• November 16, 2024
Indonesia bisa menjadi pemersatu Palestina melalui KTT OKI

Indonesia bisa menjadi pemersatu Palestina melalui KTT OKI

KTT Luar Biasa OKI ke-5 digelar agar dunia tidak melupakan isu Palestina. Sampai saat ini, Palestina masih diduduki oleh Israel

JAKARTA, Indonesia – Pengamat Timur Tengah dan jurnalis senior Trias Kuncahyono mengatakan Indonesia dapat memainkan peran penting melalui KTT Luar Biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 6-7 Maret.

Trias mengatakan, Indonesia bisa menjadi pemersatu dua faksi besar yang masih berjuang di Palestina, yakni Fatah dan Hamas.

Sejak memenangkan pemilihan umum pada Januari 2006, faksi Hamas dan Fatah lebih fokus pada perebutan kekuasaan.

“Kesalahan Fraksi Fatah dalam menjalankan Palestina justru memberikan ruang bagi Hamas untuk merebut hati rakyat Palestina yang tinggal di Kota Gaza. Padahal, kalau Palestina tidak bersatu, ke depan akan sulit melawan Israel,” kata Trias dalam diskusi KTT OKI di kantor presiden, Jakarta, Rabu, 2 Maret 2018.

Dalam sejarah Timur Tengah, sulit bagi sebuah negara bersatu untuk mengalahkan Israel. Sementara itu, Palestina harus terus memperjuangkan hak atas wilayahnya yang diduduki secara sepihak oleh Israel.

“Indonesia bisa masuk ke sana dengan menjadi pemersatu. Dipercaya oleh dua faksi di Palestina untuk menjadi tuan rumah KTT bisa menjadi aset,” kata Trias.

Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia dapat berperan dalam mengingatkan dunia untuk kembali fokus pada isu Palestina. Pasalnya, isu ini dibayangi oleh konflik lain yang terjadi di Timur Tengah, seperti perang di Suriah dan pengungsi Suriah yang membanjiri benua Eropa.

Diharapkan dengan menyatukan suara dari 56 negara anggota OKI, akan ada satu kesatuan sikap terhadap isu ini sehingga dipandang kuat.

“OKI memiliki kemampuan untuk berperan dalam proses perdamaian Israel-Palestina. Karena kalau tidak diselesaikan, OKI akan punya hutang sejarah di masa depan,” ujarnya.

Jika Palestina bersatu, mereka dapat fokus pada negosiasi ulang perdamaian dengan Israel. Menurut Trias, ada lima isu utama yang belum disepakati antara Israel dan Palestina, yakni status kota Yerusalem, pengungsi, perbatasan, keamanan, dan akses air.

Trias mengatakan, jika Indonesia ingin terlibat dalam pembicaraan damai antara Palestina dan Israel, tidak bisa hanya menjalin komunikasi dengan satu pihak saja. Sedangkan saat berkomunikasi dengan warga Israel, Indonesia memilih jalur tidak langsung melalui negara-negara sekutu Israel.

“Yang dikhawatirkan adalah apa yang ditransmisikan oleh Indonesia akan didistorsi oleh negara. Daripada menggunakan bantuan negara sekutu seperti Amerika Serikat, Indonesia bisa menjalin kerja sama dengan negara-negara yang dipercaya oleh Israel dan Palestina,” kata Trias.

Menurutnya, jika KTT berhasil, peran Indonesia di dunia internasional akan meningkat. Jika ke depan KTT luar biasa kembali digelar di Indonesia, akan menjadi perhatian dunia.

Menghasilkan dua dokumen

Di tempat yang sama, Menlu Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia mengadakan KTT atas permintaan Palestina dan OKI. Lantas apa urgensinya Indonesia menerima tawaran itu?

Retno menjelaskan, karena kondisi di wilayah Yerusalem semakin parah, maka perlu segera ditindaklanjuti.

“75 persen warga Palestina yang tinggal di sana hidup di bawah garis kemiskinan. Hanya 41 persen yang memiliki akses pendidikan dan 64 persen warga memiliki akses air bersih. Jika isu kemanusiaan ini tidak disikapi sekarang, maka akan dilupakan oleh dunia internasional,” kata Retno.

Dia menegaskan bahwa OKI juga akan mengadakan pertemuan puncak yang dijadwalkan pada bulan April di Istanbul, Turki.

“Namun, ada banyak masalah yang perlu didiskusikan. Sementara di KTT ini kita bisa fokus membahas masalah Palestina,” ujar mantan Dubes RI untuk Belanda itu.

Meski di luar jadwal, sebanyak 49 negara dari 56 negara anggota OKI telah memastikan kehadirannya. Selain negara anggota OKI, Indonesia juga mengundang 4 negara pengamat dan 4 pihak lainnya yang dianggap berpengaruh dalam proses perdamaian Israel-Palestina atau biasa disebut Kuartet.

Keempat negara pengamat tersebut terdiri dari Thailand, Republik Afrika Tengah, Bosnia dan Rusia. Sedangkan yang dimaksud kuartet adalah Rusia, Amerika Serikat, PBB dan Uni Eropa.

Dalam pertemuan yang akan digelar selama dua hari itu, akan disampaikan dua dokumen. Pertama, resolusi tersebut berisi seruan politik dari negara-negara anggota OKI terkait isu Yerusalem. Kedua, Deklarasi Jakarta yang memuat hal-hal konkrit yang dapat ditindaklanjuti setelah KTT diselenggarakan.

Retno mengatakan bahwa KTT ini bukanlah sebuah perayaan dan acara. Dengan demikian, setelah KTT terselenggara, masih diperlukan upaya untuk mewujudkan pembentukan negara Palestina yang berdaulat. —Rappler.com

BACA JUGA:

Data HK