• May 30, 2025
Kementerian Komunikasi dan Informatika resmi membuka blokir aplikasi web Telegram

Kementerian Komunikasi dan Informatika resmi membuka blokir aplikasi web Telegram

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pemblokiran tersebut dicabut setelah Telegram memenuhi tiga permintaan pemerintah. Apa saja permintaan tersebut?

JAKARTA, Indonesia – Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya resmi mencabut pemblokiran aplikasi pesan singkat Telegram. Blokade tersebut dicabut sekitar pukul 10.46 WIB.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, pihaknya mencabut pemblokiran aplikasi besutan Pavel Durov, karena mengikuti ketentuan yang diminta pemerintah. Ada tiga hal yang disediakan Telegram agar aplikasinya bisa diakses kembali melalui website.

PertamaTelegram akan mengirimkan perwakilan yang bisa memahami bahasa Indonesia sehingga memudahkan proses komunikasi. Keduasudahkah mereka menyiapkan skrip atau program kecil untuk melakukan berbagai filter di program Telegram mereka sendiri. Ketiga“Standar prosedur telah dibuat jika masih ditemukan konten negatif, terutama terkait radikalisme dan terorisme,” kata Rudiantara saat memberikan siaran pers di kantornya, Kamis, 10 Agustus.

Telegram berjanji kepada Rudiantara jika masih ada keluhan terkait konten negatif, mereka akan mendapatkan informasi cara menghubungi perwakilan Telegram di Jakarta.

“Mereka berjanji tingkat layanan “Pada hari yang sama, konten negatif akan ditarik,” ujarnya lagi.

Ia juga mengimbau masyarakat jika masih menemukan konten negatif dapat melaporkannya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jika informasinya ada di aplikasi Telegram, mereka akan menghubungi perwakilan Telegram di Jakarta.

Rudiantara yang didampingi Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan dan Taruli, koordinator tim Trust+ mengatakan, dibukanya blokir Telegram versi web karena upaya kedua belah pihak dalam menangani konten negatif. Mereka terutama menekankan konten terkait radikalisme dan terorisme.

“Dengan kemajuan yang sama yang dilakukan oleh Telegram, yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta tim dari Telegram. Jadi, hari ini Telegram membuka kembali webnya sehingga masyarakat bisa menggunakan dan menggunakan kembali web Telegram,” ujarnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika memutuskan untuk memblokir aplikasi Telegram di web, karena kelompok teroris kerap bertukar informasi dan data dalam jumlah besar melalui web Telegram. Jadi, ada sekitar 11 DNS yang diblokir pemerintah.

Sebelumnya, aplikasi tersebut diblokir sebagian pada 14 Juli karena banyak memuat informasi terkait radikalisme dan terorisme. Bahkan, beberapa kelompok teroris di Indonesia membicarakan rencana mereka menggunakan Telegram sebagai alat komunikasi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku sudah mencoba menghubungi Telegram sejak Maret 2015, namun belum mendapat tanggapan. Sempat diblokir dan mendapat keluhan dari warganet, Pavel akhirnya mengaku merekalah yang lamban menanggapi permintaan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Pavel kemudian datang ke Jakarta dan bertemu Rudiantara pada 1 Agustus. Mantan komisaris perusahaan telekomunikasi itu bahkan menyuguhkan makanan khas Indonesia kepada Pavel.

Dalam kanal resminya yang ditulis pada 3 Agustus, Pavel mengaku belum mengetahui banyaknya pengguna Telegram di Indonesia. Menurut data yang disimpan Telegram, jumlahnya bertambah 20 ribu pengguna setiap harinya. Sementara itu, 600 ribu pengguna Telegram baru muncul di seluruh dunia.

Ia pun mengaku merasa nyaman dengan pemerintah Indonesia karena sudah menjamin akan menghormati privasi setiap pengguna Telegram. Artinya, pemerintah Indonesia tidak akan memantau setiap pengguna di Telegram.

“Saya sangat senang mendengar hal ini karena sayangnya pemerintah di beberapa negara besar di Asia tidak selalu memahami hal ini (ya, Tiongkok, yang saya maksud adalah Anda sekarang). Kami di Telegram bangga karena sejauh ini kami belum pernah mengungkapkan satu data pun kepada pihak ketiga. “Kami akan terus mempertahankan cara ini dan tanpa pengecualian apa pun,” tulis Pavel.

Justru karena menjaga kerahasiaan, Telegram kerap dipilih oleh kelompok teroris. Pavel bukannya tidak menyadari hal ini.

Ia juga membantah perusahaannya bekerja sama dengan kelompok teroris. Pria berusia 32 tahun itu justru mengaku timnya setiap hari menghapus ribuan konten terkait terorisme dan mempublikasikannya di channel @isiswatch.

– Rappler.com

BACA JUGA:

Pengeluaran SGP