• August 11, 2025
Imam Prasodjo memprotes kerja sama reformasi pertanian dengan WWF Indonesia

Imam Prasodjo memprotes kerja sama reformasi pertanian dengan WWF Indonesia

JAKARTA, Indonesia – Pengamat sosial yang juga aktif mengkaji isu perubahan iklim, Imam B Prasodjo memposting surat terbuka di dinding akun Facebook miliknya, Sabtu, 21 Oktober. Surat tersebut ditujukan kepada Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

Imam protes karena pemerintahan dibentuk oleh kantor Menteri Koordinator Perekonomian sekretariat bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial WWF Indonesia.

Berikut isi surat terbukanya:

BUKA SURAT UNTUK
Yang terhormat Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

Terkadang tidak mudah untuk mendukung kerja pemerintah. Banyak program bagus yang diluncurkan namun tiba-tiba diimplementasikan dengan cara yang aneh sehingga menimbulkan pertanyaan. Ini salah satu contohnya. Hal ini terkait dengan implementasi Kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS).

Pada awal peluncuran program RAPS, saya melihat sendiri banyak aktivis sosial dan masyarakat yang antusias mendukung kebijakan RAPS yang dicanangkan Pak Jokowi. Siapa yang tidak mendukung jika program ini benar-benar dimaksudkan seperti yang tertuang dalam artikel ini:

http://ksp.go.id/nawacita-reforma-agraria/index.html

Kebijakan ini meski tidak mudah untuk diterapkan dengan cepat, namun disambut baik karena membawa misi mulia, yakni membatasi kesenjangan sosial ekonomi di negeri ini. Kebijakan-kebijakan sebelumnya yang bias terhadap pola “Perhutanan Negara” dan “Perhutanan Modal” akan diseimbangkan dengan “Perhutanan Sosial” yang lebih berpihak pada masyarakat miskin.

Saya juga merasa senang bisa membantu banyak teman-teman di birokrasi sebagai narasumber untuk membahas RAPS sehingga program ini menjadi sebuah gerakan untuk “memajukan kesejahteraan rakyat” yang benar-benar dilaksanakan secara partisipatif dan didukung oleh masyarakat luas. Aktivis, tokoh masyarakat, dan akademisi peduli mulai bergerak membantu karena melihat niat baik tersebut.

Sayang seribu sayang. Di saat kami sedang bekerja keras menggalang partisipasi seluruh kelompok masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan program RAPS dan mengawalnya agar program ini tepat sasaran dan bukan “proyek bancakan” bukan, tiba-tiba muncul kabar tentang Kebijakan Menko Perekonomian yang menunjuk WWF Indonesia sebagai Sekretariat PMO percepatan program RAPS. apa ini Ini sungguh berita yang mengejutkan dan mencurigakan.

Saya khawatir itu terjadi karena Tuan. Darmin Nasution (atau mungkin hanya karya Pak Lukita Dinarsyah Tuwo) yang belum paham betapa sensitifnya isu ini. Faktanya, WWF Indonesia (sebuah LSM yang berafiliasi atau “bagian” dari “jaringan global WWF”) berperan menggantikan peran negara dalam hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Lagi pula mau ditaruh di mana peran serta masyarakat yang telah bekerja keras mendukung dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya karena ingin berkontribusi pada negaranya sendiri?

Apakah pemerintah atau bahkan bangsa ini rela menyerahkan peran kepemimpinannya kepada lembaga yang berafiliasi dengan lembaga internasional yang sebenarnya tidak punya reputasi dalam menangani permasalahan seperti ini? (Saya sendiri tidak yakin bahwa seluruh manajemen inti dan internasional WWF Indonesia setuju dengan peran yang dimainkan. Saya menduga ini adalah ulah individu pimpinan WWF Indonesia yang tidak memahami isu sensitif ini).

