• October 9, 2024
Kisah Frank Feulner yang selamat dari bom Thamrin

Kisah Frank Feulner yang selamat dari bom Thamrin

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pelaku mendekati Feulner dan Kieft karena mereka adalah orang asing di kafe Starbucks.

JAKARTA, Indonesia – Kamis 14 Januari adalah hari kelabu bagi warga negara Jerman, Frank Feulner. Saat sedang menikmati kopi di Starbucks Cafe Menara Skyline, Sarinah bersama rekannya Johan Kieft tiba-tiba didekati pelaku bom bunuh diri.

Akibat kejadian tersebut, Feulner mengalami luka cakaran, sedangkan Kieft mengalami luka serius dan masih dirawat di Singapura. Dalam sebuah wawancara dengan Stasiun berita ABC, Feulner dan Kieft sedang mengobrol. Kedua sahabat itu bercerita tentang liburan mereka masing-masing.

Pelaku tiba-tiba duduk di meja sebelah kanan. Pelaku yang kemudian diketahui bernama Ahmad Muhazan meledakkan jaket berisi bahan peledak.

“Sebuah cahaya muncul diikuti suara ledakan. Saya merasa seperti ditampar pada sisi kanan wajah saya. Kecuali rasanya sangat panas. “Zat berbau bubuk itu membakar kulit dan rambut,” kata Feulner mencoba mengingat kejadian tragis pekan lalu.

Ia mengaku sudah menyerah dan merasa tidak akan bisa bertahan. Namun, baru-baru ini dia berhasil membuka matanya. Saat mencoba bangkit, Feulner terpeleset pecahan kaca dan melukai tangan kanannya.

Sedangkan rekannya, Kieft, mengalami cedera yang lebih serius.

“Rekan saya masih duduk di kursi di depan saya. “Dia masih bisa melihatku,” kata Feulner.

Dia bertemu pandang dengan Kieft dan berteriak agar segera keluar dari area Starbucks.

“Tapi, dia tidak bergerak dan tidak bereaksi sama sekali,” ujar pria yang berprofesi sebagai konsultan di Jakarta ini.

Tidak lama kemudian, dia tiba-tiba mendengar ledakan lagi di luar kafe. Feulner kemudian mengambil keputusan untuk berlari ke arah yang berbeda dari ledakan. Ia mengaku tidak bisa membantu Kieft karena usianya jauh lebih besar.

“Saat itu saya yakin dia tidak akan mati, karena matanya masih menatapku. “Ternyata saya tidak mengalami luka dan tidak menyadari bahwa bom yang meledak berisi paku dan sekrup,” kata Feulner.

Menurut Feulner, pelaku rupanya sengaja mendekati meja mereka karena keduanya merupakan orang asing di antara pengunjung kedai Starbucks saat itu.

Tidak takut

Feulner kemudian dilarikan ke RS Abdi Waluyo. Sejak kejadian itu, ia ditemani istrinya, Bivitri Susanti. Feulner juga menjalani operasi pada matanya.

Ia mengaku tak ingin orang lain takut keluar rumah karena kejadian tersebut.

“Risiko mengalami serangan bom di Sydney sama saja dengan di Berlin atau di Jakarta,” ujarnya.

Bahkan, ia tak takut setelah menjadi korban bom. Feulner mengaku nyaman selama bekerja di Indonesia.

“Saya tidak punya keinginan untuk pindah ke negara lain. Selama saya bekerja dan tinggal di sini, saya tidak mengalami hal buruk apa pun. Ancaman terorisme dan bom bisa terjadi di seluruh dunia. “Sulit untuk menghindarinya,” kata Feulner Kedua.

Polisi menginformasikan bahwa Feulner, pelaku pengeboman, mengenakan jaket berisi bahan peledak yang diledakkan secara manual dengan tangannya. Feulner diizinkan meninggalkan rumah sakit Kamis lalu.

Sementara itu, istri Feulner, Bivitri melalui akun Facebooknya mengungkapkan rasa terima kasihnya atas perhatian berbagai pihak terkait kondisi suaminya. Ia pun berdoa agar kondisi Johan segera membaik setelah dirawat di Singapura.

“Kami harus menjawab pertanyaan dari polisi, anggota keluarga, teman, kolega, jurnalis dan banyak pihak lainnya tentang apa yang sebenarnya terjadi hari itu. Namun pertanyaan tersulit datang dari putri kami yang berusia enam tahun. “Dia bertanya kenapa pelaku memasang bom di sana hingga melukai Feulner dan Johan,” tulis Bivitri. – Rappler.com

BACA JUGA:

Pengeluaran Sydney