• November 27, 2024

Kisah Meninggalnya Johannes Marliem dan Aliran Uang ke Pejabat di Indonesia

JAKARTA, Indonesia – Setelah dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak di kepala, tabir kematian Johannes Marliem perlahan terkuak. halaman Bintang Tribun terbit pada Sabtu, 30 September, terungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan bekerja sama dengan Biro Investigasi Federal (FBI) selama hampir satu tahun untuk mendapatkan informasi dari pria berusia 32 tahun tersebut.

Kecurigaan FBI terhadap Marliem muncul setelah ia memberikan donasi ke organisasi nirlaba konservasi orangutan bernama Como Friends pada tahun 2014 sebesar US$66 ribu atau setara Rp874 juta. Bahkan, di usianya yang baru 28 tahun, Johannes mampu memberikan sumbangan untuk upacara pelantikan Presiden Barack Obama sebesar US$225 ribu atau setara Rp 2,9 miliar.

Diberitakan Star Tribune, pada Kamis, 28 September, otoritas setempat di Minnesota mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menyita aset Johannes sebesar US$12 juta atau setara Rp158 miliar di Amerika Serikat. Dana tersebut diduga diperoleh Johannes karena terlibat kasus korupsi perolehan KTP elektronik di Indonesia.

Untuk memproses klaim tersebut, seorang anggota FBI bernama Jonathan Holden membuat pernyataan tertulis ke pengadilan. Holden dalam keterangannya mengatakan Johannes mendapat manfaat langsung dari proyek yang merugikan pemerintah Indonesia sebesar Rp 2,3 triliun itu. Holden pun mengakui FBI memang sudah beberapa waktu bekerja sama dengan KPK dalam proses pengusutan kasus tersebut.

“Belum jelas bagaimana KPK terlibat dalam proses penyidikan, namun keterlibatan mereka aktif sejak Desember 2016,” tulis media lokal lainnya. Wehoville.

Sementara Johannes dan KPK menyebut Holden sudah melakukan negosiasi selama 18 bulan. Negosiasi itu diperlukan agar Johannes merasa familiar dan yakin ingin memberikan buktinya kepada lembaga antirasuah.

Terakhir, Johannes bersedia bertemu dengan penyidik ​​KPK di Singapura pada Maret 2017. Dalam pertemuan yang digelar di KBRI, Johannes membantah dirinya telah menyuap siapa pun di Indonesia.

Namun pengakuannya berubah pada Juli lalu saat penyidik ​​KPK kembali bertemu Johannes di KJRI Los Angeles. Johannes mengaku kepada penyidik, dirinya memang melakukan negosiasi besaran nominal suap yang akan diberikan kepada Ketua DPR Setya Novanto. Ia pun mengaku kepada penyidik ​​bahwa ia memberi Richard Mille sebuah jam tangan mewah senilai US$135.000 (Rp 1,7 miliar) yang dibelinya di Beverly Hills.

Di sana, Johannes pun mengaku merekam percakapan dan negosiasinya dengan berbagai pejabat pemerintah. Ia juga bercerita kepada penyidik ​​KPK bahwa dirinya menyuap anggota DPR bernama Chaeruman Harahap senilai US$700 ribu (Rp9,2 miliar).

Johannes memutar rekamannya bersama pejabat Indonesia untuk membahas besaran uang suap yang akan disiapkan dan dimasukkan ke dalam nilai kontrak, kata Holden.

Johannes juga dikabarkan menunjukkan bukti elektronik terkait lainnya kepada KPK dan beberapa foto, termasuk foto jam tangan mewah yang dibelinya dan diberikan kepada Setya.

Holden di pengadilan mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan perusahaan yang dipimpin Johannes, yakni Biomorph Lone Indonesia, menerima lebih dari US$50 juta (Rp 662 miliar). Nilai tersebut untuk pembayaran subkontrak terkait proyek pengadaan KTP Elektronik. Sebanyak US$12 juta, di antaranya masuk ke kantong pribadi Johannes.

Uang tersebut ia masukkan melalui rekening bank pribadinya di Indonesia dan kemudian ditransfer ke rekening bank di Amerika Serikat. Berdasarkan analis FBI, diketahui antara Juli 2011 hingga Maret 2014, ada aliran dana ke rekening Johannes sebesar US$ 13 juta.

Uang tersebut berasal dari instansi pemerintah untuk membayar kontrak proyek. Dana tersebut langsung masuk ke rekening Bank Wells Fargo milik Johannes. Berdasarkan keterangan analis pula, dana Johannes di Bank Wells Fargo yang semula hanya US$49,62 tiba-tiba menjadi gemuk.

Johannes rupanya menggunakan dana tersebut untuk membeli beberapa properti mewah di Negeri Paman Sam, mulai dari mobil Bugatti senilai US$2,6 juta, rumah di tengah danau senilai US$2 juta, kapal senilai US$2 juta, hingga sebuah jam tangan. senilai US$1,4 juta, biaya sewa pesawat jet US$800 ribu, tas Hermes senilai US$638.800, dan piano Steinway senilai US$87 ribu.

Berdasarkan keterangan Holden, Johannes meninggalkan KJRI Los Angeles untuk memberikan keterangan kepada penyidik ​​KPK pada 6 Juli. Johannes berjanji pada pertemuan berikutnya akan menyerahkan keterangan tertulis dan bukti fisik elektronik lainnya kepada penyidik ​​KPK. Sebagai imbalannya, Johannes meminta untuk dilindungi dan tidak diselidiki. Namun, Johannes berubah pikiran.

