• April 20, 2025

Jerman vs Italia: Melawan tradisi Gli Azzurri

Italia adalah sebuah sistem. Bukan individu. Jerman harus menemukan cara untuk mengalahkan sistem Antonio Conte.

JAKARTA, Indonesia – Jerman harus melawan tradisi saat bertemu Italia di perempat final Euro 2016, Minggu 3 Juli pukul 02:00 WIB. Dalam 8 pertemuannya di turnamen besar, tim berjuluk Die Mannschaft belum pernah meraih kemenangan.

Rinciannya, mereka kalah 4 kali dan imbang 4 kali. Semuanya terjadi dalam lingkaran menyerang. Tiga kekalahan mereka terjadi di Piala Dunia dan satu di Euro. Di Piala Dunia mereka kalah di semifinal tahun 1970, 1982, dan semifinal tahun 2006. Di Euro mereka kalah di semifinal 2012.

Oleh karena itu bayang-bayang tradisi kuat Biru– Julukan Italia – akan cukup menyebalkan bagi Jerman. Selain itu, pasukan Antonio Conte akan menghadapi Jerman yang berstatus pembunuh juara bertahan Spanyol.

Ya, di babak perempat final, Gianluigi Buffon dan kawan-kawan memulangkan Spanyol dengan skor telak 2-0. Bahkan, mereka bermain melawan tim asuhan Vicente del Bosque dengan skuad “sementara”. Dia berdiri dalam barisan yang kalah meyakinkan dibandingkan pasukan Azzurri di turnamen besar lainnya.

Namun, Italia bukan tentang individu. Conte membangun tim ini dengan sebuah sistem. Siapapun pemainnya, mereka akan menjalankan fungsinya dengan skema yang sudah dipatenkan.

Buktinya, Italia menjadi satu-satunya tim yang diturunkannya starter perbedaan di setiap pertandingan di Euro 2016.

Rotasi ini bahkan mempengaruhi Buffon. Dia digantikan untuk pertandingan melawan Republik Irlandia untuk memberi jalan bagi Salvatore Sirigu.

Oleh karena itu, meski Daniele De Rossi dikabarkan absen karena cedera dan Thiago Motta absen, Italia tetap menjadi ancaman serius bagi Jerman. Lagipula, kedua pemain ini bukanlah sesuatu yang tak tergantikan.

Stefano Sturaro bisa menggantikan Motta. Khusus bagi De Rossi, harus diakui absennya ia menjadi salah satu kerugian besar bagi tim biru.

Tenaga dan tenaga pemegang AS Roma tidak bisa tergantikan oleh siapapun. Marco Parolo juga seorang karakter pembuat permainan Bisa menutupi posisi yang ditinggalkannya, namun jelas tak sekuat De Rossi.

Namun, meski tanpa kedua pemain tersebut, Jerman tetap harus mewaspadai Italia. Apalagi mengingat kekalahan telak yang dialami Spanyol.

Italia sangat kuat di lini tengah dan sayap. Graziano Pelle mencetak dua gol dengan skema yang sama: serangan balik, umpan dari sayap, dan Pelle mengeksekusinya tepat di depan gawang. Satu gol tercipta saat melawan Belgia, satu lagi saat melawan Spanyol.

Selain itu, Jerman juga tidak boleh terjebak dengan permainan Italia. Semakin mereka berada di bawah tekanan, semakin kuat mereka saat melakukan serangan balik. Meski mendapat serangan bertubi-tubi, Italia masih mampu meredam agresivitas lawan.

Ketangguhan tersebut tak lepas dari sistem yang dibangun Conte. Saat Italia diserang, ada tujuh pemain yang menjadi tameng Buffon. Tiga pemain adalah trio bek tengahditambah dua pemain sayap, dan dua gelandang lagi.

Mereka berada dalam posisi yang luas. Tujuannya agar serangan dari tengah dan kedua sayap bisa diredam.

Ketika bola ditangkap, bola dapat langsung dioper ke depan oleh bek atau langsung dibawa ke area lawan. Serangan balik cepat inilah yang kerap menimbulkan korban jiwa.

Oleh karena itu, jika pelatih Joachim Loew tak menyiapkan formula khusus, Bastian Schweinsteiger dan kawan-kawan bisa saja terjebak.

Jerman akan berjuang dengan sistem ini. Selain itu, lini depan mereka kurang efektif di kotak penalti lawan.

Loew: tidak ada trauma Italia

Meski begitu, Loew menegaskan dirinya akan bermain seperti biasa. “Kami tidak perlu melakukan penyesuaian apa pun. “Italialah yang harus kita adaptasi,” katanya.

Pelatih yang membawa Jerman menjuarai Piala Dunia 2014 ini juga tak takut dengan rekor kepala ke kepala negaranya dengan Italia yang sangat inferior. “Tidak ada yang namanya trauma Italia,” katanya dikutip oleh Eurosport.

Meski begitu, Loew tak bisa menutup telinga atas kritikan publik Jerman terhadap timnasnya. Mereka menilai Jerman saat ini terlalu berpusat pada Bayern Munich. Terutama di bidang konstruksi rencana permainan waktu.

Jerman kini lebih terobsesi dengan penguasaan bola. Baik melalui umpan-umpan pendek atau bergantian dengan umpan-umpan langsung.

Mereka kehilangan gaya permainan yang menjadikan tim juara Piala Dunia, yakni menyerang jauh ke depan dan pergerakan sayap yang tajam. Philipp Lahm yang beroperasi di sayap kanan kerap tampil tiba-tiba titik buta untuk melepaskan umpan atau memasuki daerah penalti lawan.

Rencana permainan akrab dengan Bayern Munich di era Jupp Heynckes pada tahun 2013. Era ini menjadi saksi kesuksesan Munich di pemenang tiga kali lipat.

Di Liga Champions, mereka berhasil menumbangkan Juventus asuhan Antonio Conte (yang juga bermain dengan tiga bek) dengan skor 2-0 baik di Turin maupun di Munich.

Belum ada kata terlambat bagi Loew untuk mempelajari pemain Italia. Apalagi mereka sebenarnya punya bekal yang bagus sebelum menghadapi tim sepak bola Pisa.

Pada laga persahabatan Maret lalu, mereka mengalahkan Italia 4-1. “Kemenangan ini menunjukkan bahwa kami sebenarnya bisa mengalahkan mereka. Meski hanya dalam laga uji coba, kata gelandang Mesut Ozil dikutip dari Football Italia.—Rappler.com

BACA JUGA:

Data HK Hari Ini