Gerakan diam-diam menjadi strategi jitu TNI/Polri untuk memerdekakan masyarakat Papua
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Ribuan warga Papua lainnya menolak dievakuasi dari Tembagapura
BANDUNG, Indonesia – Lebih dari 300 warga Kampung Banti dan Kimbeli, Tembagapura Timika Papua berhasil dievakuasi pasukan gabungan TNI dan Polri pada Jumat 17 November. Warga di kedua kota tersebut telah diisolasi oleh kelompok separatis, Organisasi Papua Merdeka Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM).
Keberhasilan TNI dan Polri membebaskan warga menjadi bukti kerja sama yang baik antara kedua lembaga keamanan nasional.
“Di Papua terjalin kerja sama yang baik antara Polri dan TNI sesuai fungsi dan tugas masing-masing,” kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai memberikan ceramah ilmiah di Universitas Islam Bandung, Sabtu 18 November.
Dijelaskannya, TNI dan Polri berbagi tugas menjalankan misi penyelamatan warga Papua yang diisolasi kelompok bersenjata tersebut. Berdasarkan tugas dan fungsinya, polisi memberikan peringatan dan perlindungan kepada warga sekitar. Sementara itu, TNI bergerak menyerang dua markas kelompok bersenjata tersebut.
“TNI bergerak diam-diam. (Sejauh ini) kami telah menempuh jarak 4,5 kilometer. Ada yang tiga hari, ada pula yang empat hari. Kemudian kami melakukan penyerangan terhadap dua pangkalan mereka yang dilakukan oleh Kopassus, Yonif 751 Raider dan Taipur Kostrad,” ujarnya.
Gatot mengatakan, anggota kelompok bersenjata tersebut mendapat tekanan akibat serangan mendadak tersebut. Namun karena termasuk warga, Gatot memerintahkan pasukannya untuk mengutamakan keselamatan warga.
Anggota kelompok bersenjata berhasil melarikan diri dan lari ke dalam hutan di tengah kabut pagi. Para prajurit, kata Gatot, masih melakukan pengejaran.
“Pengejaran masih terus dilakukan. Tapi fokus saya, kesampingkan semuanya, yang terpenting para sandera harus selamat,” ujarnya.
Meski berhasil mengevakuasi lebih dari 300 warga, namun masih ada ribuan warga sekitar yang memilih bertahan di desa tersebut. Untuk itu, kata Gatot, pihaknya akan menyiagakan pasukannya untuk menjaga keselamatan warga.
“Mereka di kampungnya, ya di sana. Yang bukan di kampung, dari Makassar macam-macam, ada yang dari Timika juga, dibawa pergi. Tapi yang di kota tetap dijaga agar tidak diganggu lagi,” ujarnya.
Sandera atau terisolasi?
Para perwira militer dan polisi selalu menggunakan kata “sandera” untuk menggambarkan situasi yang terjadi di kota Banti dan Kimbeli.
Sementara itu, Sebby Sambon, juru bicara TPNPB-OPM, membantah dirinya menyandera sejumlah orang. Mereka hanya melarang warga keluar atau meninggalkan desa.
Menurut OPM, tuduhan tersebut sengaja dibesar-besarkan oleh otoritas keamanan Indonesia untuk melemahkan perjuangan kemerdekaan mereka. Sebby mengatakan, pemberitaan tersebut tidak lebih dari propaganda.
Terkait hal tersebut, Gatot membenarkan bahwa yang terjadi adalah penyanderaan. Pernyataan itu didasari atas pembunuhan warga yang dilakukan anggota kelompok bersenjata.
“Kalau hanya diisolasi, bukan disandera, tapi ada yang dibunuh. Jika dilihat dari video, yang ditendang adalah seorang warga Papua yang menyerahkan senjatanya kepada TNI dan disiksa lalu dibunuh oleh mereka. Jangan tanya saya, tanya saja ke masyarakat,” ujarnya.
Kendati demikian, Gatot meyakinkan situasi di Papua aman. Menurutnya, pengambilan warga sipil yang dilakukan kelompok bersenjata hanyalah sebuah kejadian belaka. Oleh karena itu, kata Gatot, tidak perlu ada peta pertahanan di wilayah kaya emas tersebut.
“Mengapa harus ada peta pertahanan? Di sana aman. “Itu hanya insiden,” katanya. – Rappler.com