Jangan abaikan polisi tidur, hukumannya bisa dipenjara
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Ada peraturan untuk membuat polisi tidur. Ada sanksi bagi yang melanggar
JAKARTA, Indonesia – Polisi tidur sebenarnya dirancang untuk mendorong pengemudi mengurangi kecepatan kendaraannya. Namun karena dilakukan secara acak, tidak jarang polisi tidur justru memakan korban.
Hal tersebut dialami pada Oktober tahun lalu oleh seorang satpam bernama Dapot Purba. Saat itu Dapot sedang melewati Jalan Pasar 10 Tembung, Deliserdang, Sumatera Utara.
Sepeda motornya tiba-tiba menabrak polisi tidur. Dapot terjatuh dan kemudian meninggal. “Saya kira karena jalanan gelap, korban tidak melihat adanya ‘polisi tidur’,” kata. Juli (37) warga sekitar.
Dapot Purba bukan satu-satunya korban meninggal akibat polisi tidur. Korban lainnya, yaitu Liswati (27), mengalami nasib serupa. Warga Batam ini tiba-tiba mengerem sepeda motornya karena kaget melihat polisi tidur pada Juli 2016.
Liswati berhasil menghentikan sepeda motornya namun tidak dengan mobil di belakangnya. Liswati sangat terpukul. Dia meninggal setelah dikejar ke rumah sakit.
Pengamat Transportasi ITB Saptahari Sugiri mengatakan, polisi tidur menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan, khususnya kecelakaan tunggal. Benjolan cepat, kata Saptahari, adalah satu-satunya penyebab kecelakaan terbesar di samping jalan rusak.
Hal ini, lanjut Saptahari, karena speed bump yang dibangun tidak sesuai aturan. ““Yang terjadi saat ini speed bump dibuat terlalu tinggi, padahal ada tingkat kemiringannya sesuai aturan,” ujarnya. adalah.
Aturan polisi tidur
Pembuatan kebijakan tidur tidak bisa dilakukan begitu saja karena ada aturan yang mengaturnya yakni Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.3 Tahun 1994 tentang Pengendalian dan Peralatan Keselamatan Pengguna Jalan.
Dalam peraturan tersebut polisi tidur dimasukkan sebagai alat pembatas kecepatan. Pasal 4 aturan tersebut menyebutkan, pembangunan hanya boleh dilakukan pada polisi tidur lingkungan pemukiman, jalan lokal kelas IIIC, dan pada jalan tempat dilakukannya pekerjaan konstruksi.
Pada pasal selanjutnya yakni pasal 5 harus ada polisi tidur memiliki garis miring berupa cat berwarna putih sehingga dapat dilihat oleh pengemudi. Sedangkan Pasal 6 mengatur tentang bentuk-bentuk polisi tidur yang diperbolehkan.
Pasal tersebut menyebutkan, bentuk pembatas kecepatan atau speed bump harus menyerupai trapesium dengan tinggi maksimal 12 cm, sisi miringnya mempunyai kemiringan yang sama yaitu maksimal 15 persen, dan lebar puncak datar minimal 15 cm. Selain itu, material yang digunakan untuk membuat speed bump juga harus sama dengan material yang digunakan untuk membuat badan jalan.
Siapa yang berhak membuat polisi tidur?
Undang-undang no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) tidak menyebutkan secara spesifik siapa yang berwenang membuat polisi tidur. TNamun pengaturannya bisa kita temukan pada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yaitu peraturan daerah (Perda).
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai Dan Danau Serta Penyeberangan Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Perda DKI Jakarta 12/2003) mengatur hal tersebut misalnya
Pasal 53 huruf b Perda DKI Jakarta 12/2003 menyatakan bahwa setiap orang tanpa izin kepala dinas angkutan dilarang membuat atau memasang pembatas keselamatan jalan dan pita kebisingan (jebakan cepat).
Jadi bisa dibilang, tidak sembarang orang bisa membuat atau memasang pembatas keselamatan jalan raya di DKI Jakarta. Hanya orang yang telah mendapat izin dari Kepala Dinas Perhubungan saja yang bisa melakukannya.
Ancaman kriminal
Jika ada yang nekat memasang polisi tidur tanpa izin, maka yang bersangkutan dianggap melanggar Pasal 105 ayat (1) Perda DKI Jakarta 12/2003 dan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda. hingga Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). —Rappler.com