Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Dirjen Perhubungan Laut setelah terjaring OTT
- keren989
- 0
KPK menyita barang bukti berupa uang dari rumah dinas Tony senilai Rp20,74 miliar
JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono selama 20 hari ke depan setelah ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi pada Kamis, 24 Agustus. Tonny kedapatan menerima uang dalam operasi yang dilakukan petugas lembaga antirasuah pada Rabu, 23 Agustus di kediamannya di Mapolres Gunung Sahari.
Dari kediaman Tonny, petugas KPK menyita barang bukti berupa 33 kantong kecil uang dan empat kartu ATM.
“Tim KPK menangkap ATB (Tonny) di kediamannya di Ruang Perwira Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu lalu sekitar pukul 21.45 WIB. Setelah itu, berturut-turut ditangkap empat orang lagi berinisial APK (Adiputra Kurniawan yang menjabat Komisaris PT AGK), S (manajer keuangan PK AGK), DG (Direktur PT AGK) dan W (kasubdit. Pengerukan) dan Daur Ulang). Totalnya ada dua orang dari Ditjen Perhubungan Laut dan tiga orang dari PT AGK, kata Komisioner KPK Basaria Panjaitan saat memberikan siaran pers di Gedung KPK, Kamis malam, 24 Agustus.
Perusahaan pemberi suap adalah PT Adhiguna Keruktama yang terlibat dalam proyek pengerukan di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Diakui Basaria, OTT kali ini merupakan salah satu yang terbesar dari segi jumlah barang bukti yang ditemukan berupa uang. Tidak tanggung-tanggung, di dalam 33 kantong kecil tersebut terdapat dana dalam berbagai mata uang, antara lain rupiah, dolar AS, Poundsterling, dan Ringgit Malaysia.
“Total uang tunai yang kami temukan sebesar Rp 18,9 miliar. Sedangkan satu kartu ATM yang diterbitkan Bank Mandiri menyisakan Rp1,174 miliar. Jadi, total uang yang ditemukan mencapai Rp20,74 miliar, kata Basaria.
Dia mengatakan, suap yang diberikan kepada Tonny diduga untuk kepentingan proyek pengerukan di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Menurut Basaria, pemberian uang tidak dilakukan dalam satu kali transaksi. Namun pada periode 2016-2017.
“Jadi kami yakin suap itu memang untuk berbagai proyek. “Proyeknya apa, masih kita selidiki,” ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tas berukuran kecil itu ditemukan di sebuah kamar di rumah dinas Tonny. Ia pun tak menampik, sejumlah besar uang yang ditemukan diyakini berasal dari lebih dari satu proyek. Jadi, saat ini masih didalami penyidik lembaga antirasuah.
Febri juga membenarkan, sebelum ditangkap petugas KPK pada Rabu pekan lalu, ada kesepakatan pemberian uang dari penyuap di hari yang sama. Namun, dia mengaku masih belum mengetahui nominalnya.
Saat ini KPK telah menyegel tiga lokasi untuk pembuktian kasus tersebut, yakni Kantor Dirjen lantai empat Kementerian Perhubungan, mess petugas di kawasan Gunung Sahari, dan PT Adhiguna. Kantor Keruktama berlokasi di Sunter.
Terhadap Tonny, KPK dijerat dengan pasal 12 huruf a dan b atau pasal 11 dan 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Komisaris PT Adhiguna Keruktama, APK, dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP.
Keduanya kini digelar di dua lokasi berbeda. Tonny ditahan di Rutan Guntur, sedangkan APK ditahan di Polres Jakarta Timur.
Modus baru
Dalam OTT terhadap Tonny, KPK menemukan metode suap baru yang dilakukan pelaku. Selain memberikan suap dalam bentuk uang tunai, pelaku disebut juga memberikan suap dalam bentuk kartu ATM.
Basaria menjelaskan, empat kartu ATM ditemukan di rumah dinas Tonny. Salah satunya diterbitkan Bank Mandiri dengan sisa saldo Rp 1,174 miliar.
“ATM ini dibuka oleh pemberi suap dengan menggunakan nama orang lain yang diduga fiktif. Kartu ATM bisa digunakan untuk keperluan apa saja dan memang sudah beberapa kali digunakan, antara lain untuk kepentingan anak-anak, hotel dan lain-lain. “Kasus ini masih kami kembangkan,” kata Basaria.
Dengan menyediakan kartu ATM, penyuap bisa langsung menyetorkan uangnya ke rekening. Sedangkan Tony selaku penerima suap bisa menggunakan kartu tersebut kapan saja.
Soal cara baru tersebut, KPK mengaku tak terlalu khawatir karena akhirnya terungkap.
Sementara itu, Tony akan terus ditanyai mengenai sumber dan penggunaan dana tersebut.
“33 tas tersebut masih ditelusuri siapa pemberinya dan untuk proyek apa. Sebab, saat ditanya, dia juga bingung dan lupa dari mana uang itu berasal. “Dia hanya ingat menerima uang itu,” katanya.
Seiring berkembangnya kasus ini, Basaria mengingatkan jumlah tersangka kemungkinan akan bertambah. – Rappler.com