Seburuk-buruknya negara ini, saya yakin kita masih bisa menangani kasus RAPS tanpa melakukan tindakan (mensubkontrakkan?) kepada pihak-pihak yang mudah dianggap mempunyai ikatan dengan pihak luar. Masih banyak aktivis sosial, pakar dari kampus, birokrat berdedikasi, atau putra-putri Indonesia sendiri yang bekerja di bawah bendera Indonesia dan tidak terafiliasi dengan pihak luar manapun, yang bersedia dan mampu menangani program RAPS ini. Harap segera perbaiki kebijakan ini.

Maaf kalau suaraku agak jengkel. Saya sangat kecewa dengan berita ini:

https://m.antaranews.com/…/pemerintah-setuju-bentuk-sekreta…

Dengan segala hormat, saya berharap Pak Darmin Nasution dapat merevisi kebijakan ini. Mudah-mudahan Pak Jokowi segera turun tangan menyelesaikan masalah ini. Mudah-mudahan para pejabat WWF Indonesia dan internasional yang “asli” yang selama ini mempunyai pemikiran bijak segera turun tangan untuk “memperbaiki” anak buahnya yang nekat menerima pekerjaan (yang menurut saya bukan bagiannya).

Salam,

Imam B.Prasodjo

Alasan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Kamis, 19 Oktober ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sepakat untuk membentuk sekretariat bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial dengan WWF Indonesia sebagai upaya mendukung program kebijakan pemerataan ekonomi.

“Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menunjuk WWF Indonesia sebagai mitra untuk membentuk sekretariat bersama sebagai Project Management Office (PMO),” kata Sekretaris Menko Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo di Jakarta, seperti dikutip media. .

Lukita menjelaskan, pembentukan sekretariat ini dilakukan untuk mempercepat proses reforma agraria yang penting untuk mendorong program kebijakan pemerataan ekonomi, mengurangi kesenjangan kepemilikan atau penguasaan tanah serta menurunkan angka kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja.

“Dengan ditunjuknya PMO ini diharapkan kerja sama antar kementerian dan lembaga yang menangani reforma agraria akan berlangsung lebih efektif dan mempercepat sasaran program reforma agraria,” ujarnya.

Saat itu, CEO WWF Indonesia Rizal Malik mengatakan kolaborasi ini penting untuk mewujudkan komitmen pemerintah dalam perbaikan tata kelola dan mewujudkan perhutanan sosial, serta pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati.

Tanggapan WWF Indonesia

Rappler menghubungi Rizal Malik yang berada di Tual, Maluku Tenggara, Sabtu malam, untuk meminta jawaban atas surat terbuka Imam Prasodjo.

“Yang Pertama Perlu diperjelas bahwa Yayasan WWF Indonesia adalah badan hukum Indonesia dengan pendiri dan pengambil keputusan (pengurus) semuanya orang Indonesia, kata Rizal melalui pesan singkat.

Yang Kedua, Rizal mengatakan, WWF Indonesia sudah 10 tahun membantu Kementerian Koordinator Perekonomian yang merupakan sekretariat kerja sama 3 negara (Indonesia, Malaysia dan Brunei) untuk menyelamatkan Heart of Borneo.

Yang ketigaWWF Indonesia telah terlibat dalam kegiatan perhutanan sosial sejak tahun 2000, dan telah membantu menyelesaikan konflik kepemilikan di beberapa taman nasional.

Menurut Rizal, pihaknya telah mengklarifikasi hal tersebut kepada koalisi LSM yang terlibat dalam reforma agraria. Ia mencoba memperjelas posisi Yayasan WWF Indonesia dengan Imam Prasodjo.

Program reforma agraria yang dicanangkan pemerintah antara lain berupa legalisasi dan redistribusi aset yang tergolong Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seluas sembilan juta hektar.

Dari luas tersebut, 4,5 juta hektare ditargetkan untuk legalisasi aset, 3,9 juta hektare untuk sertifikasi lahan warga, dan 0,6 juta hektare untuk lahan transmigrasi.

Sisanya sebesar 4,5 juta hektare dialokasikan untuk redistribusi aset yang terdiri atas 0,4 juta hektar lahan HGU terdegradasi dan lahan terlantar serta 4,1 juta hektar pelepasan kawasan hutan negara. – Rappler.com

judi bola