Kementerian Luar Negeri membantah ada kesepakatan rahasia dengan Israel untuk datang ke Palestina
- keren989
- 0
Arrmanatha Nasir menilai pernyataan Israel sebagai bentuk kekecewaan karena Indonesia masih bisa menunjuk konsul kehormatan Indonesia untuk Palestina.
JAKARTA, Indonesia – Wakil Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Hotovely pada Rabu 16 Maret mengungkap adanya perjanjian rahasia antara Indonesia dan Israel yang memperbolehkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melakukan perjalanan dari Yordania ke Ramallah, Palestina untuk melakukan penikaman. Kesepakatan yang terungkap di hadapan parlemen Knesset itu memuat kesepahaman kedua pihak bahwa jika Retno ingin menyeberang ke Ramallah, maka ia juga harus berangkat ke Yerusalem.
“Ini adalah pemahaman umum mengenai kunjungan siapa pun ke wilayah Israel. Bahwa kunjungan ke Palestina didasarkan pada prinsip timbal balik – kunjungan ke Yerusalem dan Ramallah,” kata Hotovely seperti dikutip surat kabar Israel. Haaretzpada hari Rabu, 16 Maret.
Bahkan untuk mempersiapkan kunjungan Retno, Hotovely bahkan mengirim Direktur Departemen Asia, Mark Sofer, ke Indonesia pekan lalu untuk mencapai kesepahaman soal kedatangan mantan Duta Besar RI di Belanda. Hotovely juga mengatakan meski tidak menjalin hubungan diplomatik formal, kedua negara tetap berkomunikasi mengenai sejumlah masalah.
Namun Retno menolak mengunjungi Yerusalem sehingga izin masuk ke Ramallah pun dibatalkan.
“Ini adalah pelanggaran protokol diplomatik dan hal yang paling terhormat untuk dilakukan adalah menghormati protokol tersebut. Jadi, ketika Anda melanggarnya, jangan heran jika Anda tidak bisa masuk ke wilayah Palestina,” kata Hotovely.
Bentuk kekecewaan
Lalu bagaimana tanggapan pemerintah Indonesia terhadap pernyataan Israel? Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir justru menertawakan pernyataan Israel. Baginya, pemerintah kedua negara tidak mungkin melakukan komunikasi rahasia karena tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel.
“Mana mungkin pejabat Israel bisa datang ke Jakarta dan menemui pejabat Kementerian Luar Negeri di sini. Tidak mungkin,” kata Arrmanatha yang dihubungi Rappler melalui telepon pada Rabu malam, 16 Maret.
Ia kembali menyatakan, tujuan utama Retno ke Ramallah dan Yordania adalah untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan pejabat Palestina dan menunjuk Konsul Kehormatan Maha Abou Susheh. Kementerian Luar Negeri, kata Arrmanatha, tidak mengurus perizinan secara langsung.
“Pengurusan izin telah dilakukan sejak akhir Desember 2015 oleh KBRI Amman bersama pemerintah Yordania dan Palestina sehingga Menlu Retno bisa menyeberang ke Ramallah dengan menggunakan helikopter,” ujarnya.
Kementerian Luar Negeri bahkan menyiapkan tiga skenario sebelum pelantikan Susheh terlaksana. Pertama, pelantikan Susheh di Amman, kedua, Susheh tetap dilantik di Ramallah, dan ketiga, pelantikan dilakukan melalui konferensi video.
“Penggunaan metode konferensi video diambil jika mereka tidak diperbolehkan menyeberang jalan darat. Itu bisa dilakukan karena pada hakikatnya proses pelantikan itu terdiri dari pembacaan keputusan presiden,” kata diplomat yang bertugas di Jenewa dan New York itu.
Arrmanatha menduga ucapan Israel merupakan bentuk kekecewaan, sebab meski tak diberi izin, Indonesia tetap bisa melantik konsul kehormatan tersebut. Dengan ditunjuknya Susheh, Indonesia bisa berkomunikasi langsung dengan perwakilan di Palestina untuk mengetahui situasi di sana. Sebelumnya komunikasi terjalin melalui KBRI Amman.
Dipecat
Mohammad Riza Widyarsa, pengamat Timur Tengah dan kajian Islam, meragukan apakah kedua pejabat pemerintah tersebut pernah bertemu. Sebab jika diketahui media bisa berakibat fatal.
“Jika ada pejabat Indonesia yang bertemu dengan pejabat Israel yang menggunakan kualitas diplomat dan ketahuan, maka pejabat tersebut bisa dipecat. Sebab, kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik. Lebih masuk akal kalau pertemuan itu dilakukan di luar Indonesia dan Israel,” kata Riza melalui telepon, Selasa, 15 Maret.
Menurutnya, Israel sejak awal tidak mau memberikan izin bagi delegasi Indonesia untuk menyeberang ke Ramallah. Dilihat dari wilayah geografisnya, Ramallah masih dikuasai Israel. Jika memberi izin menunjuk konsul kehormatan, berarti Israel melanggar kedaulatannya sendiri.
“Itulah mengapa mereka mengizinkan Maha Abou Susheh, Menteri Luar Negeri dan Presiden Palestina untuk menyeberang ke Yordania. Sebab, jika Israel terlihat terang-terangan menghalangi pelantikan konsul kehormatan tersebut, maka mereka bisa saja dikecam dunia internasional. Mungkin ada indikasi Israel tidak ingin Palestina menjadi negara berdaulat,” ujarnya.
Pelantikan Susheh akhirnya dilakukan pada Minggu 13 Maret di KBRI Amman. Susheh yang memiliki latar belakang sebagai pengusaha diharapkan mampu mempererat hubungan bilateral Indonesia dan Palestina, khususnya di bidang pariwisata dan perdagangan. – Rappler.com
BACA JUGA: