Kebakaran hutan kembali terjadi di Riau, pemerintah berencana mengeluarkan opsi pelarangan pembakaran lahan
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Dari operasi terkait karhutla di Riau tahun 2016, saat ini ada 25 kasus yang didalami indikasi pembakaran, 36 orang dalam pemeriksaan.
JAKARTA, Indonesia – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan pemegang HPH sedang membangun waduk air secara bertahap untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan pada tahun 2016.
“Perusahaan pembangunannya berada di bawah pengawasan kepolisian daerah, dibantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta pemerintah daerah. “Itu operasi gabungan,” kata Siti kepada Rappler, Jumat pagi, 11 Maret.
Tahun lalu, saat meninjau pemadaman kebakaran hutan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menginstruksikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memastikan pemilik wilayah konsesi hutan membangun waduk air untuk memadamkan kebakaran hutan di musim kemarau 2016. .musim untuk mencegah.
Kebakaran hutan kini kembali terjadi di Riau. Penyebabnya adalah adanya penyimpangan cuaca di wilayah tersebut yang diperkirakan sebelumnya. Diakui Siti, sulit untuk sepenuhnya menghindari titik api, namun jumlahnya menurun dibandingkan tahun 2015.
Data satelit NOAA18 menunjukkan terdapat 56 titik panas pada periode 1 – 10 Maret 2016. Pada tahun 2015, pada periode yang sama, terdapat 369 titik panas.
Menurut Siti, berdasarkan pantauan satelit Terra/Aqua yang memiliki validasi kepercayaan 80 persen, terdapat 153 titik api di Riau pada periode 1 – 10 Maret 2016, sedangkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 259 titik api. tercatat.
Tahun ini, titik api lebih banyak terjadi di wilayah Kalimantan Timur. Tercatat 213 KLB terjadi pada periode 1 – 10 Maret 2016, sedangkan pada periode yang sama tahun 2015 hanya terjadi 5 KLB.
Badan Meteorologi dan Klimatologi memperkirakan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan akan menjadi wilayah yang sangat kering akibat ketidakteraturan cuaca.
Menurut Siti, penyebab kebakaran hutan dan lahan selain karena kelalaian aparat dan masyarakat karena masih ada masyarakat yang membakar lahan.
Kesempatan masyarakat sekitar hutan untuk membakar lahan seluas dua hektar untuk menanam varietas lokal diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ambigu inilah yang disebut dengan kearifan lokal.
Pasal 69 mengatur tentang larangan yang berarti tindak pidana. Ayat 1 huruf h berbunyi: “Larangan membuka lahan dengan cara membakar.”
Ayat 2 pasal tersebut menyatakan bahwa, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memberikan perhatian yang serius terhadap kearifan lokal di setiap daerah.”
Penjelasan pada ayat 2 adalah soal kearifan lokal yang memperbolehkan pembakaran lahan yang dilindungi garis api. Namun faktanya jalur pemadam kebakaran tidak efektif mencegah meluasnya kebakaran.
“Saya sedang berpikir untuk mengeluarkan peraturan untuk tidak membakar lahan untuk membuka lahan, padahal undang-undang mengizinkannya,” kata Siti.
Meski upaya penanganan di lapangan pada tahun ini dinilai lebih baik, termasuk respon cepat dengan menggunakan helikopter, Siti mengakui perlunya sistem pengendalian regional yang lebih kuat.
“Dalam pertemuan dengan Menko Perekonomian dan Menko Polhukam, saya sampaikan bahwa melalui sistem pengendalian daerah ini hadiah Dan hukuman “untuk kepala desa karena terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya,” kata Siti.
Menurut dia, dari operasi di Riau pada tahun 2016, saat ini terdapat 25 kasus pembakaran yang terindikasi adanya pembakaran, yang didalami 36 orang, yang didalami 36 orang.
Data Bank Dunia menunjukkan, pada tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan menimbulkan kerugian sebesar Rp 221 triliun atau setara dengan 1,9 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Kebakaran hutan juga berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintah juga dinilai “kalah” ketika gugatan perusahaan Bumi Mekar Hijau, anak perusahaan Sinar Mas Group, atas kasus kebakaran hutan ditolak Pengadilan Negeri Palembang.
Bahkan, gugatan ini diharapkan bisa menimbulkan efek jera karena perseroan digugat Rp 7,8 triliun. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajukan banding.
Direktur Utama Sinar Mas Group Gandi Sulistiyanto mengatakan, pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan di wilayah konsesinya.
“Tetapi ini sulit karena undang-undang tersebut belum dicabut dan ada oknum yang sengaja melemparkan bom molotov. Hal ini terkait dengan persaingan global. “Kami juga melaporkan hal ini kepada Panglima TNI,” kata Sulistiyanto kepada Rappler, Jumat. —Rappler.com
BACA JUGA: