• October 9, 2024

Gadis-gadis yang diarak tanpa busana di Sragen meminta keadilan


SRAGEN, Indonesia – Mata Rn masih berlinang air mata. Kejadian dua pekan lalu nyaris membuat gadis berusia 14 tahun itu mengakhiri hidupnya karena tersiksa rasa malu.

Pada Minggu pagi, 10 Januari, Rn yang tinggal di rumah bibinya, K, di sebuah desa di Sragen, dikejutkan oleh Sukamto, seorang jagoan silat di desanya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Pria tersebut dengan marah menuduh Rn mencuri pakaian keluarganya di jemuran.

Sukamto menggeledah lemari di dalam rumah dan menemukan beberapa pakaian milik keluarganya – kaos, jilbab, jaket, dan sandal bekas. K pasrah membawa keponakannya ke kantor polisi, namun memohon agar keponakannya tidak disakiti.

Satu jam kemudian, tampak Sukamto datang bersama Wiji Lestari (istri), Sukarno (adik), dan Broto (ibu). Mereka dengan kasar membangunkan Rn yang sedang tidur dalam ketakutan, menelanjangi gadis kecil itu dan mengikatkan barang curian di lehernya.

Sambil mengumpat Rn, mereka memaksa anak tersebut keluar rumah dan kemudian mengarak Rn keliling kota. Rn menangis, Sukamto selalu menepis tangannya saat ingin menutupi auratnya. Broto membawa Cinta – gamelan seperti gong kecil – dan menabuhnya sambil berjalan mengelilingi anak laki-laki yang mencuri pakaian mereka.

Pencuri ini tertangkap (Pencurinya sudah tertangkap),” teriak mereka berkali-kali di sepanjang jalan.

Mereka pun mengambil foto Rn dalam keadaan telanjang dengan ponsel dan membagikannya kepada orang-orang. Namun tidak ada satupun warga yang berani menggagalkan kewaspadaan sang juara dan tidak ada satupun yang mengikuti pawai.

Hampir satu kilometer jauhnya, seorang tetangga yang melihat kejadian itu berlari menghampiri Rn dan membawanya pulang untuk berpakaian.

Hukuman yang tidak manusiawi

Rn sangat malu, ketahuan mencuri dan diarak telanjang bulat. Ia tergoda untuk memiliki pakaian, namun tidak mampu membelinya, hingga akhirnya beberapa kali ia mengambil pakaian dari laundry Sukamto.

“Saya ingin pakaian seperti teman-temannya yang lain,” kata Rn kepada Rappler saat ditemui belum lama ini.

Rn berasal dari keluarga kurang mampu. Orang tua kandung Rn merantau ke Jakarta, Ayahnya adalah seorang kuli bangunan dan Ibunya adalah seorang buruh laundry keliling.

Namun lima bulan lalu, keduanya kembali ke kampung halaman karena ibu Rn menjadi korban tabrak lari di Jakarta yang membuatnya lumpuh hingga saat ini. Ayah Rn kemudian membuka usaha bengkel ban di rumahnya dengan penghasilan Rp 20.000 per hari.

Rn lahir sebagai saudara kembar dengan saudaranya. Sejak kecil ia diasuh oleh bibinya. Saat berumur sepuluh tahun, Rn sudah mengetahui siapa ayah dan ibu kandungnya, namun tetap tinggal bersama bibi dan pamannya.

“Aku ingin pakaian seperti teman-temannya yang lain,” kata Rn kepada Rappler.

“Adikku sudah lama menginginkan anak perempuan, dia ingin membesarkan Rn. “Jadi sejak umur seminggu, anak saya tinggal di tantenya,” kata ayah S, Rn.

Ia mengaku sakit hati sekaligus malu dengan kejadian tersebut karena mengetahui foto anaknya diarak telanjang oleh keluarga Sukamto sudah tersebar luas ke tetangganya yang berada di luar negeri. Di desa itu, sebagian warganya bekerja sebagai buruh migran di Hong Kong dan Taiwan.

Ia sadar anaknya bersalah melakukan pencurian, namun hukuman yang diberikan sewenang-wenang dan tidak manusiawi. Pakaian yang dicuri itu tidak sebanding dengan martabat putrinya yang hampir mengakhiri hidupnya.

“Kami ingin hukuman yang adil,” katanya.

Rn depresi dan merasa malu. Malam setelah kejadian, ia mencoba bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangan kirinya dengan pisau, namun keluarganya berhasil melakukannya dan membawanya ke klinik kebidanan desa. Ia merasa telah mempermalukan orang tua dan keluarganya.

Rn tidak mau lagi bersekolah dan bertemu teman-temannya. Ia memilih mengunci diri di kamar pada pagi hari karena trauma. Ia khawatir sekolah tidak lagi menjadi lingkungan yang menyenangkan.

“Cita-cita saya jadi guru, tapi saya masih takut sekolah,” kata Rn.

Dukungan pun mengalir

Tidak ada aparat desa yang melaporkan pelaku ke polisi hingga akhirnya seorang warga bernama Sugiyarsi, koordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS), aktivis pantang menyerah yang membela perjuangan perempuan dan anak di Sragen.

“Saya di Semarang saat mendapat telepon, saya pulang dan menjemput Rn dan membawanya ke rumah persembunyian atas persetujuan orang tuanya. “Saya langsung melaporkan pelaku ke Polres Sragen, karena merupakan kejahatan sadis terhadap perempuan dan anak,” kata Sugiyarsi.

Tanpa mengabaikan kasus pencurian yang dilakukan Rn, Sugiyarsi menilai pelakunya tidak beradab. Mereka dilaporkan ke polisi atas dugaan kekerasan terhadap anak, pelecehan seksual, dan penyebaran konten pornografi melalui telepon genggam.

“Saat dipindahkan ke rumah persembunyian, Rn masih mengalami trauma psikologis. “Kami akan memberikan terapi terlebih dahulu agar kondisi mentalnya membaik,” kata Sugiarsi.

Di rumah aman APPS, Rn menerima kunjungan dari anggota keluarga, tetangga, teman sekolah dan pihak simpatik lainnya. Bantuan sandang juga mengalir dari berbagai daerah.

Beberapa orang mengajukan diri untuk menjadi orang tua angkat Rn, salah satunya dari yayasan sosial di Sukoharjo. Ada juga yang menawarkan biaya hidup dan sekolah hingga universitas.

“Kami ingin Rn masuk tempat berlindung setidaknya sampai masalah ini terselesaikan. “Kemarin kami temani ke BAP, dan kami akan temani sampai diadili,” kata Sugiyarsi.

Mintalah keadilan

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengunjungi Rn dan orang tuanya pada Minggu, 24 Januari. Kedatangan Kak Seto untuk memenuhi permintaan Rn yang sebelumnya ingin curhat padanya.

Namun Rn tak kuasa menahan kisahnya saat bertemu Kak Seto. Ia hanya menyerahkan secarik kertas berisi tulisan tangannya kepada pencipta karakter boneka Si Komo tersebut.

“Intinya anak meminta keadilan atas perlakuannya (parading). “Dia juga khawatir dengan masa depan dan pendidikannya,” kata Kak Seto.

“Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Polisi wajib mengusut dan menangkap pelakunya, karena mereka pantas dihukum.”

Secara pribadi Kak Seto menawarkan bantuan biaya pendidikan Rn. Ia pun meminta penegak hukum menyelesaikan masalah ini sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Saya mampu membiayai pendidikannya sampai dia lulus SMA. “Kalau masih takut ke sekolah formal, bisa saja menempuh pendidikan informal,” ujarnya.

Secara terpisah, feminis Jejer Wadon dan Pemimpin Redaksi Jurnal Wanita Indonesia Dewi Candraningrum menanggapi hal tersebut. Menurutnya, hukuman stripping dan mengarak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak anak, karena menimbulkan trauma dan merusak masa depan anak.

“Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Polisi wajib mengusut dan menangkap pelakunya, karena pantas dihukum, kata Dewi.

Empat tersangka

Saat ini Polres Sragen mengusut dua kasus sekaligus, yaitu pencurian dan kekerasan pornografi terhadap anak. Sejumlah saksi telah diperiksa, dan empat orang ditetapkan sebagai tersangka – keluarga Sukamto yang berinisial Rn. Selain ibunya yang sudah lanjut usia, tiga tersangka lainnya diamankan polisi.

Pelaku merasa kesal dan marah karena menurut pengakuannya, pakaiannya hilang sebanyak enam kali. Sukamto menghukum Rn dengan mengaraknya telanjang untuk menakutinya.

Kapolres Sragen AKBP Ari Wibowo berjanji akan menangani kasus ini secara berimbang. Namun karena kasus pencurian yang dilakukan Rn merupakan tindak pidana ringan dan pelakunya masih di bawah umur, maka kemungkinan besar ia akan dikenakan diversi yakni dikembalikan kepada orang tuanya.

“Pelanggar dapat dijerat dengan undang-undang pornografi dan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman 10 tahun penjara,” kata Ari.

Polisi juga menjaga rumah Sukamto dari kebisingan massa. Pekan lalu, ratusan warga Sragen datang ke rumah tersebut untuk menyaksikan reka ulang kejadian tersebut. Namun polisi membatalkannya karena khawatir massa akan lepas kendali dan melampiaskan amarahnya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Sdy siang ini