• November 24, 2024

Jemaat Ahmadiyah protes terhadap Camat Subang

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Bukannya menerima surat edaran Camat Subang, JAI malah meminta Pemda Subang menghormati hak warga negara anggota JAI di Subang.

JAKARTA, Indonesia—Jemaah Ahmadiyah di Subang, Jawa Barat, turun ke jalan pada Kamis, 24 Maret untuk menentang larangan kegiatan yang dikeluarkan Camat Tatang Supriyatna. Mereka menilai larangan tersebut tidak sah karena Camat Tatang tidak mempunyai kewenangan mengatur urusan agama.

“Jamaah Ahmadiyah tidak pernah dilarang atau dibekukan oleh pemerintah dalam kegiatannya berdasarkan ketentuan hukum yang sah dan hak-haknya dijamin oleh konstitusi Negara Republik Indonesia,” kata Yendra Budiana, sekretaris pers dan juru bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia ( JAI), kepada Rappler.

Hak untuk hidup, hak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan, serta hak berserikat dan berkumpul merupakan hak-hak sipil yang dijamin oleh undang-undang. mengatakan Yendra.

Mereka juga mengatakan undang-undang no. 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa urusan keagamaan bukan menjadi kewenangan pemerintah daerah, melainkan menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Alih-alih menerima surat edaran Camat Subang, JAI justru menuntut Pemda Subang memenuhi hak warga negara anggota JAI Subang dan meminta pemerintah pusat memantau dan memastikan pemerintah daerah memenuhi kewajibannya.

Ahmadiyah korban diskriminasi tahunan

Pada 16 Januari, Kepala Desa Amir Syaripudin, tetangga Sukamelang, mengirimkan surat kepada Kepala Desa Ika Koswara tentang Ahmadiyah yang diyakini melakukan penodaan agama Islam.

Mereka juga menolak mengizinkan jemaah Ahmadiyah beraktivitas di Sukamelang.

Jika aktivitas tidak dihentikan, Kepala Desa Amir tidak akan menjamin keselamatan warga Ahmadiyah. “Kami tidak ingin warga kami kehilangan kesabaran dan menggunakan kekerasan jika aktivitas tidak segera dilarang,” ujarnya kepada Kepala Desa Koswara.

Komandan Kodim setempat kemudian mendengar informasi tersebut dan menanggapi surat Lurah Amir dengan mengadakan pertemuan pada 29 Januari dengan tokoh Ahmadiyah dan pemerintah setempat.

Akhirnya pada 29 Januari, Kepala Desa Koswara menghentikan pembangunan masjid Ahmadiyah dengan dalih tempat ibadah tersebut tidak memiliki izin. Bahkan, jemaah Ahmadiyah mengaku sudah mengantongi izin mendirikan bangunan sejak tahun 2004.

Seorang tokoh Ahmadiyah setempat kemudian mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa dia dan warganya secara resmi dilarang melakukan aktivitas mereka oleh pemerintah setempat dan diminta untuk masuk Islam Sunni.

Akibat rangkaian kejadian tersebut, HRW mengirimkan pesan kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

“Jokowi harus menunjukkan niat baiknya untuk melindungi hak-hak kelompok minoritas, baik dengan menindak pihak-pihak yang menentang hak-hak mereka (warga Ahmadiyah) atau dengan menghapus peraturan yang diskriminatif,” kata Wakil Direktur HRW Asia, Phelim Kine. —Rappler.com

BACA JUGA

HK Prize