Hikayat ini merayakan tahun baru dengan terompet dan petasan
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Bagaimana awalnya terompet dan petasan menjadi tradisi merayakan tahun baru?
JAKARTA, Indonesia — Awalnya budaya terompet di malam tahun baru merupakan budaya masyarakat Yahudi. Mereka merayakan pergantian tahun menurut sistem penanggalan mereka masing-masing, yaitu pada bulan ke-7 atau pada bulan Tisiri.
Sejak bangsa Romawi Kuno pertama kali berkuasa pada tahun 63 SM, mereka mengubah kebiasaan merayakan tahun baru di bulan Januari.
Sejak saat itu mereka mulai mengikuti kalender Julian yang berubah menjadi kalender Gregorian atau bisa juga disebut dengan kalender Gregorian.
Masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri saat melakukan tradisi meniup terompet atau shofar, yaitu alat musik mirip terompet yang digunakan pada malam tahun baru.
Namun sebenarnya walaupun banyak yang mengatakan bahwa shofar sebenarnya bukan terompet, namun shofar yang sebenarnya terbuat dari terompet ini memiliki suara yang sama dengan terompet yang terbuat dari kertas yang sering digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia saat merayakan malam tahun baru. .
Saat itu, kaum Yahudi meniup terompet untuk memberi isyarat dan mengumpulkan umatnya ketika hendak beribadah di sinagoga, nama tempat ibadah mereka. Sejak saat itu, terompet digunakan sebagai simbol keagamaan untuk merayakan tahun baru.
Sedangkan di Indonesia, terdapat berbagai jenis terompet yang digunakan untuk merayakan tahun baru, seperti terompet biasa atau jenis tegon dan topi, terompet burung, udang, ular, terompet gitar, dan terompet plastik.
Harga Terompet bervariasi, mulai dari Rp 5.000 – Rp 40.000, tergantung bentuk terompetnya. Menjelang tahun baru, harga terompet biasanya mengalami perubahan.
Alhasil, banyak pedang terompet yang biasanya hanya dijual di perkotaan, menjelang akhir tahun banyak yang berdagang di kabupaten/kota yang padat penduduk sehingga terompet yang dijualnya cepat habis. Untuk pedagang terompet lainnya biasanya hanya berjualan di akhir tahun dan mempunyai pekerjaan lain.
Namun perayaan tahun baru dengan terompet dilarang di Kota Banda Aceh dengan alasan menjaga ketentraman dan ketertiban. Selain itu, Aceh merupakan daerah yang menerapkan syariat Islam.
Sedangkan bagi non-Muslim yang tinggal di Banda Aceh, pemerintah mempersilakan mereka untuk merayakannya di kediaman masing-masing. Larangan perayaan Tahun Baru Masehi di Banda Aceh sudah diterapkan setidaknya tiga tahun lalu dengan penyitaan terompet dan petasan.
Kembang api telah dimulai di Tiongkok
Berbicara tentang kelapa, sejarah kelapa dimulai di Tiongkok. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tidak sengaja mencampurkan tiga bahan dengan bubuk hitam (bubuk hitam) yaitu peterseli atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan tersebut mudah terbakar dan menimbulkan suara ledakan keras yang dipercaya dapat mengusir roh jahat.
Baru pada masa Dinasti Song didirikan pabrik kembang api yang kemudian menjadi dasar pembuatan kembang api karena lebih fokus pada warna dan bentuk nyala api yang ada di langit hingga akhirnya dapat dibedakan. Tradisi kembang api kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Di Indonesia, tradisi kembang api dibawa oleh orang Tionghoa sendiri. Pengamat sejarah Betawi, Alwi Shahab, menilai tradisi pernikahan masyarakat Betawi yang menggunakan petasan untuk meramaikan suasana meniru masyarakat Tionghoa yang tinggal di sekitarnya.
Namun, perlu diingat bahwa bermain kembang api tidak selalu aman. Banyak dari korban umumnya adalah anak-anak. —Rappler.com
Sketsatorial adalah kolom mingguan Rappler tentang isu-isu penting yang dibahas menggunakan sketsa video, yang dibuat oleh Iwan Hikmawan. Ikuti Iwan di Twitter @Sketgram.