• July 22, 2025

Hindari pacaran, pilihlah jalan ta’aruf

BANDUNG, Indonesia — Aep mengambil salah satu dari sekian banyak map yang bertumpuk di mejanya. Ia membuka formulir lembar demi lembar yang tersusun rapi dalam map berwarna biru. Beberapa di antaranya memuat gambar perempuan. Sedangkan pada map berwarna hitam, foto yang terlihat merupakan foto seorang laki-laki.

Masih banyak kartu warna-warni lainnya. Diperkirakan ribuan bentuk serupa telah dikumpulkan. Formulir tersebut mencantumkan identitas orang yang mengisinya. Mulai dari nama, status perkawinan, warna kulit, hingga pendapatan bulanan. Formulir tersebut juga dilengkapi kolom foto berukuran 3×4 cm dan tanda tangan pengisi. Pada bagian atas formulir tertulis “Biro Laa Tansa Ta’aruf”.

Formulir diisi oleh mak comblang yang mendaftar ke biro. Tapi ini bukan biro jodoh biasa. Laa Tansa Ta’aruf Buro merupakan wadah bagi para pencari jodoh yang ingin mencari pasangan hidup dengan konsep ta’aruf, sesuai dengan namanya.

(BACA: Yang perlu Anda ketahui tentang ta’aruf)

Aep adalah administrator sehari-hari dari agen perjodohan yang didirikan pada tahun 2005. Selain pengurus, Aep juga berperan sebagai mediator mak comblang. Jika ada yang mendaftar, Aep lah yang mencocokkan pendaftar dengan calon yang memenuhi kriteria. Dari situlah proses ta’aruf dimulai.

Apa itu ta’aruf? Menurut Aep, ta’aruf merupakan proses saling mengenal yang tujuannya untuk mencari pasangan hidup. Proses peluncurannya dilakukan dengan menggunakan metode Islami. Ta’aruf merupakan tahap awal dari tujuan terbentuknya mahligai pernikahan. Setelah ta’aruf masih ada tahapan selanjutnya yaitu memahami (saling memahami), dan wabah (saling membantu).

“Beliau selalu didampingi mediator di setiap tahapan, baik secara langsung maupun tidak langsung,” kata Aep saat dihubungi di kantor Biro Laa Tansa Ta’aruf, Masjid Assalam, Jalan Babakan, Ciburial, Dago Atas, di Bandung, Minggu. bertemu, 2 Juli 2017.

“Mungkin aku juga terlalu pilih-pilih, aku ingin mencari calon istri yang sempurna. Kriterianya masih sebatas fisik, jadi sulit.”

Aep mengaku sudah menikah lebih dari seribu pasangan dari puluhan ribu orang yang mendaftar. Pelamar berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar negeri seperti Malaysia, Australia, dan Arab Saudi. Motifnya bermacam-macam, ada yang mencari laki-laki, perempuan bahkan lebih banyak perempuan.

Untuk mendaftar di biro Laa Tansa Ta’aruf, pelamar bisa datang langsung atau mengirimkan biodata melalui aplikasi mengobrol WhatsApp atau BlackBerry Messenger. Setiap pelamar harus membayar biaya pendaftaran yang bervariasi setiap tahunnya.

“Biaya pendaftaran meningkat setiap tahunnya. Pendaftaran tahun ini dikenakan biaya Rp 400 ribu untuk mencari pasangan selama setahun. “Jika dalam tahun tersebut tidak mendapatkan kecocokan, daftar ulang lagi,” kata Aep.

Setelah registrasi, yang bersangkutan akan diberikan nomor telepon persaudaraan atau saudari menurut pilihan atau kriterianya. Selanjutnya, mereka akan saling menyapa melalui SMS atau aplikasi perpesanan di media sosial. Kodenya adalah “Salam ta’aruf.”

Jika memungkinkan, perkenalan dapat dilanjutkan dengan kopi bubuk atau pertemuan tatap muka. Pada saat itu, para calon diharapkan dapat mengenal satu sama lain lebih dalam, termasuk karakter, sifat, kebiasaan buruk dan baik, penyakit yang diderita, serta proyeksi atau cita-cita masa depan dalam berumah tangga. Dalam proses ini, kedua belah pihak diharapkan mengungkapkan identitasnya secara jujur.

Menurut Aep, ada batasan waktu dalam melaksanakan ta’aruf ini.

“Tidak terlalu cepat, tidak terlalu lama; sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Ada batasan waktu. Kalau tidak dibatasi, nanti capek-capek di jalan, kehabisan uang. Jika itu cocok untuk Anda, lakukanlah. “Tidak cocok jadi teman atau anggota keluarga, cari terus,” kata pria berusia 50 tahun ini.

Jika ada kecocokan dalam proses ta’aruf, maka calon dapat melanjutkan ke tahapan memahami dengan mengunjungi keluarga masing-masing agar mereka bisa lebih mengenal satu sama lain. Dari keluarga lah kepribadian seseorang bisa tereksplorasi dengan lebih baik.

Sikap, khususnya sikap orang tua, juga dapat menjadi faktor penentu apakah perkenalan tersebut dapat dilanjutkan khitbah (saran) dan kemudian wabah (saling membantu mempersiapkan pernikahan) atau mapan.

Idealnya, kata Aep, seluruh tahapan menjelang pernikahan berlangsung dalam waktu enam bulan hingga satu tahun.

Namun jika ada kendala dalam prosesnya, misalnya orang tua tidak setuju padahal anaknya cocok, Aep akan turun tangan sebagai mediator. Aep biasanya akan berpesan kepada orang tua untuk memberikan dukungan dan restu kepada anaknya agar bisa menikah dengan pasangan hidup pilihannya.

Pelayanan jodoh ruqyah

Aep mengingatkan, ada syarat tertentu untuk menjalani proses ta’aruf, yakni tidak boleh berkecil hati, frustasi, atau terlalu pilih-pilih. Soal mencari jodoh, lanjut Aep, memang mudah dan sulit. Jadi tujuannya hanya untuk mencari keridhaan Allah.

Menurut Aep, banyak hal yang menjadi penyebab terhambatnya jodoh, bisa karena masalah fisik dan psikis, atau juga karena dosa terhadap sesama manusia dan Tuhan. Masyarakat yang kesulitan mencari pasangan karena hal-hal tersebut dapat datang ke biro Laa Tansa Ta’aruf untuk meminta bantuan. Cara melakukannya adalah dengan melakukannya Ruqyah perjodohan, salah satu layanan yang disediakan oleh biro jodoh.

Seseorang yang hidup Ruqyah Jodoh akan diberikan berbagai amalan yang harus dilakukan, seperti shalat, dzikir, shalat sunnah dan sedekah. Ada pula terapi yang berupa nasehat atau tausyiah.

“Jadi setiap kakak beradik harus datang langsung kesini karena memang ada Ruqyah. Ada dua hal yang harus dilakukan-Ruqyah. Satu secara mental, dua secara fisik. Terapinya sudah dalam bentuk tausiyah,” kata Aep.

Aep mengungkapkan, dari sekian banyak pendaftar, mayoritas adalah perempuan. Dalam setahun, jumlah pendaftar perempuan mencapai tiga ribu orang, sedangkan pendaftar laki-laki hanya sekitar tiga ratus orang. Kebanyakan perempuan, kata Aep, kesulitan mencari pasangan karena sibuk mengejar karier.

“Selain karena penduduknya lebih banyak perempuan, bisa juga karena mereka terlalu banyak menekuni karier. “Kebanyakan perempuan juga pilih-pilih mencari kriteria yang cocok, ketika menginjak usia tiga tahun, mereka menyadari bahwa mereka harus segera mencari pasangan hidup,” kata Aep.

Ta’aruf, lanjut Aep, merupakan upaya mencari jodoh yang tujuan utamanya adalah pernikahan. Oleh karena itu, semakin banyak masyarakat yang mendaftar di biro Laa Tansa Ta’aruf yang siap menikah. Sebagian besar juga telah mencapai usia “kritis”. Ta’aruf dianggap sebagai cara cepat dan aman untuk mencari pasangan hidup, dibandingkan pacaran.

“Ta’aruf itu tujuan nikah, sedangkan pacaran kadang didominasi main-main, nggak tahu ujungnya ke mana, dan belum tentu ada koridor batasan syariatnya. Makanya lebih rapi, aman ta’aruf, karena dalam dunia pacaran banyak resiko hal-hal negatif,” kata Aep.

Hindari pacaran, pilihlah ta’aruf

Pada tahun 2008, Cecep Hidayat mendaftar ke biro Laa Tansa Ta’aruf. Awalnya dia hanya bersenang-senang dengan niat menemani temannya. Namun setelah beberapa kali menjalin hubungan gagal di tengah jalan, Cecep mulai serius mencari calon istri dengan menggunakan ta’aruf di biro jodoh.

Saat pertama kali mendaftar, Cecep langsung mendapat sejumlah SMS dari berbagai orang saudari yang berniat ta’aruf bersamanya. Dalam sehari, pria berusia 38 tahun itu menerima pesan “Salam ta’aruf” dari tanggal 5 hingga 10 saudari yang berlanjut pada pertemuan tersebut. Bahkan, Cecep bersedia menemui calon tersebut di luar Kota Bandung.

Meski sudah ta’aruf dengan sejumlah wanita, namun tak mudah mencari pasangan yang cocok. Ada kendala yang dihadapi Cecep. Entah dari dirinya, wanitanya atau keluarganya.

“Mungkin aku terlalu pilih-pilih, akan mencari calon istri sempurna. “Kriterianya masih sebatas fisik, jadi sulit,” kata Cecep yang ingin mencari perempuan keturunan Arab dan India.

Setelah bertahun-tahun tak menemukan jodoh, seiring bertambahnya usia, Cecep akhirnya serius menjalani ta’aruf dengan tujuan hanya mencari istri yang shaleh. Pada tahun 2016, Cecep bertemu dengan Fitri Ramdiyanti yang juga sedang mencari calon suami melalui biro Laa Tansa Ta’aruf.

“Saya ingat pertama kali Cecep bertanya kepada saya, apakah kamu bisa membaca Alquran atau tidak? Mengapa kamu tidak bisa membaca Al-Quran hari ini?”

Pada pertemuan pertama, Cecep dan Fitri sepakat menjalani proses ta’aruf, meski perasaan satu sama lain masih normal. Pada pertemuan berikutnya, mereka berdua melakukan proses penilaian dengan memperkenalkan diri lebih jauh dan menanyakan hal-hal apa saja yang ingin mereka ketahui tentang pasangannya.

“Saya ingat pertama kali dia (Cecep) bertanya kepada saya, apakah kamu bisa membaca Alquran atau tidak? Kenapa hari ini kamu tidak bisa membaca Al-Quran?” kata Fitri sambil tertawa.

Cecep sendiri mengaku punya daftar hits untuk calon istrinya. Dari berbagai poin penilaian, Fitri terlihat memenuhi kriteria.

“Sangat daftar periksa“Itu dia,” kata Cecep.

Usai melakukan perkenalan dan penilaian, Cecep dan Fitri mulai bercerita tentang rencana mereka membangun rumah tangga. Semuanya dibicarakan, mulai dari kebiasaan sehari-hari, pekerjaan dan gaji, hingga urusan ranjang.

“Agar masing-masing dari kita nanti siap dan bisa saling memahami. Jadi kami komunikasi dari awal, kata Cecep.

Selama proses ta’aruf, Cecep dan Fitri juga melakukan amalan yang disarankan oleh Aep sebagai moderator. Mereka berdua melaksanakan salat istikharah untuk memantapkan hati untuk terus menikah.

Memang pada dasarnya mereka adalah belahan jiwa, proses ta’aruf Cecep dan Fitri berjalan lancar dan singkat, hanya berlangsung satu bulan. Mereka kemudian menikah pada 3 Juni 2016. Kini pasangan bahagia itu sedang menantikan kelahiran buah hati mereka.

Banyak orang mengatakan bahwa orang yang menjalani kurma ta’aruf setelah menikah. Cecep dan Fitri tak bisa memungkirinya. Mereka mengaku semakin mengenal karakter sebenarnya satu sama lain setelah menikah.

Tak jarang pertengkaran terjadi akibat perbedaan pendapat atau kebiasaan yang tidak bisa diterima satu sama lain. Jika mereka berpacaran, kemungkinan besar kondisi ini akan menyebabkan mereka mengakhiri hubungan. Namun, setelah menikah, Cecep dan Fitri belajar untuk saling memahami dan menerima keadaan masing-masing.

Justru karena sudah menikah, kami lebih sabar dan belajar memahami kebiasaan satu sama lain. “Pernikahan ini adalah ikatan yang menguatkan kami,” kata Fitri yang sedang hamil 8 bulan.

Wanita berusia 30 tahun ini mengaku tak menyesal menikah dengan cara ta’aruf. Bahkan melalui proses ta’aruf ia bisa menemukan laki-laki yang bisa mengabulkan harapannya dan membimbingnya di jalan Allah.

“Saya pacaran lama sekali, empat tahun, tapi tidak berhasil, cowoknya tidak serius. Padahal niatku mencari laki-laki, bukan pacar. Makanya saya pilih ta’aruf, kata Fitri.

Pacaran, kata Fitri, ibarat sebuah hubungan yang tidak jelas ujungnya. Berbeda dengan ta’aruf yang mana masing-masing pihak sudah mempunyai niat untuk menikah sejak awal, sehingga proses yang mereka lalui bersama-sama berujung pada pernikahan tersebut.

Sedangkan menurut Cecep, ta’aruf adalah proses hubungan yang sehat, aman, menawarkan ketenangan dan menghindari hal-hal yang dilarang agama.

“Kencan hanya membuang-buang waktu dan banyak hal kerusakan. Semakin lama hubungan maka semakin banyak dosanya, karena dekat dengan perzinahan. Ta’aruf sebenarnya menguntungkan. Perasaan yang dirasakan juga bukan cinta, tapi lebih pada kasih sayang. “Ada pepatah, kalau cinta pudar seiring berjalannya waktu, kalau cinta mati tidak akan hilang,” kata Cecep. —Rappler.com

Live HK