![Kami tidak membatasi warga Singapura ke Batam Kami tidak membatasi warga Singapura ke Batam](https://www.rappler.com/tachyon/r3-assets/612F469A6EA84F6BAE882D2B94A4B421/img/72E2221D9CE04C09BAC1BD0F42B5B12E/shanmugam.jpg)
Kami tidak membatasi warga Singapura ke Batam
keren989
- 0
BALI, Indonesia – Pemerintah Singapura menyatakan tidak membatasi warganya mengunjungi Kepulauan Batam setelah rencana penyerangan Marina Sand Bay yang dilakukan kelompok Katibah Nusantara pimpinan Gigih Rahmat Dewa terbongkar oleh Polri. Alih-alih membatasi, Singapura memilih meningkatkan kerja sama dengan otoritas kompeten di Indonesia untuk mencegah aksi serupa terulang kembali.
“Saya kira apa yang terjadi di Batam adalah kewenangan pihak berwenang di Indonesia. Meski demikian, Batam memang menjadi salah satu destinasi favorit warga Singapura. “Kami belum pada tahap membatasi pergerakan mereka ke Batam,” kata Menteri Dalam Negeri Singapura K. Shanmugam yang ditemui Rappler usai menghadiri KTT Majelis Internasional tentang Kontra-Terorisme (IMCT) di Nusa Tenggara. Bali. Rabu, 10 Agustus.
Shanmugam mengatakan pembagian informasi intelijen antara otoritas kedua negara memudahkan mereka menangkap pelaku yang diduga berencana atau terkait aksi teroris. Persoalan ini penting untuk dibahas karena saat ini tidak ada negara yang kebal dari aksi terorisme.
Shanmugam mengaku mendapat pemaparan singkat dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada pertemuan bilateral Indonesia dan Singapura. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.
“Kami membahas latar belakang kejadian tersebut dan membahas hal-hal yang dapat dilakukan oleh kedua negara,” kata pria yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri ini.
Singapura menyadari pentingnya peran Indonesia dalam mengatasi aksi terorisme. Sebab jika Indonesia dalam keadaan tidak aman, hal ini juga bisa berdampak pada Negeri Singa.
“Kami juga membahas fenomena ribuan orang dari kawasan Asia Tenggara yang memutuskan berperang di Timur Tengah. Kami berdiskusi bagaimana kedua negara akan menghadapinya jika mereka kembali ke tanah airnya? “Bagaimana kedua negara memantau pergerakan mereka?” kata Shanmugam.
Menurut Shanmugam, kerja sama kedua negara untuk membahas isu terorisme bukanlah sesuatu yang baru. Selain itu, taktik dan sifat aksi teroris saat ini terus berkembang, sehingga perlu ditangani dengan cara yang berbeda.
Di sinilah konferensi seperti ini berperan untuk mempertemukan masyarakat, membahas apa yang terjadi di kawasan Asia Tenggara terkait kejahatan teroris, ujarnya lagi.
Sayangnya, Shanmugam enggan membeberkan lebih lanjut informasi yang diberikan kepada Indonesia karena menyangkut urusan operasional.
Belum ditemukan alat peledak apa pun
Densus 88 Antiteror menangkap 6 terduga anggota kelompok Katibah Nusantara pada Jumat, 5 Agustus di beberapa lokasi berbeda di Kepulauan Batam. Kelompok yang dipimpin Gigih Rahmat Dewa ini terkait dengan Bahrun Naim, orang yang lama dituding sebagai dalang teror bom Jakarta.
“GRD juga diduga sebagai penerima dan penyalur dana kegiatan radikalisme. GRD dan Bahrun Naim juga berencana meluncurkan roket dari Batam dengan sasaran Marina Sand Bay, Singapura, kata Kepala Biro Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 5 Agustus 2021. .
Namun, polisi sejauh ini gagal menemukan alat peledak dan roket yang diyakini diluncurkan ke Leeuland. Personel Densus 88 terus mencari barang bukti, termasuk roket tersebut.
Polisi juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri aliran dana yang diduga bersumber dari Suriah untuk aksi teror tersebut. Sebab, aliran dana tersebut juga digunakan untuk pengiriman WNI ke Suriah dan bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Bukan rencana pertama
Pemantau terorisme Yayasan Peace Prasasti, Taufik Andrie mengatakan, rencana penyerangan terhadap kelompok militan mulai dari Indonesia hingga Singapura sudah diketahui sejak lama. Berdasarkan data yang diperolehnya, rencana tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2002.
“Mereka menjadikan Singapura sebagai target karena Negeri Singa tersebut merupakan bagian dari koalisi negara-negara yang memerangi ISIS. Dukungan yang diberikan Singapura bukan dalam bentuk pengiriman pasukan, tapi bisa berupa dana, tenaga medis, dan tenaga ahli, kata Andrie yang dihubungi Rappler melalui telepon, Selasa 9 Agustus.
Bahkan, di kalangan kelompok militan, kata Andrie, Singapura sering disebut sebagai “Israel” di kawasan Asia Tenggara. Hal ini membuat ancaman teroris terhadap Singapura cukup tinggi.
Meski demikian, Andrie juga menegaskan bahwa para pemimpin negara harus mulai memperhatikan perubahan pola serangan yang dilakukan ISIS, apalagi beberapa kota vital di Irak dan Suriah telah direbut oleh pasukan pemerintah.
“Mereka mengubah pola serangan dari perluasan wilayah menjadi menyerang, namun langsung mengenai jantung lawan. Salah satu caranya adalah dengan menyebarkan tentaranya ke benua Eropa dan Afrika. “Cara ini digunakan untuk menangkal serangan taktis lawan,” kata Andrie.
Selain itu, ISIS tidak lagi selalu menebar teror menggunakan alat peledak.
“Mereka bisa menyebarkan teror dengan menggunakan pisau,” katanya.
KTT IMCT ditutup resmi di Sofitel, Nusa Dua, Bali oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Rabu sore, 10 Agustus. Dari pertemuan tersebut dihasilkan pernyataan bersama yang disebut Deklarasi Denpasar. – Rappler.com
BACA JUGA: