• May 1, 2025
Katanya saya dulu Presiden Desa, tapi sekarang jadi otoriter?

Katanya saya dulu Presiden Desa, tapi sekarang jadi otoriter?

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Presiden Jokowi membantah dirinya menjadi pemimpin diktator karena berbagai pihak leluasa memantau jalannya pemerintahan

JAKARTA, Indonesia – Presiden Joko “Jokowi” Widodo nampaknya kesal ketika mendengar pernyataan di media sosial yang menyebut dirinya sebagai pemimpin diktator. Pendapat tersebut muncul pasca rezim pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui Perppu nomor 2 tahun 2017.

Pemerintahan Jokowi juga dikritik oleh lawan-lawan politiknya karena menyalahgunakan kekuasaan ketika mendorong penerapan Undang-Undang Pemilu yang mensyaratkan ambang batas presiden sebesar 20 persen di parlemen.

Menanggapi berbagai pendapat yang menyebut dirinya diktator, Jokowi mengaku bingung. Sebab, saat pertama kali dilantik menjadi presiden, mantan Gubernur DKI Jakarta ini justru disebut sebagai pemimpin yang berwajah desa dan tidak tegas.

“Mereka bilang saya dari desa, begitulah adanya. Seseorang mengatakannya. Presiden Ndeso, klemer-klemernya tidak tegas. Eh, begitu kita menegakkan hukum, kita kembali menjadi otoriter. Jadi yang mana yang benar? “Klemar-klemer, ndeso atau diktator?,” kata Jokowi usai meresmikan Museum Keris di Solo, Rabu, 9 Agustus.

Ia kembali membantah adanya penyalahgunaan kekuasaan di bawah pemerintahannya sehingga tidak bisa diawasi. Padahal, menurut Jokowi, berbagai pihak bisa memantau dan mengkritisi seluruh kebijakannya.

“Saya pikir negara kita adalah negara hukum yang demokratis. Mereka mempunyai peran masing-masing. Yang mengontrol, mengawasi dan melaksanakan program yang ada. “Ada juga pers, LSM, dan masyarakat yang memantau,” ujarnya lagi.

Ia menegaskan, Indonesia adalah negara hukum yang demokratis dan dijamin oleh konstitusi.

“Karena itu, TIDAK “Ada yang diktator dan ada yang otoriter,” kata Jokowi.

Mantan Wali Kota Solo ini mengaku menyampaikan pernyataan tersebut kepada semua pihak yang kerap berpendapat bahwa dirinya adalah pemimpin diktator.

Ide pemimpin diktator muncul setelah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu di Cikeas. Saat itu, baik SBY maupun Prabowo mengaku sepakat untuk memulai gerakan moral untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Menurut keduanya, pemerintahan yang berkuasa saat ini rawan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Sebelumnya, ia kerap disebut sebagai presiden yang lemah dan bimbang karena sulit lepas dari bayang-bayang Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Sebagian kalangan menilai posisi Jokowi sebagai Ketua Umum tidak memberikan kemudahan bagi dirinya untuk mengarahkan PDIP dalam mengambil berbagai kebijakan.

Bahkan, lawan politiknya pernah menyebut Jokowi sebagai presiden boneka. Namun, Jokowi telah beberapa kali menolak semua pandangan tersebut.

Hal itu tercermin dari berbagai kebijakannya, salah satunya adalah pengangkatan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI dan Tito Karnavian sebagai Kapolri. Kedua individu tersebut dipilih berdasarkan kapasitas di masing-masing institusi. Padahal, sebelumnya sempat santer beredar kabar Megawati menginginkan Budi Gunawan duduk sebagai Trunojoyo 1. – Rappler.com

BACA JUGA:

link alternatif sbobet