Hal ini merupakan respons Kementerian Luar Negeri terhadap kekhawatiran menguatnya intoleransi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Pasca pemenjaraan Ahok, sejumlah pihak mempertanyakan sikap Indonesia terhadap komitmen keberagaman.
YOGYAKARTA, Indonesia – ““Dunia perlu memahami bahwa apa yang terjadi di Indonesia saat ini adalah bagian dari proses hukum yang berlaku di sini dan perlu dihormati.” Demikian tanggapan Wakil Menteri Luar Negeri RI Abdurrahman Muhammad Fachir saat Rappler menanyakan apa yang dilakukan Kemlu menyikapi kekhawatiran sebagian pihak bahwa pluralisme yang sudah lama menjadi ciri khas negara. demokrasi di Indonesia terancam.
Kekhawatiran sejumlah pihak kian menguat usai divonis dua tahun penjara terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaya Purnama dalam kasus penodaan agama. (BA: Berikut pro dan kontra keputusan Ahok)
Uni Eropa dan Parlemen ASEAN termasuk pihak yang menyampaikan pandangan dan memantau proses hukum yang dijalani Ahok. Mereka berpendapat bahwa undang-undang yang mengkriminalisasi penodaan agama secara diskriminatif dapat menghambat kebebasan berekspresi atau kebebasan beragama. (BA: Dunia Internasional Kritik Artikel Penodaan Agama)
Wamenlu RI AM Fachir ttg Pertemuan Pakar Diplomasi Digital cc @Portal_KemluRI https://t.co/O9laliHPLk
— unilubis (@unilubis) 17 Mei 2017
“Kami memang menerima beberapa catatan, pendapat, dan pandangan dari sejumlah pihak, baik individu, lembaga, maupun pemerintah, mengenai apa yang terjadi di Tanah Air. “Ini menunjukkan pentingnya posisi Indonesia di mata dunia,” kata Fachir, Rabu 17 Mei di Yogyakarta.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi ini mengatakan, keberagaman diuji dari waktu ke waktu. “Mengutip Menlu, keberagaman adalah sesuatu telah memberi“Tetapi toleransi dan moderasi harus terus digalakkan,” tegasnya saat membuka pertemuan pakar diplomasi digital yang digelar di Center for Digital Society (CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Dari perspektif diplomasi publik, pertanyaan apakah keberagaman terancam di Indonesia dapat dijawab oleh praktik-praktik yang ada. Proses hukum tetap dihormati.
“Misalnya, apakah kita mempunyai hak untuk menanggapi proses hukum yang terjadi di negara tersebut? Itu adalah hal yang sama. Oleh karena itu, kita akan kembali pada praktik dan norma yang berlaku selama ini, ujarnya.
Kementerian Luar Negeri juga mengingatkan WNI yang melakukan aktivitas terkait situasi saat ini. Ribuan WNI yang tersebar di beberapa negara di lima benua berunjuk rasa mendukung Ahok sebagai bentuk kepedulian. Mereka menyanyikan lagu kebangsaan, mengenakan pita hitam dan menyalakan lilin.
“Kami bilang Anda adalah tamu di negara itu. Jadilah tamu yang baik. Ikuti aturan yang berlaku, kata Fachir. (LIHAT: Foto Aksi Solidaritas Ahok di Dalam dan Luar Negeri)
Ia mengatakan, fakta bahwa demokrasi dan Islam bisa hidup berdampingan secara harmonis menjadi salah satu nilai jual Indonesia di dunia internasional selama ini. Hal lain yang dijual adalah kegiatan dialog antaragama dan pemajuan nilai-nilai demokrasi.
“Sejauh ini tidak ada yang anarkis. Itu dihargai. Artinya di satu sisi ada kekhawatiran, namun negara mampu mencegah terjadinya konflik fisik, ujarnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada Didi Achjair mengingatkan pentingnya penggunaan analisis data komunikasi untuk mengukur efektivitas diplomasi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri.
“Diplomasi di era digital sangat bergantung pada data. UGM berharap Kementerian Luar Negeri terus berinovasi dan memanfaatkannya data besar untuk perumusan kebijakan,” kata Didi. – Rappler.com