• December 4, 2024
Jelang Hari Bhayangkara, seorang anggota Polri ditikam dengan pisau bayonet

Jelang Hari Bhayangkara, seorang anggota Polri ditikam dengan pisau bayonet

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pelaku berdoa di samping korban sebelum beraksi

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Departemen Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan, pelaku penyerangan terhadap dua anggota Brimob di Masjid Falatehan adalah yang meneriakkan kata “kafir”. “. sebelum mengambil tindakan. Pelaku yang diketahui berjenis kelamin laki-laki kemudian menikam dua anggota Brimob di bagian wajah dan leher pada Jumat, 30 Juni.

Aksi tersebut dilakukan saat masuk waktu salat Isya sekitar pukul 19.40 WIB. Saat itu sedang ada salat berjamaah. Barisan salat terdiri dari tiga baris, yaitu anggota Brimob dan masyarakat, kata Rikwanto saat memberikan keterangan pers di Mabes Polri hari ini.

Usai salat, masyarakat dan anggota polisi berjabat tangan. Begitu juga dengan pelakunya.

Namun begitu anggota Brimob mendekat, pelaku langsung mengeluarkan bayonetnya dan menyerang secara acak sambil berteriak ‘kafir-kafir’, ujarnya.

Pelaku melukai dua anggota Brimob yang kemudian diketahui bernama AKP Dede dan Brigadir Saiful Bahri. Mereka menderita luka di bagian wajah dan leher. Keduanya dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk mendapat perawatan medis.

Setelah melukai korban, pelaku kemudian melarikan diri ke Blok M Square. Namun berkat kewaspadaan anggota Brimob lainnya, pelaku langsung dikejar, kata Rikwanto.

Saat memberikan tembakan peringatan, pelaku malah balik mengancam dan menyerah. Akhirnya pelaku ditembak anggota Brimob dan tewas seketika. Jenazahnya kemudian dibawa ke RS Polri Kramat Jati.

Motif dan identitas pelaku masih didalami, ujarnya.

Padahal jenazah pelaku diketahui identitasnya atas nama Mulyadi. Namun polisi belum mau langsung mengambil kesimpulan.

Teror yang berulang

Ini merupakan serangan teroris ketiga dalam tiga bulan berturut-turut yang menimpa institusi Polri. Serangan teror pertama terjadi pada 24 Mei ketika dua pelaku bom bunuh diri menargetkan personel Polri yang bertugas di terminal Kampung Melayu. Empat anggota Polri tewas pada tahap itu.

Serangan teror kedua terjadi di Mapolda Sumut beberapa jam menjelang salat Idul Fitri. Pelaku yang terdiri dari dua orang mengincar anggota Polri yang sedang beristirahat di pos jaga. Salah satu anggota Polri atas nama Aiptu Martua Sigalingging meninggal dunia karena tertusuk pisau.

Salah satu pelaku tewas seketika akibat dipukul polisi. Sementara satu pelaku lainnya berhasil diamankan. Belakangan diketahui pelaku merupakan bagian dari Jemaah Anshar Daulah (JAD) yang memiliki hubungan dengan Bahrun Naim.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan alasan lembaga yang dipimpinnya kerap menjadi sasaran teroris. Polri, kata Tito, dianggap kafir sehingga dijadikan prioritas penyerangan.

“Dalam benak para teroris, Indonesia dianggap sebagai negara yang memuja ‘siapa’ atau selain Allah. Sedangkan di sini mereka ingin mendirikan khilafah, kata Tito yang ditemui di Istana Kepresidenan, Minggu pekan lalu usai halal bihalal.

Orang-orang dengan pemahaman ini mengelompokkan orang-orang kafir menjadi dua bagian. Pertama, ada orang-orang kafir yang secara aktif bermusuhan dan harus dilawan. Kedua, ada orang-orang kafir yang tidak aktif menyerang namun suatu saat akan ditundukkan.

Karena tugas polisi adalah menegakkan hukum dan membasmi teroris serta berada di garda depan, maka mereka harus diserang terlebih dahulu, kata pria yang pernah menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu. – Rappler.com

Live HK