• October 14, 2025
Jadikan Jakarta ramah perempuan

Jadikan Jakarta ramah perempuan

JAKARTA, Indonesia – Perempuan Peduli Kota Jakarta (PPKJ) menyampaikan harapannya agar Jakarta menjadi kota yang semakin ramah terhadap perempuan. Harapan tersebut mencakup berbagai aspek seperti perekonomian, pendidikan, dan pengambilan kebijakan.

“Yang kita sampaikan bersama adalah tetap konsisten menyuarakan isu-isu perempuan yang harus direspon dalam langkah-langkah kebijakan di Jakarta,” kata Perwakilan PPKJ Rita Serena Kolibonso saat pembacaan keterangan di Jakarta, Senin 2 Januari.

PPKJ menilai saat ini Jakarta sudah banyak berubah, menjadi lebih baik bagi perempuan.

PPKJ yang juga merupakan pendukung calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama menjelaskan perubahan apa saja yang mereka rasakan.

Anggota PPKJ lainnya, Saparinah Sadli, mengatakan Ahok telah melaksanakan 8 program unggulan ramah perempuan.

Pertama, di bidang kesehatan adanya peredaran Kartu Jakarta Sehat (KJS). Selain itu, DKI Jakarta juga menjadi provinsi percontohan program vaksinasi kanker serviks gratis dari Kementerian Kesehatan.

“Dilengkapi dengan fasilitas pengiriman gratis,” kata Saparinah. Angka kematian ibu (AKI) di Jakarta juga mengalami penurunan yakni menjadi 98 per 100 ribu penduduk; jauh di bawah rata-rata MMR nasional.

Di bidang pendidikan, para ibu dipermudah dengan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dengan anggaran Rp 2,5 triliun. Pemegang KJP mendapat subsidi pangan dan bantuan transportasi.

“Tentunya bantuan ini sangat meringankan beban masyarakat khususnya perempuan karena lebih membuka kesempatan belajar bagi seluruh anak,” kata Saparinah.

Ahok juga menganggarkan Rp2,7 triliun untuk Kartu Pelajar Jakarta Unggul. Melalui program ini, mahasiswa akan mendapat bantuan sebesar Rp 18 juta per tahun di perguruan tinggi negeri.

Dalam pembangunannya, Ahok rutin membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Hingga saat ini, terdapat 188 RPTRA yang tersebar di DKI Jakarta.

“Di ruang publik tempat bertemunya generasi muda dan tua, anak mempunyai tempat bermain dan orang tua mengawasi anaknya dalam berinteraksi dengan tetangga,” kata Saparinah.

Selain menumbuhkan rasa saling peduli, cara ini dinilai bisa menjadi landasan untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak karena ruang terbuka bisa diawasi.

Ahok dan rekannya, Djarot Saiful Hidayat, berencana mengembangkan fasilitas ramah perempuan jika mereka terpilih kembali pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Salah satu rencananya adalah membangun klinik di pasar tradisional.

“Sambil menunggu dagangannya di pasar, mereka bisa memeriksakan diri ke klinik yang ada di pasar. Termasuk setelah KJS ada, masalah biaya hampir tidak ada lagi, kata Ahok saat berkampanye di Rumah Lembang, Jakarta Pusat pada Desember 2016.

Sebelumnya, Ahok juga meresmikan bus TransJakarta khusus perempuan sebagai respons atas maraknya pelecehan di angkutan umum.

Apa itu cukup?

Dengan segala perubahan yang dilakukan Ahok dan Djarot, serta gubernur-gubernur sebelumnya, apakah Jakarta bisa dikatakan kota ramah perempuan?

Mia Olivia yang sudah 31 tahun tinggal di Ibu Kota mengaku ada perubahan. “Ada beberapa hal baik dalam bersikap ramah terhadap perempuan, seperti menyediakan ruang laktasi, meski tidak di semua tempat,” katanya kepada Rappler, Senin.

Namun, lanjut Mia, masih banyak permasalahan lain yang perlu dipertimbangkan. Seperti keselamatan perempuan di angkutan umum dan di jalan raya.

Warga DKI lainnya, Afina Nurul Faizah, juga berpendapat serupa dengan Mia. Dia masih belum merasa aman setelah setahun menjelajahi ibu kota.

“Saya tidak bisa mengatakan ini lebih ramah perempuan, bukan? Bagi saya, Jakarta masih sama dengan kota-kota yang saya tinggali. “Perempuan sulit berjalan tanpa diganggu,” kata Afina.

Tak hanya itu, ia juga kaget saat melihat di kota megapolitan ini masih ada jalanan gelap tanpa lampu jalan. Afina menemukan kawasan seperti itu di sekitar Taman Langsat dan Jalan Haji Syaip, Jakarta Selatan.

“Kalaupun ada, jumlahnya sangat kecil. “Jadi saya berpikir dua kali untuk pergi,” katanya.

Baik Afina maupun Mia berharap Gubernur Jakarta mendatang, siapa pun dia, berani bersuara demi keselamatan perempuan. Misalnya saja menindak tegas pelaku pelecehan seksual di tempat umum dan transportasi umum.

“Mungkin gubernur juga harus terlibat dengan berbagai aktivis perempuan, banyak sekali,” kata Afina. Kebijakan dalam bentuk peraturan gubernur tentu diperlukan.

Sebagai kepala daerah tentu akan sangat efektif jika berani bersuara mendukung perempuan. Misalnya mengatakan tidak sopan bersiul atau memanggil-manggil perempuan di jalan.

Selain itu, ada beberapa tugas lain seperti pemberdayaan ekonomi perempuan. Khususnya bagi pemukiman kembali warga yang kehilangan mata pencaharian dan harus berjuang di tempat barunya.

Survei yang dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebutkan bahwa hampir separuh perempuan yang dimukimkan kembali juga merupakan pencari nafkah keluarga. Mereka menghadapi hilangnya pekerjaan dan meningkatnya biaya hidup di apartemen.

Menanggapi hal tersebut, Rita yang juga aktif di bidang hak asasi manusia, mengatakan gubernur harus memberikan perhatian. “Kita perlu membantu meningkatkan sumber daya dan perekonomian,” kata Rita.

Salah satu contohnya adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru bagi mereka, sebagai kompensasi atas hilangnya sumber mata pencaharian selama pemukiman kembali.—Rappler.com

lagu togel