Dalam percakapan telepon dengan penyidik ​​KPK, Johannes mengaku sempat berkomunikasi dengan seseorang pada malam sebelumnya. Oknum tersebut menegur Johannes agar tidak menyetujui kesepakatan dengan KPK hingga lembaga antirasuah memberikan jaminan penuh bahwa keselamatannya akan terjamin.

Tekanan meningkat

Namun, tekanan pada Johannes semakin meningkat. Pada tanggal 8 Agustus, personel FBI memberikan surat perintah penggeledahan di kediaman yang dia sewa di Edinburgh Avenue.

Dua agen FBI baru menemukan Johannes di sebuah hotel dekat Bandara Internasional Los Angeles. Di sana Johannes setuju untuk berbicara dengan agen FBI. Holden mengatakan Johannes akhirnya membenarkan dirinya terlibat suap sejumlah pejabat di Indonesia. Namun, dia membantah menggunakan uang proyek KTP Elektronik untuk menyuap pejabat tersebut.

“Saat didesak dan disinggung kenapa dia membayar tunai dan apa yang dia lakukan dengan uang tunai itu, Johannes memberikan jawaban ambigu. Dijelaskannya, ada yang menyuruhnya membayar US$1 juta kepada perusahaan yang tidak memenangkan kontrak pengadaan proyek KTP Elektronik, ”kata Holden.

Ketika ditanya lebih lanjut mengapa ia rela melakukan hal tersebut, Johannes hanya menjelaskan karena memang begitulah yang terjadi di Indonesia.

Johannes setuju dan meminta agen FBI menggeledah semua properti di Minnesota dan menyita semua bukti yang diperlukan sehubungan dengan penyelidikan tersebut. Namun, tak lama kemudian Johannes ditangkap polisi Los Angeles karena kepemilikan senjata api ilegal di rumah yang disewanya di Edinburgh.

Johannes dibebaskan setelah memberikan jaminan pada pagi hari tanggal 9 Agustus.

Holden mencoba menghubungi Johannes pada 9 Agustus. Akhirnya dibalas lewat email. Sayangnya, Johannes menanggapinya dengan beberapa tuntutan atau mengancam akan bunuh diri. Dari situlah Holden akhirnya menghubungi personel kepolisian Los Angeles.

Dari sinilah tragedi putri dan istri Johannes yang disandera di rumahnya dimulai. Tragedi penyanderaan ini berlangsung sekitar sembilan jam. Namun akhirnya, istrinya Mai Chie Thor dan putri mereka diizinkan meninggalkan rumah.

Sayangnya, saat polisi masuk ke kediaman John, polisi menemukannya sudah tidak bernyawa. Dia meninggal akibat bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri. Juru bicara FBI di Minneapolis menolak mengomentari penyelidikan tersebut pada Jumat, 29 September.

Meminta perlindungan

Sebelum meninggal karena bunuh diri, Johannes rupanya meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun Johannes tidak secara resmi mengajukan permohonan perlindungan.

Ia tiba di Amerika Serikat untuk melanjutkan studinya di University of Minnesota pada tahun 2004. Tiga tahun kemudian, ia menikah dengan Thor dan menjadi warga negara AS melalui proses naturalisasi pada tahun 2014.

Sayangnya, meski berkewarganegaraan Amerika, Johannes tidak menyerahkan paspor Indonesianya ke kantor konsulat Indonesia di sana. Terbukti saat mudik ke Indonesia, Johannes masih menggunakan paspor Indonesia.

Investigasi pedesaan

Sementara itu, saat dikonfirmasi ke KPK, Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan lembaga antirasuah tersebut memang bekerja sama dengan FBI untuk mengusut kasus korupsi KTP Elektronik. Febri mengatakan, dasar kerja sama tersebut ada pada konvensi UNCAC yang ditandatangani negara-negara anggota.

“Dengan penandatanganan UNCAC, pertukaran informasi dan kerja sama internasional akan semakin kuat,” kata Febri kepada Rappler melalui pesan singkat, Kamis, 5 Oktober.

Ia juga tak menampik fakta yang muncul dalam persidangan di Minnesota soal upaya penyitaan aset Johannes. Febri mengatakan, dukungan investigasi dengan FBI sangat penting untuk menuntaskan kerja KPK.

“Salah satu bukti yang kami peroleh dari penyelidikan adalah adanya indikasi aliran uang ke sejumlah pejabat di Indonesia. “Beberapa di antaranya hadir baik pada sidang di AS maupun sidang di pengadilan tipikor di Indonesia,” ujarnya.

Untuk itu, lembaga antirasuah mengaku yakin bisa mengalahkan Setya di sidang perdana. Mereka mengaku punya banyak bukti soal keterlibatan Setya dalam korupsi proyek KTP Elektronik. Sayangnya, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan sebaliknya.

“Setelah sidang pendahuluan kemarin, KPK tentunya harus mengkaji kembali aspek formalitas yang menurut hakim tidak dipenuhi. “Padahal kami merasa kecewa dan pahit menerima kenyataan itu,” ujarnya lagi.

Sementara pihak Setya Novanto saat membenarkan hal tersebut mengaku tidak mengetahui adanya pemberitaan di media AS.

“Saya tidak tahu soal masalah ini,” kata Nurul Arifin, orang dekat Setya melalui pesan singkat

Ketua Umum Partai Golkar itu baru saja keluar dari rumah sakit setelah dirawat di sana selama 15 hari karena didiagnosis mengidap berbagai penyakit. – dengan pelaporan oleh Santi Dewi/Rappler.com

Toto SGP