeduh kopi. Suhu minimum untuk melarutkan kopi adalah 80 hingga 90 derajat Celcius.
“Air limbah dari teko dibawa ke pantry. Saya tidak tahu,” katanya.
Hakim Binsar juga mengkritisi persoalan air panas. “Menurut saksi sebelumnya, sisa air panas masih bisa diberikan kepada konsumen lain karena bisa lebih dua atau tiga gelas. “Airnya kamu buang, anehnya kamu tidak mencuci tekonya,” ucapnya.
Ia meminta Rangga menjawab sejujurnya sesuai sumpahnya. Namun barista ini bersikeras agar air panas tersebut dibuang karena hanya digunakan untuk satu kali pemesanan. Sesuai standar, sisanya dibuang karena suhunya akan turun dan tidak bisa lagi digunakan untuk menyeduh kopi.
Satu-satunya pesanan kopi Vietnam pada jam itu adalah dari Jessica. Rangga menjelaskan, pesanan selanjutnya baru sampai jam 8 malam untuk dibawa pulang. – Rappler.com
BACA JUGA: