Jokowi menjelajahi ‘Jalan Ketiga’
- keren989
- 0
Pemerintahan ini berusaha membangun kebijakan yang seimbang: melayani investor sekaligus menghilangkan kekhawatiran para aktivis lingkungan
ATLANTA, Amerika Serikat – Ada dua kebijakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang menarik perhatian saya pekan ini. Pertama, Jokowi memutuskan untuk melakukan moratorium konsesi lahan sawit dan pertambangan. Kedua, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menggelar konferensi pers di rumah dinasnya pada Jumat, 15 April dan meminta Pemprov DKI Jakarta menghentikan proses reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Hampir dua pekan heboh sejak KPK menangkap Muhamad Sanusi dalam kasus dugaan suap daur ulang, Menteri Susi menawarkan jalan tengah: daur ulang dihentikan sementara, pengembang dan Pemprov DKI diminta memenuhi persyaratan, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AmDal). ). .
Posisi terbaru Susi yang menyebut rekomendasinya merupakan hasil koordinasi dengan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, saya masukkan sebagai posisi Jokowi. Meski beberapa kali Jokowi dan kabinetnya mengatakan kabinet dalam kondisi solid, namun nyatanya tidak mudah membangun sikap kebersamaan antar menteri tanpa perintah dari Jokowi. Biasanya awalnya ada kehebohan, seperti halnya izin operasional taksi dengan aplikasi online (on line).
Turunnya perintah Jokowi ini memaksa Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mencari solusi. Alhasil, pengemudi taksi aplikasi harus mematuhi izin sebagai pengemudi angkutan umum, sama seperti pengemudi taksi konvensional. Intinya, Jokowi memahami ada peraturan perundang-undangan positif yang berlaku, namun Jokowi tidak ingin serta merta menghentikan proses bisnis yang sudah berjalan. Hal ini terjadi pada kasus izin daur ulang Pantai Utara Jakarta dan permohonan izin operasional taksi.
Bagaimana dengan moratorium lahan sawit dan pertambangan?
Mari kita menengok ke belakang, apalagi kebakaran hutan dahsyat pada tahun 2015 diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp 221 triliun. Pemerintah mengeluarkan aturan penundaan izin baru di lahan gambut mulai tanggal 31 Mei 2015. Hal ini tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Peningkatan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut.
Kemudian, pada Gerakan Nasional Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Liar memperingati Hari Hutan Internasional pada Kamis, 14 April, Jokowi mengumumkan rencana moratorium lahan sawit dan pertambangan. Menurut Jokowi, lahan sawit yang ada sudah mencukupi dan kapasitas produksinya bisa ditingkatkan dengan memaksimalkan potensi yang ada. “Lahan yang ada sekarang, asalkan benihnya benar, benihnya benar, mungkin produksinya bisa dua kali lipat. “Kalau bisa, bisa meningkat,” kata Jokowi.
Terkait moratorium lahan pertambangan, Jokowi menyatakan tidak akan memberikan izin kepada perusahaan pertambangan untuk membuka lahan guna memperluas wilayahnya. “Jangan sampai izin pertambangan masuk ke hutan konservasi lagi,” kata Jokowi seraya mengingatkan tata ruang yang ada. Menurut Jokowi, kebijakan moratorium izin pertambangan dan lahan sawit harus dilakukan untuk menjaga kelestarian alam, mengingat posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia.
Kedua kebijakan tersebut, baik mengenai penghentian pelaksanaan reklamasi Pantai Utara Jakarta maupun moratorium izin lahan pertambangan dan kelapa sawit, tentu mendapat respon positif dari para penggiat lingkungan hidup dan pihak-pihak yang melihat perlunya ketegasan dalam menaati tata ruang. peraturan diterima
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan mengatakan, dari sudut pandang masyarakat adat dan petani, kebijakan moratorium dapat mencegah konflik baru, memberikan ruang untuk menyelesaikan tumpukan konflik dan tumpang tindih izin. “Ini merupakan peluang untuk menata kembali alokasi ruang yang saat ini sangat padat,” kata Abdon menjawab pertanyaan saya.
Bagi pemilik perusahaan yang memiliki konsesi pertambangan dan kelapa sawit, kebijakan moratorium ini juga tidak meresahkan, mengingat situasi perekonomian yang melambat dan harga komoditas yang sedang anjlok. Kalaupun naik, seperti yang terjadi pada kelapa sawit, situasi pasar masih belum menentu. Di sektor pertambangan pun, PHK menjadi mimpi buruk dalam beberapa tahun terakhir. Mengapa berpikir untuk memperluas lahan?
Terkait izin reklamasi, keputusan penghentian sementara izin tersebut mungkin tidak akan memuaskan para aktivis lingkungan dan penentang reklamasi Pantai Utara Jakarta. Namun ini adalah model “jalan tengah” atau “jalan ketiga” yang dipilih pemerintahan Jokowi, bertujuan untuk meredam kontroversi seputar pembangunan tanpa IMB yang sudah berjalan, serta izin reklamasi yang “cacat”. Kita memang bisa berdebat panjang soal izin daur ulang. Peraturan presiden dan undang-undang apa yang berlaku?
Apa yang disampaikan Susi merupakan gambaran sikap Jokowi yang patut dipahami juga oleh Gubernur Basuki Tjahaya Purnama. Sejak awal, para nelayan menentang proses pembangunan yang sedang berlangsung di pulau reklamasi tersebut.
Reklamasi dilakukan tanpa rekomendasi dan tidak ada peraturan zonasi wilayah pesisir, kata Susi kepada wartawan, Jumat, 15 April. Menurut Susi, Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan salah satu pihak yang bisa memberikan rekomendasi terkait proyek daur ulang. “Jika DKI ingin melakukan reklamasi pantai harus mendapat rekomendasi dari pemerintah pusat, baru bisa dilaksanakan sesuai peraturan daerah pesisir di masing-masing daerah.
Gubernur Ahok pun menanggapinya dengan mengatakan hal itu Presiden Jokowi tidak menentang daur ulang, sepanjang tidak merusak lingkungan. Saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi tidak mengeluarkan izin pembangunan di pulau-pulau reklamasi.
Jadi, “cara ketiga” yang diterapkan Jokowi dalam kasus-kasus yang menjadi perhatian publik saya anggap sebagai “jaring pengaman” bagi posisi politiknya, maupun posisi pemerintah. Meski sejumlah pihak, termasuk saya, menilai Jokowi cukup berhasil mengkonsolidasikan kekuatan politik, namun posisinya tidak (dan tidak akan pernah) aman. Hal ini misalnya terlihat dari tarik ulur rencana dan susunan kabinet akibat reshuffle alias reshuffle. bergerak lagi Jokowi sepertinya sedang berada di tumpukan dilema. Jokowi ingin melayani kepentingan investor sambil berusaha menenangkan kekhawatiran para aktivis lingkungan hidup.
Keputusan moratorium izin perluasan lahan kelapa sawit dan pertambangan juga diambil jelang kunjungan Jokowi ke empat negara di Eropa pekan depan. Jokowi tidak mengunjungi Prancis, negara yang mempersulit bisnis eksportir minyak sawit dengan mengenakan pajak tambahan atas impor. Namun konsumen Eropa sangat kritis terhadap produsen minyak sawit yang dianggap melakukan produksi secara tidak berkelanjutan. Kesulitan dalam melaksanakan kegiatan perekonomian dalam negeri dapat mengganggu pencapaian perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Eropa. Bukan batu besar yang bisa jatuh. Kerikil yang bisa membuat kita terpeleset. Hal ini disadari betul oleh Jokowi sehingga cenderung memilih jalan ketiga. Seorang pemimpin tidak selalu bisa memuaskan semua pihak. Masalahnya, memilih jalan ketiga juga membawa risiko, mengecewakan komunitas sadar hak asasi manusia yang mendukung Jokowi di panggung kekuasaan. Hal ini bisa terjadi dalam kasus penyelesaian tanggung jawab tragedi 1965, pembangunan pabrik semen di Kendeng, sehingga masih belum ada penerangan bagi ibu-ibu yang terus melakukan aksi Kamis di depan Istana – Rappler .com