• November 18, 2024
Fonda Solikhin, anak buah Santoso yang diduga kuat ditembak di Poso

Fonda Solikhin, anak buah Santoso yang diduga kuat ditembak di Poso

Foto jenazah mirip Dodo warga Solo beredar.

JAKARTA, Indonesia—(UPDATED) Teka-teki terkait terduga teroris kelompok Santoso yang ditembak polisi di pegunungan Desa Torireh, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah pada Senin, 29 Februari, mulai terkuak.

Islamic Study and Action Center (ISAC) mendapat informasi, korban meninggal merupakan warga Solo bernama Fonda Amar Solikhin, 22 tahun.

Fonda alias Ponda alias Dodo digerebek menyusul perkembangan operasi pasca kontak senjata pada Selasa, 9 Februari.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, kontak senjata itu terjadi saat Satgas Operasi Gabungan Tinombala 2016 Polri dan TNI sedang melakukan penegakan hukum.

Selain Dodo, ditemukan 1 pucuk senjata, 7 tenda, dan 20 karung beras. Polisi mengikuti Dodo dan jaringan Santoso lainnya selama 20 hari berturut-turut.

Benarkah jenazah terduga teroris yang dimaksud adalah Dodo?

Ketua ISAC Kurniawan BW mengatakan kemungkinan jenazah tersebut adalah seekor Dodo. Sebab, ia menemukan gambar mirip Dodo yang beredar dalam keadaan dirantai.

Namun ISAC belum mendapat konfirmasi dari polisi. ISAC berharap Polri bisa menjelaskan secara resmi kejadian di Poso dan beredarnya foto-foto berantai dan liar di Solo, kata Kurniawan.

Kapolri diminta segera mengungkap identitasnya, agar foto-foto yang beredar tidak meresahkan masyarakat Solo, ujarnya lagi.

Apa kata Kapolri? Kepada Rappler, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengaku belum bisa memastikan jenazah tersebut adalah Dodo.

Saya belum tahu. Saya belum temukan namanya, katanya, Kamis, 3 Maret.

Namun dari informasi yang diperoleh Rappler, polisi sudah mengetahui identitas jenazah terduga teroris tersebut. Yakni Fonda Amar Solikhin bin Joko Tri Priyanto.

Usai identifikasi tersebut, polisi meningkatkan pengamanan di markas komando untuk mengantisipasi aksi balasan dari jaringan Santoso.

Siapa Dodo?

Sekretaris ISAC Endro Sudarsono mengatakan Fonda lahir pada 22 Mei 1994 di Solo dari pasangan Joko Tri Priyanto dan Dewi. Dia memiliki empat saudara laki-laki dan perempuan.

Informasi yang dihimpun Rappler menyebutkan, Joko sendiri ditangkap Densus 88 pada 23 September 2013 di rumahnya di Kampung Mondokan, Kelurahan Purwasari, Kota Solo.

Joko juga dikenal sebagai kakak dari Eko Joko Supriyanto, terduga teroris yang tewas dalam penggerebekan aparat pada tahun 2010 di Jatiasih, Bekasi.

Jika Dodo bergabung dengan jaringan Santoso, Joko diduga terhubung dengan jaringan Noordin Mohammad Top.

Atas keterlibatannya dalam kegiatan teroris tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonisnya 3 tahun penjara.

Hakim memutuskan Joko bersalah membantu tersangka yang juga hadir di persidangan, Ahmad Rofiq Ridho.

Saat itu, Joko meminjamkan sepeda motor dan laptop miliknya kepada Ridho. Ridho kemudian menggunakan sepeda motor tersebut untuk menjemput Noordin M. Top.

Noordin M Top dan rekannya Azahari Husin adalah anggota kunci jaringan Jemaah Islamiyah (JI) yang terkait dengan Al-Qaeda di balik aksi bom Bali tahun 2002.

Namun prestasi yang diraih Dodo tak se-spektakuler ayahnya. “Dia baru, dan sudah lama tidak ke Solo,” kata Endro. Namun Dodo masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Densus 88.

Pihak keluarga membenarkan bahwa jenazah tersebut adalah milik terduga teroris Fonda

Hampir seminggu kemudian, keluarga Fonda akhirnya memastikan bahwa jenazah tersebut adalah Fonda Amar Solokhin.

Kepastian itu didapat setelah orang tua kandung Fonda, Umi Widayati, menemukan jenazah anaknya di RS Bhayangkara Palu bersama E.ko, juru bicara keluarga pada 3 Maret kemarin.

Menurut Eko, pada tubuh Fonda masih terdapat keringat di dahi dan darah di hidung. Eko menambahkan, ada luka yang dijahit di dada bagian kiri dan kanan.

Keluarga Fonda tiba di RS Bhayangkara sekitar pukul 15.00 Wita, kemudian pihak keluarga menjalani tes DNA, pemeriksaan dokumen dan selanjutnya diperbolehkan melihat jenazah.—Rappler.com

BACA JUGA:

Togel HK