Kementerian Perhubungan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir aplikasi transportasi online
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – (UPDATED) Kementerian Perhubungan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir aplikasi transportasi berbasis internet, khususnya GRABTAXI dan Uber. Menurut Kementerian Perhubungan, GRABTAXI dan Uber melakukan pelanggaran delapan ketentuan bekerja di Jakarta.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Rappler pada Senin, 14 Maret, GRABTAXI dan Uber dinilai melanggar tiga aturan, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur bahwa penanaman modal asing adalah penanaman modal asing. wajib berbentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia serta Keputusan Kepala BKPM Nomor 22 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa UBER sebagai kantor perwakilan Indonesia tidak diperbolehkan melakukan kegiatan komersial.
Dalam dokumen tersebut, Kementerian Perhubungan menyebut keberadaan kedua perusahaan tersebut menimbulkan keresahan dan konflik di antara operator angkutan resmi dan pengemudi taksi resmi, serta mendorong praktik angkutan ilegal (ilegal). Selain itu, keberadaan kedua perusahaan ini juga membuat angkutan umum kurang populer.
Mempertimbangkan seluruh aturan tersebut, Kementerian Perhubungan mendorong dua hal dalam surat ini:
1. Kementerian Komunikasi dan Informatika segera memblokir situs aplikasi GRABTAXI dan UBER serta melarang semua aplikasi sejenis.
2. Tidak bekerjasama dengan perusahaan angkutan umum lain yang tidak memiliki izin resmi
Lantas apa komentar Kemenhub soal surat tersebut? Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Perhubungan JA Barata membenarkan adanya surat yang beredar di dunia maya.
“Suratnya sudah ada dan baru dikirim ke Kementerian Komunikasi dan Informatika pagi ini. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga akan melakukan pemblokiran, kata JA Barata saat dihubungi Rappler melalui telepon, Senin 14 Maret.
Lantas apa bedanya kebijakan Kemenhub saat ini dengan kebijakan yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 17 Desember 2015?
“Kebijakan saat ini hanya fokus pada taksi Uber dan Grab Car karena perusahaan angkutan tersebut dianggap melanggar hukum yang berlaku karena undang-undang mengatur syarat-syarat pendirian perusahaan taksi,” kata Barata.
Sedangkan yang diminta Kementerian Perhubungan dalam kebijakan 17 Desember tahun lalu adalah menyasar transportasi aplikasi on line gojek dan ambil sepeda. Barata menegaskan, tidak ada aturan khusus terkait angkutan sepeda motor umum.
Pada 17 Desember 2015, Kementerian Perhubungan juga melarang Gojek dan Grabike beroperasi, namun larangan tersebut dicabut sehari setelah diumumkan. Kebijakan tersebut dicabut setelah Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Perhubungan Ignasius Jonan ke Istana Negara.
Kementerian Perhubungan, kata Barata, telah menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir pemblokiran aplikasi online kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak mengeluarkan peraturan
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan tidak akan menutup transportasi online. Rudiantara bahkan berpikir, jika aplikasi ini benar-benar dinikmati masyarakat, harus dicari alternatif solusinya.
“Dari sudut pandang Kementerian Komunikasi dan Informatika, tidak relevan bagi kita untuk mengatur peraturan. Seharusnya hal ini ditangani Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan Daerah, dan pemerintah daerah, kata Rudi saat ditemui di Kompleks DPR Senayan, Senin, 14 Maret.
Padahal, kata dia, tidak semua permohonan harus mengajukan izin. Kecuali jika startup e-commerce memberikan layanan kepada masyarakat, mereka memerlukan akreditasi, tapi itu semua diserahkan kepada industri.
Kementerian Komunikasi dan Informatika sebenarnya ingin menerapkan aturan light touch, sehingga jika perlu izin hanya boleh keluar satu pintu.
“Kalau izin dari Dirjen saja cukup, maka hanya dari Dirjen saja. Nanti Pak Dirjen lapor ke saya, kata Rudi.
Ia bahkan mengkritisi jika semuanya memerlukan perizinan dan dijalankan oleh pemerintah, maka sektor tersebut tidak akan berdaya saing.
“Itu ide anak muda. Mengapa startup meminta izin? “Kalau memulainya belum tentu menjadi bisnis, jadi tinggal lapor saja ke Kementerian Komunikasi dan Informatika,” ujarnya.
Meski begitu, Rudi mengaku akan terus berkoordinasi dengan Ignasius terkait kebijakan tersebut.
Beri waktu 15 hari
Sementara itu, Ketua Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) Cecep Handoko yang ditemui di kantor Sekretaris Negara mengatakan pihaknya dan pemerintah sudah mencapai kesepakatan. PPAD memberi waktu 15 hari kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan agar GRABTAXI dan Uber mematuhi aturan yang ada.
“Ya, masalahnya di regulasi. Kita sebagai pengemudi mobil pelat kuning dibebani dengan berbagai peraturan, termasuk penetapan tarif. “Jadi kalau kita mau kesetaraan, mari kita buat Perpres atau Inpres yang tidak perlu undang-undang sampai ada revisi UU Lalu Lintas tahun 2009,” kata Cecep.
PPAD menegaskan, pihaknya akan terus mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika mengambil langkah tegas untuk segera melaksanakan rekomendasi Kementerian Perhubungan.
“Maaf, bukan bermaksud sombong, tapi kami beri waktu 15 hari. Kalau tidak ada tindak lanjut, kami akan demo lagi. Karena sudah menjadi keresahan teman-teman pengemudi,” kata Cecep. – Rappler.com
BACA JUGA: