Komunitas ‘Pria Baru’ mendorong perspektif baru terhadap perempuan di NTT
- keren989
- 0
Relawan Laki-Laki Baru berupaya mengubah paradigma masyarakat NTT yang patriarki mengenai hak-hak perempuan dan kesetaraan gender
JAKARTA, Indonesia – Seperti daerah lain di Indonesia, budaya patriarki masih melekat di masyarakat Nusa Tenggara Timur. Gagasan keliru tentang maskulinitas laki-laki, yang sering dikaitkan dengan superioritas atas perempuan, masih mengakar.
Oleh karena itu, Center for Internally Displaced People’s Service (CIS) Timor memulai Gerakan Laki-Laki Baru (LLB) di Kupang, NTT. Tujuannya untuk menghilangkan adat istiadat setempat yang bias gender dan cenderung menempatkan laki-laki di atas perempuan.
“Di Kupang ada budaya yang menganggap laki-laki harus nakal. “Inilah yang membangun budaya patriarki dan menjadikan laki-laki lebih unggul,” kata William Fangidae, relawan CIS Timor yang ditemui Rappler di Kupang Februari lalu.
LLB merupakan gerakan berbasis komunitas yang memberikan pengetahuan tentang kesetaraan gender, hak-hak perempuan dan anti kekerasan dalam rumah tangga (ADV) – yang sering terjadi di NTT. LLB mempunyai kegiatan berupa sekolah nonformal untuk pelajar Pengorganisir komunitas (BERSAMA). Nantinya para KO ini bertugas untuk menyebarkan pemahaman LLB kepada keluarga, saudara, dan teman-teman di sekitarnya.
Para relawan yang bergabung di LLB sejak tahun 2013 ini mengaku sangat puas dengan perubahan yang terjadi selama ini, khususnya pada individu masing-masing.
Seorang relawan bernama Bani P. Sabloit mengungkapkan bahwa sejak bergabung dengan CIS Timor dan gerakan LLB, ia menjadi lebih sensitif gender dan sering membantu pekerjaan rumah di rumah.
Ini merupakan perubahan besar karena sebelumnya, seperti kebanyakan laki-laki Timor, Bani selalu dilayani oleh perempuan.
“Di sini laki-laki harus berani mabuk-mabukan, disuguhi perempuan untuk ngopi, makan, kita duduk-duduk saja dan semuanya disiapkan perempuan,” kata Bani mengenang masa-masa sebelum LLB.
Saat ini Bani sudah mulai membantu pekerjaan di rumah, seperti memasak dan mencuci piring. Ia pun berhenti minum, meski sebelumnya diketahui pria berusia 25 tahun ini tak pernah lepas dari sebotol minuman keras. mengunjungi dengan teman-temannya.
Tak hanya itu, beberapa tahun kemudian Bani juga berhasil mengajak ayahnya untuk mengurangi kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol.
“Ayah juga mulai berhenti mabuk seperti aku,” kata Bani.
Minum-minuman keras menjadi salah satu kebiasaan buruk warga NTT karena kerap memicu perkelahian dan menjadi bukti kejantanan.
“Kalau anak muda belum mabuk berarti belum baik. Walaupun dia kurus tipis kecil, mungkin kamu menjadi (orang) besar ketika mabuk. Setiap orang yang lolos akan ditantang untuk bertarung. “Kalau belum memukul, Anda bukan laki-laki,” kata salah satu relawan CIS Timor, Senimala Batmalo.
Lain halnya dengan Yoksan Imanuel Koa, relawan CIS Timor berusia 23 tahun yang juga terlibat dalam gerakan LLB. Meski sejak kecil sering membantu pekerjaan rumah di rumah, perubahan besar juga terjadi pada dirinya sejak bergabung dengan LLB.
Menurut Yoksan, tujuan gerakan LLB memerlukan proses panjang untuk mencapainya. Tapi tidak ada yang tidak bisa Anda lakukan. Berdasarkan pengalamannya, ia mengalami banyak perubahan pada dirinya.
“Dari pola pikir, pemahaman, perubahan. Pola perilaku, ucapan, juga berubah. Anda bisa lebih menghormati, Anda bisa lebih mendengarkan orang lain, dan seterusnya.
Jika sebelumnya ia tidak pernah membantu ibunya yang bekerja sebagai penjual sayur di pasar, setelah bergabung dengan LLB Yoksan tak segan-segan membawa keranjang sayur dari dalam pasar hingga ke pangkalan.
“Awalnya tidak nyaman, tapi saya terus mencobanya. “Awalnya hanya membantu membawa keranjang dari pasar ke pangkalan, akhirnya saya membantu berjualan sayur mayur hingga sekarang.” —Rappler.com