Indonesia tidak terpengaruh meski AS sudah menarik diri dari Perjanjian Paris
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Sesaat dunia dihebohkan. Namun tidak butuh waktu lama untuk mewujudkan komitmen yang tertuang dalam Perjanjian Paris atau ‘Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim’. Presiden Prancis Emmanuel Macron melontarkan pernyataan yang juga dibagikan di akun Twitternya dengan tema “Jadikan planet kita hebat”. Ini permainan kata-kata dari jargon kampanye Trump, “Make America Great Again”.
Reaksi sejumlah aktivis perubahan iklim di Indonesia sejalan dengan pernyataan sejumlah pemimpin dunia yang dimuat di sini. Ketua Komite Pengarah Perubahan Iklim Nasional, Sarwono Kusumaatmadja, mengatakan negara bagian, kota, dan masyarakat di AS dapat menempuh jalannya sendiri untuk mewujudkan ekonomi rendah karbon.
Sikap Trump bisa menimbulkan militansi pro iklim, kata Sarwono, Jumat, 2 Juni, dalam grup chat “Climate Corner”. Sarwono setuju pernyataannya dikutip untuk Rappler.
Sebuah survei yang dilakukan tahun lalu oleh Yale Communication menunjukkan bahwa sekitar 70 persen warga Amerika di 50 negara bagian menyetujui partisipasi Amerika dalam Perjanjian Paris. Negara bagian California, salah satu negara bagian terbesar di sana, mendukung Perjanjian Paris.
Data dari World Resources Institute menunjukkan bahwa jika negara-negara bagian AS yang mendukung Perjanjian Paris adalah sebuah negara, mereka akan setara dengan ekonomi terbesar ke-5 di dunia, penghasil emisi terbesar ke-6 di dunia, dan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-12 di dunia. Amerika merupakan penghasil emisi karbon terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Fabby Tumiwa, direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan AS bukanlah penentu utama pemenuhan target Perjanjian Paris.
“Terbukti di bawah Protokol Kyoto, mereka tidak berkomitmen, dunia terus melanjutkan,” kata Fabby kepada Rappler.
Menurutnya, kebijakan perubahan iklim di AS tidak hanya ditentukan oleh pemerintah federal, tetapi khususnya oleh pemerintah negara bagian.
“Ada 24 negara bagian, yang memiliki kebijakan perubahan iklim yang kuat. “Ada enam negara bagian yang sebenarnya melampaui target tahun 2020,” kata Fabby. Emisi karbon beberapa negara bagian berada di bawah tingkat emisi target pada tahun 1990.
komitmen Indonesia
Meski Amerika Serikat menarik diri dari Perjanjian Paris, namun hal itu tidak berdampak pada Indonesia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menegaskan Indonesia akan tetap berkomitmen terhadap implementasi Perjanjian Paris yang ditandatangani pada tahun 2015.
Siti mengatakan Indonesia sangat berkepentingan untuk menurunkan suhu bumi di bawah 2 derajat Celcius.
“Indonesia merupakan negara kepulauan dan pada dasarnya sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Pulau kita ada 17.520 dan masih banyak pulau-pulau kecil. Selain itu, tidak kurang dari 60% penduduk kita tinggal di wilayah pesisir yang rawan banjir, kata Siti menjelaskan alasan Indonesia terus melaksanakan Perjanjian Paris pada Jumat malam, 2 Juni.
Agenda pengendalian perubahan iklim di Indonesia juga sejalan dengan amanat Konstitusi. Oleh karena itu, pemerintah semakin berkewajiban untuk mewujudkan hal tersebut.
“Melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim juga merupakan perintah UUD 1945 untuk melindungi seluruh tumpah darah dan bangsa Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. Undang-undang ini tidak boleh diterapkan atas perintah internasional, melainkan atas perintah undang-undang terhadap pejabat eksekutif.
Perjanjian Paris, kata Siti, merupakan seperangkat instrumen peraturan dasar, metode, pendekatan, acuan, standar, dan format terukur dalam upaya negara-negara dalam melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
“Jadi, Indonesia akan menjalankan konstitusi dan undang-undangnya sendiri dan tidak bergantung pada negara lain, termasuk Amerika Serikat. “Kita mempunyai kedaulatan dan tujuan negara serta target nasional yang ingin dicapai,” ujarnya.
Fabby pun mengamini apa yang disampaikan Menteri Siti. Yang penting, menurutnya, negara-negara lain yang telah menandatangani Perjanjian Paris tetap berkomitmen untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Terdapat 175 negara termasuk Indonesia yang telah menandatangani Perjanjian Paris.
“Yang penting Indonesia bagaimana? Tanpa penghapusan batubara secara serius“Indonesia akan sulit mencapai target Perjanjian Paris setelah tahun 2030,” kata Fabby.
Perjanjian Paris adalah perjanjian pertama dalam dua dekade yang menjadi landasan bagi upaya global mengurangi kenaikan suhu bumi hingga di bawah 2 derajat Celsius pada tahun 2020. Perjanjian Paris dianggap sebagai terobosan bagi kemanusiaan.
Pada penandatanganan Perjanjian Paris di markas besar PBB di New York, AS, 22 April 2016, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, menyampaikan hal-hal yang telah dilakukan Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi karbon yang ingin dicapai.
Siti menyoroti program Evaluasi Kinerja Perusahaan (PROPER) yang menetapkan efisiensi perusahaan mampu menurunkan emisi setara 39,8 juta ton CO2. Dibandingkan posisi tahun 2011, angka penurunan emisi gas rumah kaca mencapai 65 persen.
Indonesia juga akan mendorong program Eco-Driving dengan membangun lebih banyak transportasi umum. Kontribusi program ini terhadap penurunan emisi karbon mencapai 10 persen.
Indonesia juga menyadari pentingnya mengatur penggunaan hutan dan lahan untuk melakukan mitigasi perubahan iklim, yang dapat membawa manfaat adaptasi. Luas lahan hutan di Indonesia tercatat 65 persen dari luas negara yang mencapai 87 juta kilometer persegi.
Salah satu bentuk kegiatan yang melibatkan kota dan kabupaten adalah penanganan sampah, baik di laut maupun di sungai. – Rappler.com