• September 25, 2024
Jangan sampai kasus kekerasan terhadap perempuan dilupakan begitu saja

Jangan sampai kasus kekerasan terhadap perempuan dilupakan begitu saja

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan remaja asal Bengkulu YY terus santer diberitakan. Usai kejadian tersebut, publik kembali dihebohkan dengan peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan yang menimpa EP di Tangerang. EP diperkosa dan dibunuh oleh 3 orang pria dengan cara yang sangat sadis.

Saat ini kedua kasus tersebut juga ramai diperbincangkan di media sosial. Namun seiring berjalannya waktu, apa yang terjadi selanjutnya? Apa yang bisa kita lakukan agar kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) tidak hilang dan terlupakan?

Berikut hal-hal yang dapat kita lakukan:

Amati dan laporkan

Untuk mengetahui seberapa luas fenomena Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), kita bisa memulainya dengan mencatat kasus-kasus yang terjadi kemudian melaporkannya. Hal yang sama juga harus Anda lakukan jika ada anggota keluarga, tetangga, atau orang yang Anda kenal yang memiliki KTP.

Anda bisa melaporkannya ke pihak kepolisian, Komnas Perempuan, Puskesmas dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau kepada siapapun yang bisa membantu. Langkah ini penting agar korban segera mendapatkan pertolongan dan keadilan dapat ditegakkan.

Pencatatan kasus KTP di domain publik juga penting. Saya sendiri mengelola halaman di Facebook yang khusus mencatat kasus pembunuhan yang melibatkan perempuan di Indonesia. Tujuan survei ini bukan untuk menghibur, namun untuk memastikan masyarakat mengetahui bahwa Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan terhadap perempuan.

Australia juga punya proyek serupa (omong-omong, proyek itu menjadi sumber inspirasi bagi saya kali ini). Proyek tersebut dinilai mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pengambil keputusan di tingkat nasional.

Mendorong media untuk bekerja sesuai kode etik

Media massa berperan besar dalam menyebarkan informasi mengenai kasus KTP karena melalui media ini masyarakat mengetahui bahwa kejadian tersebut banyak terjadi di tanah air. Namun media harus menggunakan kode etik jurnalistik dalam menulis kasus KTP, seperti tidak menyebutkan nama korban (apalagi jika masih hidup) atau informasi pribadi korban (seperti desa, alamat, sekolah, atau tempat kerja).

Jangan mempublikasikan foto korban jika belum mendapat izin dari keluarga (seperti orang tua atau pasangannya), maka media juga harus memikirkan matang-matang apakah kronologi kejadian harus dipublikasikan secara detail. Jika tidak diperlukan, jangan dipublikasikan.

Mengapa saya menyarankan hal ini? Sebab, masyarakat harus mendorong media untuk meliput kasus KTP sesuai dengan kode etik. Jika Anda menemukan berita yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik, Anda dapat melaporkannya ke Dewan Pers untuk ditindaklanjuti.

Melanjutkan penyusunan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

Pada tahun 2001, pemerintah merumuskan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (RAN PKTP). Rencana seperti ini sebaiknya hanya dilaksanakan antara 5 dan 10 tahun. Jika lebih dari itu, situasinya telah berubah dan rencana aksi serta anggaran perlu dipertimbangkan kembali.

RAN PKTP terbaru hanya berlaku sampai akhir tahun 2005. Namun setelah itu tidak ada kelanjutannya. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya mendorong pemerintah untuk menyusun RAN PKTP yang terbaru dan berdasarkan data yang valid. Organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan panduan penyusunan RAN PKTP. Lalu apa lagi yang ditunggu pemerintah?

Setelah RAN PKTP baru disusun, langkah-langkah tersebut dapat ditiru oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Mereka dapat berpartisipasi dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD). Beberapa provinsi seperti Jayapura di Provinsi Papua sudah memiliki RAD.

Mendorong alokasi dana bagi penyintas kekerasan

Sebuah rencana aksi tanpa pendanaan yang memadai tidak akan membuat program menjadi efektif. Selama ini pemerintah daerah mengambil dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun jumlah nominalnya rata-rata masih sangat rendah di Indonesia.

Masyarakat bisa mendorong daerah lain untuk mengikuti langkah Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika di Provinsi Papua. Mereka meningkatkan anggaran Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) setempat dari Rp 20 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp 29 miliar pada tahun 2016.

Pemerintah daerah juga menambah alokasi anggaran Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Mimika yakni menjadi Rp 1,9 miliar pada tahun 2016. Peningkatan anggaran ini karena pemerintah daerah menghadapi adanya krisis kekerasan. diterima terhadap perempuan dan anak-anak di wilayahnya.

Ajarkan “hubungan yang sehat” di rumah dan sekolah

Kasus KTP tidak hanya terjadi dalam hubungan perkawinan. Kejadian ini bisa saja terjadi saat ia masih menjalin hubungan dengan kekasih atau pacarnya.

Di Indonesia, yang budaya patriarkinya masih kuat, mayoritas masyarakat masih percaya bahwa laki-laki boleh memukul istrinya jika istrinya bersalah. Maka tidak heran jika kasus kekerasan terhadap perempuan muncul hanya karena disebabkan oleh hal yang sepele. Lihat saja kejadian di Lampung, di mana seorang pria membunuh istrinya hanya karena istrinya menolak membuatkan secangkir kopi untuknya.

Fakta ini menunjukkan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak sehat. Remaja harus dididik di sekolah dan di rumah bahwa laki-laki dan perempuan harus saling menghormati. Mereka juga harus saling membantu.

Dalam sebuah pernikahan, menurut saya, peran suami dan istri harus disepakati bersama. Budaya ini wajib diajarkan kepada remaja yang masih dalam masa tumbuh kembangnya. Tujuannya adalah untuk memastikan tidak ada lagi laki-laki yang melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.

Bicaralah dengan teman dan keluarga

Masih banyak masyarakat yang menganggap kekerasan terhadap perempuan bukanlah persoalan penting. Bahkan tak sedikit yang menganggap kasus KTP merupakan kejadian biasa dan wajar.

Kita perlu mengubah pola pikir itu. Metode? Dengan mengajak teman dan keluarga untuk mendiskusikannya. Sampaikan kepada mereka bahwa kasus KTP bukanlah kejadian sepele dan perlu pertolongan segera.

Jika ingin mencegah kasus KTP terulang kembali, bisa dimulai dari diri kita sendiri. Apakah Anda siap berkontribusi dan melakukan perubahan? – Rappler.com