Hilangkan stigma bahwa laki-laki terlahir sebagai pemerkosa
- keren989
- 0
Beberapa hari yang lalu saya sedang berjalan di trotoar di Jakarta. Hari baru saja selesai hujan. Jalanan ramai dan bising. Beberapa pengendara sepeda motor yang tidak sabar berusaha naik ke trotoar untuk memotong jalan tersebut guna menghindari kemacetan. Seorang wanita yang sedang berjalan ditabrak dari belakang oleh pengendara sepeda motor.
Bukannya meminta maaf, sang pengemudi malah mengumpat. “Kalau jalan Gunakan Mata, idiot!”
Aku terdiam dan tidak bisa menanggapi apa pun.
Alasan dan logikaku jelas berpihak pada wanita itu. Ia memanfaatkan fasilitas umum untuk pejalan kaki. Pengendara sepeda motor melanggar kodratnya dengan berkendara di trotoar. Saat kecelakaan terjadi, wanita yang menjadi korban dikutuk dan dianggap sebagai penyebab kecelakaan tersebut.
Tekanan apa yang ada pada peradaban seperti ini? Lebih dari itu, pendidikan seperti apa yang berani menyalahkan korban dan mengagungkan pelaku kejahatan?
Fenomena serupa sering saya temukan pada kelompok rentan. Seperti minoritas, LGBT, perempuan dan anak-anak. Dalam banyak kasus, ketika kejahatan terjadi, merekalah korban yang disalahkan karena dianggap sebagai sumber permasalahan.
Dalam kasus pemerkosaan, fenomena tersebut menyalahkan korban sering terjadi pada wanita. Pemerkosaan seringkali terjadi karena perempuan berpakaian minim, menggoda atau bahkan berpenampilan seksi.
Menyalahkan perempuan dalam kasus pemerkosaan sebenarnya merupakan bentuk penghinaan terbesar bagi laki-laki. Logika yang menyatakan bahwa pemerkosaan terhadap perempuan adalah salah karena tidak dapat melindungi dirinya menunjukkan bahwa laki-laki harus dilindungi karena mereka adalah budak hasrat seksualnya.
Pernyataan bahwa perempuan diperkosa karena berpenampilan seksi atau berpakaian minim menunjukkan bahwa laki-laki tidak bisa menahan godaan, lemah naluri seksualnya, dan otomatis terlahir dengan potensi menjadi pemerkosa.
Menyalahkan perempuan dalam kasus pemerkosaan sebenarnya merupakan bentuk penghinaan terbesar bagi laki-laki.
Mengatakan jika tidak ada asap, tidak ada api dalam logika pemerkosaan sebenarnya adalah hal yang bodoh. Seolah-olah karena seorang wanita berpakaian seksi, dia bisa dipaksa melakukan hubungan intim.
Jika logika serupa dilakukan dengan analogi lain, misalnya jika wajahmu jelek sekali dan membuatku marah, bolehkah aku meninju wajahmu tadi?
Logika yang dibangun dari semangat patriarki ini memunculkan relasi ketundukan yang timpang. Perempuan seringkali direndahkan sebagai objek dibandingkan sebagai orang yang bebas.
Apakah salah jika laki-laki mempunyai nafsu? Tentu saja tidak. Yang salah adalah jika seorang pria sedang bergairah dan cara menyalurkannya melalui tindakan kekerasan dan hubungan yang tidak berdasar izin.
Pemerkosaan sering kali bukan merupakan persoalan nafsu, melainkan persoalan relasi kekuasaan. Bahwa seorang pria dapat menaklukkan, mendapatkan dan tidur dengan wanita mana pun yang dia inginkan. Ini bukan soal orgasme, sayangnya laki-laki seperti itu melihat pemerkosaan sebagai cara sah untuk menundukkan perempuan.
Alih-alih mengadili pelaku pemerkosaan, masyarakat justru malah menghakimi korbannya. Ada banyak lelucon seperti, “Oh, lembut diperkosa, pahanya dimana-mana,” atau “Oh, ya lembut melecehkan, orang menggunakannya batu mini”.
Seolah-olah penampilan seseorang memberikan legitimasi untuk melakukan tindakan pelecehan atau pemerkosaan. Perilaku menyalahkan korban Hal ini berakar pada pandangan patriarki yang menganggap bahwa standar moralitas bagi perempuan adalah penurut, pemalu, introvert, dan sejenisnya.
Dalam banyak kasus, pelaku kesalahan korban adalah perempuan sendiri. Mereka sering meremehkan, menyalahkan atau menjelek-jelekkan satu sama lain.
Fenomena ini, menurut saya, lahir dari pola pikir misoginis yang dibentuk oleh peradaban patriarki. Perempuan lebih sering menjadi objek dibandingkan pasangan yang setara. Di sinilah timbul persaingan antar perempuan tentang siapa yang lebih suci dari siapa. Seringkali hal ini dilakukan dengan melakukan pelacur mempermalukan.
Pelacur mempermalukan diri adalah suatu tindakan/perilaku yang dilakukan seseorang terhadap individu lain, khususnya perempuan, sehingga membuatnya merasa tidak berguna, tidak berharga, patut mendapat hinaan dan hinaan karena perbuatannya. Pelacur mempermalukan Hal ini dilakukan dengan memberikan label-label yang tidak bermoral, rendah dan tidak pantas untuk merendahkan citra dan jati diri perempuan lain.
Pelacur mempermalukan adalah tindakan yang berbahaya dan kejam. Jika luka bisa disembuhkan, luka emosional sulit disembuhkan. Itu akan terinternalisasi dan menjadi sebuah kepribadian.
Seseorang yang mengalami menjadi korban pelacur mempermalukan berkali-kali sering merasa dirinya pantas diperlakukan seperti ini, dalam hal ini ia disakiti, dihina atau bahkan dieksploitasi secara seksual.
Akan sedikit disayangkan jika pelacur mempermalukan dilakukan oleh perempuan, lebih khusus lagi perempuan yang mempunyai pemahaman agama yang baik. Ini mengerikan dan membuat agama kita menjadi sesuatu yang menakutkan.
Korban pelacur mempermalukan Dan menyalahkan korban Seringkali mengalami guncangan mental yang parah, sulit untuk pulih, ada yang menginternalisasi ejekan dan penilaian sebagai kebenaran, dan kemudian gagal untuk hidup normal.
Setiap tanggal 25 November, dunia memperingati Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia. Di Indonesia, hal ini tercermin dari kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP) yang dimulai pada tanggal 25 November hingga 10 Desember yang diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM).
Pemilihan jangka waktu 16 hari menunjukkan adanya hubungan simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi manusia. Sekaligus menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Korban kekerasan seksual menghadapi berbagai hambatan dalam mengakses keadilan dan pemulihan, termasuk hambatan pribadi, sosial budaya, hukum dan politik. Keempat hal tersebut saling berkaitan dalam menentukan tingkat kepercayaan diri korban untuk mengadu dan melaporkan kasusnya, menerima keadilan, dan tidak terkecuali untuk merehabilitasi dirinya.
Sayangnya, kurangnya pemahaman terhadap isu kekerasan terhadap perempuan menyebabkan banyak kasus terbengkalai dan tidak terselesaikan.
Banyak korban mengalami trauma parah dan tidak mampu menjalani kehidupan normal. Hal inilah yang kemudian mendorong Komnas Perempuan dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKA) mendirikan Pundi Perempuan pada tahun 2003.
Pundi Perempuan adalah forum penggalangan dana masyarakat untuk mendukung kerja pendampingan perempuan korban kekerasan di Indonesia. Setiap tahunnya, Pundi Perempuan memberikan dukungan kepada 6 organisasi layanan di seluruh Indonesia.
Tahun ini Komnas Perempuan dan IKA bekerja sama kitabisa.comsitus penggalangan dana on line untuk tujuan sosial, untuk menggalang dana publik untuk Pundi Perempuan.
Kiat, bantuan @marianamiruddin dana untuk layanan kekerasan dalam rumah tangga/PPK masih tersedia #reddersisters #16HAKTP pic.twitter.com/nOqx5VfhUg
— Pria Baru (@newboys) 3 Desember 2015
Jalankan kampanye #Selamatkan Saudari KitaKomnas Perempuan, IKa, dan kitabisa.com mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendukung Women’s Crisis Center untuk mendampingi perempuan korban kekerasan.
Gerakan ini terbuka untuk semua kalangan, tujuannya tidak hanya untuk menggalang dana tetapi juga untuk menyebarkan kesadaran tentang isu-isu perempuan. Kekerasan seksual bukan tanggung jawab perempuan saja, tapi tanggung jawab semua orang.
Hal ini bisa menjadi cara untuk mematahkan stigma bahwa laki-laki terlahir sebagai pemerkosa, yang tidak bisa menahan keinginan untuk melihat paha dan payudara. Kesadaran terhadap isu kekerasan seksual dapat menjadi pintu awal penghapusan kekerasan terhadap perempuan secara total.
Seluruh donasi yang terkumpul dalam penggalangan dana #SaveOurSisters Pundi Perempuan akan digunakan untuk mendukung program Women’s Crisis Center, sebuah panti asuhan bagi perempuan korban kekerasan yang dikelola oleh relawan komunitas di beberapa kota.
Setiap donasi yang terkumpul sebesar Rp 1 juta berarti membantu 2 orang perempuan korban kekerasan. Apakah Anda ingin berpartisipasi? —Rappler.com
BACA JUGA:
Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Penulisannya bergaya satir penuh sarkasme. Saat ini ia aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Ikuti Twitter-nya, @Arman_Dhani.