Indonesia siap membantu Bangladesh mengatasi krisis pengungsi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Pemerintah Bangladesh menyambut baik niat baik Indonesia untuk mengatasi krisis pengungsi
JAKARTA, Indonesia – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akhirnya tiba di Bangladesh pada Selasa, 5 September setelah sebelumnya bertemu dengan beberapa pejabat di Myanmar. Sama seperti di Myanmar, Retno menyampaikan pesan Presiden Joko “Jokowi” Widodo bahwa Indonesia siap membantu meringankan beban pemerintah Bangladesh dalam menangani pengungsi.
Data PBB menyebutkan 123 ribu pengungsi asal Myanmar masuk ke Bangladesh akibat kekerasan di negara bagian Rakhine pada 25 Agustus lalu. Retno kemudian mendapat penjelasan langsung mengenai kondisi pengungsi dari berbagai pejabat di Bangladesh, antara lain Menteri Luar Negeri, perwakilan UNHCR, IOM, dan Perdana Menteri Sheikh Hasina.
“Saya sampaikan simpati pemerintah Indonesia kepada pemerintah Bangladesh karena jumlah pengungsi yang akan diterima cukup besar. Oleh karena itu, saya sampaikan amanah Presiden agar Indonesia memberikan dukungan dan kontribusi kepada Bangladesh untuk mengurangi beban pemerintah dalam menangani krisis kemanusiaan ini, kata Retno pada Selasa malam, 5 September, di Dhaka.
Retno mengaku bersyukur karena niat baik Indonesia disambut positif oleh pemerintah Bangladesh. Apalagi, pertemuan itu digelar di sana di tengah libur Idul Adha.
Setelah niat tersebut tersampaikan, hasilnya kemudian akan ditindaklanjuti oleh Duta Besar Indonesia di Bangladesh. Sebab Bangladesh perlu mengidentifikasi kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh para pengungsi yang notabene warga etnis Rohingya tersebut.
Selain itu, Retno juga membahas permasalahan lain yang masih tertunda namun diperlukan untuk mengatasi krisis kemanusiaan ini. Permasalahannya adalah mengenai pengelolaan perbatasan.
Indonesia, kata dia, kembali memainkan perannya agar komunikasi antara Bangladesh dan Myanmar berjalan positif.
“Karena jika komunikasi kedua negara tidak dikelola dengan baik maka akan sulit bagi mereka untuk menangani masalah perbatasan,” ujarnya.
Maraton kemanusiaan
Dalam kesempatan itu, Retno mengakui apa yang dilakukan pemerintah Indonesia bukanlah hasil yang instan. Hubungan baik yang terjalin antara Indonesia dengan Myanmar dan Bangladesh diperlukan sebagai modal untuk berkomunikasi dengan keduanya.
Pemerintah Indonesia menghindari penggunaan “diplomasi megafon” dengan mengkritik komunitas tertentu di Myanmar. Sebaliknya, pemerintah menggunakan pendekatan kemanusiaan untuk memberikan bantuan langsung kepada etnis minoritas Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Upaya yang dilakukan sejak setahun lalu telah membuahkan hasil berupa bantuan di bidang ekonomi, pendidikan, dan sosial.
Indonesia telah membangun enam sekolah dan satu rumah sakit di Myanmar. Bahkan, Retno sempat berkunjung ke Rakhine State pada 20-22 Januari dan bertemu berbagai pihak.
“Selama perjalanan saya dari Myanmar ke Bangladesh, saya menyebutnya ‘Marathon for Humanity’. Saya melakukan banyak komunikasi sebelum berangkat ke Myanmar. “Karena kita bisa menjawab permasalahan kompleks seperti ini, kita harus berbicara dengan banyak pihak,” ujarnya.
Retno berbincang dengan mantan Sekjen PBB Kofi Annan, Sekjen PBB Antonio Guterres, Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan MA, Penasihat Keamanan Nasional Myanmar U Thaung Tun, dan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.
Bahkan, dalam perjalanannya menyelesaikan misi kemanusiaan tersebut, Retno mendapat telepon dari berbagai menteri luar negeri, yakni Menlu Belanda, Menlu Inggris, dan Menlu Iran. Sementara itu, Retno juga mengajak komunikasi dengan seluruh menteri luar negeri negara-negara ASEAN untuk memberikan dukungan.
Intinya mereka mendukung upaya kemanusiaan yang dilakukan Indonesia, kata Retno.
Sementara itu, saat bertemu dengan para pejabat Myanmar, termasuk Aung San Suu Kyi, mantan duta besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda itu menyampaikan usulan “4+1” sebagai salah satu cara mengatasi krisis di Myanmar. Proposal “4+1” terdiri dari pemulihan stabilitas dan keamanan, tidak menggunakan kekerasan, perlindungan seluruh orang di Rakhine State, pembukaan akses bantuan kemanusiaan dan implementasi rekomendasi Komisi Penasihat untuk Rakhine State, Kofi Annan. – Rappler.com