Kisah harmonis empat sahabat di Bhutan
- keren989
- 0
Umat Buddha di negara bahagia ini percaya bahwa keharmonisan dengan kehidupan dan menghormati orang yang lebih tua adalah kunci kebahagiaan
JAKARTA, Indonesia – Desup Deepesh Chhetri melihat gulungan yang saya beli di Pusat Pelatihan Draktsho, pusat pelatihan untuk anak-anak berkebutuhan khusus di pusat kota Thimphu, ibu kota Kerajaan Bhutan.
Kami baru saja masuk ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan ke Punakha, kota tua di salah satu negara paling bahagia di dunia. Lukisan yang saya beli menggambarkan empat binatang. Seekor gajah duduk di atasnya seekor monyet, di atas monyet duduk seekor kelinci, dan di atas kelinci duduk seekor burung. Lukisan itu dibuat oleh siswa penyandang disabilitas di sekolah yang baru saja kami kunjungi.
Dave, nama panggilan Deepesh bertanya, “Tahukah Anda apa yang digambarkan dalam lukisan ini?”. Saya menjawab,” Harmoni?“. Teman saya menjawab: “Persahabatan? Kerja tim?”.
Saya memilih untuk membeli lukisan itu sendiri karena saya pikir itu akan cocok dengan dinding kamar anak saya. Lukisan hewan netral untuk kamar anak. Nampaknya lukisan tersebut memiliki makna yang sangat dalam bagi masyarakat Bhutan yang mayoritas beragama Budha. Lukisan tersebut sangat populer, dikenal dengan nama: Empat Sahabat Harmoni. Empat sahabat yang harmonis.
Dave, pemandu wisata untuk grup Retret Tipe-A yang dijalankan oleh trip.me, mengingatkan kami bagaimana kami mendarat di Bhutan sejak awal, dia memberi tahu kami bahwa salah satu ajaran Buddha yang membuat warga Bhutan bahagia adalah hidup dalam harmoni dengan alam, dengan pencipta, dengan sesama makhluk. .
Misalnya, para biksu melarang warga menangkap ikan di sungai-sungai yang begitu bersih. Akibatnya, ikan didatangkan dari negara tetangga. Warga juga ditolak memangkas pohon, khawatir mengganggu keseimbangan alam. “Kami percaya, jika kita memperlakukan alam dengan baik, alam akan membalasnya dengan memberikan kehidupan,” kata Deepesh.
(BA: Mengapa orang Bhutan mengklaim sebagai yang paling bahagia)
Empat Sahabat Harmoni atau Thuenpa Puen Zhi yang telah ditayangkan di berbagai tempat di Bhutan. Di sekolah. Kuil. Dinding dari rumah, kantor hingga restoran. “Pesan keempat sahabat ini adalah, kamu harus baik kepada siapapun, kamu harus bisa bekerja sama, kamu harus bisa menghormati orang yang lebih tua,” kata Deepesh. Keempat binatang itu berdiri di samping sebuah pohon besar dengan buah yang lebat. “Pohon ini ada. Di India,” kata Deepesh lagi.
Menurut cerita yang diyakini masyarakat Bhutan dan Tibet, mereka berempat berdebat tentang siapa yang lebih tua di antara mereka. Burung itu berkata, “Akulah yang menabur benih (pohon buah) ini.” Kelinci berkata, “Saya membawa pupuk agar benih tumbuh.” Monyet berkata, “Saya menyirami benih itu sehingga menjadi pohon yang berbuah.” Gajah berkata, “Ketika saya berdiri di dekat pohon ini, tingginya melebihi saya.” Berdasarkan fakta tersebut, akhirnya mereka sepakat, yang tertua di antara mereka adalah burung. Nah selanjutnya yang terbaru adalah si Gajah.
(BA: Penis Penolakan Bala di Tanah Bahagia)
“Karena mereka bekerja sama, mereka menikmati kerja keras. Benih ditanam, pohon tumbuh dan berbuah. Saat buahnya tinggi, Gajah membantu ketiganya memakan buah itu, ”kata Deepesh.
Orang Bhutan percaya bahwa jika pikiran kita dapat meninggalkan hal-hal buruk, mereka akan menuntun kita untuk melakukan hal-hal yang baik. “Kami di Bhutan percaya pada ajaran Buddha, ketika ada kesempatan untuk berbuat baik, lakukanlah. Misalnya, Anda biasa membeli barang-barang buatan anak berkebutuhan khusus. Uang itu sangat bermanfaat bagi sekolah dan anak-anak,” kata Deepesh.
Dalam cerita yang diyakini diturunkan oleh masyarakat Bhutan, burung tersebut dianggap sebagai personifikasi Buddha di kehidupan lampau. Kisah ini dijadikan sebagai gambaran sikap gotong royong dan hormat kepada sesepuh atau senior, ketika Sang Buddha mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada murid-muridnya. Intinya, keharmonisan hidup dan menghormati orang yang lebih tua adalah pesan utama dari kisah di balik keempat sahabat ini.
(BA: Berjalan di Kuil Sarang Harimau)
Sebenarnya nilai-nilai tersebut ada di agama yang saya anut juga, dan saya yakin di agama lain juga ada. Di hari Waisak ini, adalah saat yang tepat untuk memikirkan betapa banyak kesamaan yang diajarkan oleh agama yang berbeda. Berfokus pada kesamaan tentu membawa lebih banyak keharmonisan dan saling menghormati daripada mencari perbedaan, bukan? Selamat Hari Raya Waisak bagi yang merayakannya. –Rappler.com