
Ibarat perempuan tanpa vagina: Penulis transgender berbagi kisahnya
keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Buku terbaru Merlyn Sopjan, ‘Wo(w)Man’, diberi tanda +21. Mengapa?
MALANG, Indonesia — “Misalnya, kalau kamu sedang di bandara dan ingin ke toilet, toilet mana yang ingin dituju oleh Mbak Merlyn, toilet wanita atau pria?”
Pertanyaan ini muncul pada sesi bedah buku bertajuk Rabu (w) Laki-laki milik penulis transgender Merlyn Sopjan saat pameran bertema Festival Sejuta Buku yang berlangsung hingga 4 Januari di Malang, Jawa Timur.
Buku ini berisi 19 kumpulan cerita pendek yang terinspirasi dari pengalaman penulis dan sengaja diberi tanda 21+ pada sampulnya.
Pada acara bedah buku yang berlangsung Senin malam, 2 Januari, banyak pertanyaan serupa yang dilontarkan pengunjung kepada penulis yang merupakan seorang transgender. Misalnya, jika ada yang meninggal, apakah akan dikuburkan sebagai perempuan atau laki-laki, atau tentang alasan mereka memilih menjadi transgender, dan mengapa banyak waria atau transgender yang menjadi pelacur.
Merlyn yang terlahir sebagai pria bernama Aryo Pamungkas menjawab semua pertanyaan, terkadang berbagi sejumlah cerita di buku barunya.
“Saya tandai 21+, bukan karena konten seksualnya, tapi karena saya menyebutkan penis dan vagina,” ujarnya dalam sesi bedah buku di Malang.
Misalnya saja seperti kisah seorang pekerja seks dalam cerpen berjudul Blackberry. Merlyn mencoba menawarkan pandangannya bahwa prostitusi adalah pekerjaan halal, meski tidak ada seorang pun yang bercita-cita menjadi pelacur.
Menafkahi keluarga dengan menjual tubuh sendiri, dengan berbagai resiko dan perlakuan yang tidak tepat.
“Seperti TKI (Tenaga Kerja Indonesia) kita, banyak juga yang diperlakukan tidak pantas. Tapi itu urusan mereka sendiri. “Tidak seperti koruptor yang merampas hak masyarakat untuk menghidupi dirinya sendiri,” ujarnya.
Merlyn yang sudah merasa menjadi perempuan sejak usia 4 tahun, menjadi perempuan transgender pada tahun 1998. Ia mengatakan menjadi transgender bukanlah sebuah pilihan.
Layaknya penyandang disabilitas, ia terlahir sebagai perempuan, namun tanpa vagina.
“Saya punya penis, tapi tidak sesuai dengan jiwa saya. Sebagai Wanita tanpa vagina,” kata Merlyn sambil menyebutkan salah satu judul cerpennya.
Buku setebal 153 halaman tersebut merupakan buku ketiga Merlyn, setelah vakum hampir 10 tahun sejak buku keduanya terbit. Buku keduanya yang terbit tahun 2005 diberi judul Jangan lihat alat kelaminku. Wanita transgender kelahiran Kediri ini berharap bukunya mampu memberikan wawasan baru tentang hal-hal yang kerap dialami kelompok minoritas, seperti pelacur atau transgender.
“Jika ada sesuatu dalam sebuah buku yang dianggap tidak baik, maka jangan dilakukan. Ini adalah tanggung jawab setiap individu terhadap Tuhan dan masyarakat. “Bahwa ada pilihan dalam hidup, bukan berarti kita salah kalau tidak sama dengan orang lain,” ujarnya. —Rappler.com