Kisah Rastoni, seorang manusia cangkul yang dibantu netizen untuk mencari pekerjaan
keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Rumah kontrakan hanya terdiri dari potongan kayu, triplek yang digunakan sebagai meja, dan laci untuk menyimpan barang. Kondisi ini sangat kontras karena rumah kontrakan tersebut sudah berada di kompleks perumahan Permata Bintaro sejak tahun 2009.
Rumah di kompleks Permata Bintaro diperkirakan menelan biaya hingga Rp 2 miliar. Belum lagi di kawasan itu juga terdapat 2 sekolah internasional. Di sanalah keseharian Rastoni (65 tahun).
Nama Rastoni menjadi perbincangan publik di media sosial karena kisah sedihnya sebagai ‘manusia cangkul’. Meski sudah lanjut usia, Rastoni masih harus membawa cangkul dan pengki lalu berkeliling kawasan Bintaro dengan harapan ada yang memanfaatkan jasanya. Dia menawarkan layanan mencangkul halaman, menarik rumput, dan membersihkan saluran pembuangan.
Selama 7 tahun, Rastoni menyewa toko di belakang Masjid Al-Aqsa, dekat pintu masuk kompleks Permata Bintaro. Karena kondisi rumah kontrakan yang memprihatinkan, harga sewanya hanya Rp 10 ribu per minggu.
Rastoni sebelumnya tinggal di Brebes, Jawa Tengah, bersama istri, 2 orang anak, dan 2 cucu. Tapi kenapa dia meninggalkan kampung halamannya?
Untuk mencari pekerjaan, kata Rastoni yang ditemui Rappler pada Jumat, 7 Oktober di rumah kontrakannya.
Hanya bisa melakukan pekerjaan manual
Sebelum datang ke Jakarta, Rastoni setiap hari bekerja mencangkul sawah di Brebes. Namun seiring bertambahnya usia, semakin sulit untuk melanjutkan pekerjaan ini.
“Pekerjaan di kota itu berat,” jelasnya.
Rastoni mengaku belum pernah bersekolah, bahkan SD sekalipun. Ketika ia masih kecil, orang tuanya menyuruhnya untuk “tinggal sendirian” bersama orang tuanya.
“Jika Anda tidak bekerja keras, sama sekali tidak Bisa.”
Maka ia memutuskan untuk mencari makan di ibu kota, berharap mendapatkan pekerjaan yang lebih mudah.
Namun, mencari nafkah di Jakarta juga tidak mudah. Pak Rastoni harus berjalan cukup jauh setiap hari untuk mencari pekerjaan.
“Berkeliaran mencari pekerjaan… Pamulang tibaCiputat tiba.”
Terkadang seminggu bisa berlalu tanpa menghasilkan uang. Kalau memang begitu, Pak. Rastoni harus berhutang pada toko tempat ia menyewa.
“Tulis di buku di toko, lalu bayar kalau punya uang,” ujarnya.
Tempat untuk menampung cangkul
Pasangan suami istri pemilik warung, Wastim dan Edah, ternyata merupakan tetangga Rastoni di Brebes. Mereka telah menjalankan toko di gang belakang Masjid Al-Aqsa selama 12 tahun.
Rastoni bukan satu-satunya yang memiliki kontrak dengan toko tersebut.
“Ini tempat menampung pekerja cangkul,” kata Wastim.
Rupanya, seperti Rastoni, banyak warga Brebes yang mencari nafkah sebagai buruh cangkul di Jakarta. Bedanya, umumnya mereka jauh lebih muda dibandingkan Rastoni; usia rata-rata mereka adalah 20-30 tahun.
Mengapa mereka pindah ke Jakarta?
“Di kota dapat uang satu hari, hari itu juga habis,” kata Edah. “Uangnya dikumpulkan di Jakarta,” ujarnya lagi.
Salah satu pekerja cangkul muda itu adalah Raswin, menantu Rastoni. Raswin bekerja sebagai perajin keramik di Yogyakarta sebelum mengikuti mertuanya ke Jakarta pada tahun 2013.
Ia mengaku datang ke Jakarta untuk mencari pengalaman. Raswin menghadapi masalah yang sama seperti Rastoni.
“Terkadang Anda mendapat penghasilan, terkadang tidak,dia berkata. “TIDAK Tentu saja.” Meski begitu, Raswin tetap merasa lebih baik di Jakarta dibandingkan di kota.
Sebuah pertemuan kebetulan
Tn. Nasib Rastoni mulai membaik setelah pertemuan tak terduga yang terjadi pada Rabu, 28 September lalu. Seperti biasa, ia “berkeliaran” di Pasar Modern Bintaro, sekitar 3 km dari rumah kontrakannya, mencari pekerjaan. Saat ia berjalan membawa cangkulnya, ia disambut oleh seorang wanita bernama Dewi Rachmayani.
“Apa yang Anda cari, Tuan?” tanya Dewi, seingat Rastoni.
“Cari pekerjaan,” jawab Rastoni.
Dewi pun menawarkan pekerjaan mencabut rumput di kebunnya. Tak sampai disitu saja, ujar Dewi yang tampak terkesan dengan pertemuannya dengan Rastoni penempatan di Facebook tentang pengalamannya.
Peternakan Menjadi virus, dapatkan lebih dari 1000 menyukai dan hampir 2.000 Membagikan. Sejak itu, kekayaan Rastoni semakin meningkat.
Banyak orang mencarinya untuk melakukan pekerjaan di sekitar rumah mereka. Ada seorang ibu yang memberinya ponsel agar lebih mudah dihubungi. Bahkan ada yang memberikan uang agar Rastoni bisa pindah ke apartemen yang lebih baik. Kini dia dan Raswin tinggal di sebuah kamar kecil tak jauh dari warung Wastim dan Edah.
Mimpi membuka warung makan
Usai bertemu Dewi, Rastoni mengaku semakin “bergairah” dalam bekerja. Karena dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan apa pun dalam sehari, permintaan akan tenaga kerja kini tinggi.
“No Telepon berhenti,” kata Edah sambil tersenyum. Memang benar, saat diwawancara, Rastoni dua kali ditelepon dengan tawaran pekerjaan. Tapi dia punya banyak pekerjaan, dia harus menolaknya.
Edah mengaku terharu sekaligus terkejut melihat kebahagiaan yang diterima tetangganya. Ia senang karena menurutnya keluarga Rastoni sangat bergantung padanya.
“Pak Rastoni adalah tulang punggung keluarga. Makan atau tidak makan terserah dia,” kata Edah.
Pak Rastoni tentunya juga sangat bersyukur atas perubahan peruntungannya ini. Namun dia tidak ingin tinggal di Jakarta selamanya.
“Saya ingin mendapatkan uang untuk membuka toko di desa,” katanya menjelaskan mimpinya.
Hingga mimpinya menjadi kenyataan, dia akan terus bekerja sebagai cangkul untuk menghidupi keluarganya.—Rappler.com