Korban praktik medis asing mungkin lebih dari yang diperkirakan
- keren989
- 0
Regulasi sudah ada dan memadai. Namun banyak kejanggalan dalam pendirian klinik tersebut, yang disinyalir tidak lepas dari keberadaan permainan
JAKARTA, Indonesia – Polisi menetapkan Randal Cafertty sebagai tersangka kematian Allya Sisca Nadya. Warga negara Amerika ini adalah seorang chiropractor – terapis yang menangani kelainan tulang Allya.
Allya yang dirawat Randall di Klinik Kiropraktik Pertama Pondok Indah, tidak kunjung sembuh melainkan menderita. Ia akhirnya meninggal dunia saat menjalani perawatan di RS Pondok Indah pada Agustus 2015.
Polisi menduga Randall adalah penyebab kematian Allya. Hal itu diperkuat dengan hasil otopsi pada jenazah Allya yang menunjukkan adanya patah tulang leher hingga menimbulkan pendarahan hebat.
Untuk menangkap Randall, Kepolisian Nasional meminta Badan Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) untuk menangkap Randall, yang batang hidungnya tidak terlihat sejak kematian Allya.
(BACA: Polri bekerja sama dengan FBI untuk mengungkap malpraktik chiropraktik)
Pengawasan yang buruk
Menurut Marius Widjajarta, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), kasus yang menimpa Allya merupakan fenomena gunung es: satu dari sekian banyak kasus serupa yang belum terungkap.
“Kasus Allya sudah di hilir. Nah, selama hulunya tidak dipulihkan, hal itu akan terus terjadi. “Padahal tidak selalu berakhir dengan kematian,” kata Marius kepada Rappler.com, Senin, 25 Januari.
Menurut dia, akar permasalahannya terletak pada buruknya penegakan peraturan. “Regulasinya bagus, tapi penerapan aturannya buruk,” ujarnya.
Sebagai contoh, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 11 Tahun 2014 Tentang Klinik kami telah membuat klasifikasi apa itu klinik pratama dan klinik induk.
Klinik Pratama melayani kesehatan dasar yang dipimpin oleh dokter umum atau dokter gigi umum. Klinik utama melayani dokter spesialis yang dipimpin oleh dokter spesialis.
“Banyak klinik primer yang menyediakan bedah kosmetik. Bukankah itu melanggar aturan?” kata Marius.
Ia juga heran dengan praktik kesehatan yang memiliki klinik di pusat perbelanjaan dan hotel, padahal persyaratan untuk berpraktik sebagai dokter dan mendirikan klinik sangat ketat.
Pemerintah juga tidak mengembangkan standar kesehatan nasional. Klinik dan rumah sakit mempunyai standar tersendiri.
“Pada akhirnya sulit membedakan mana yang malpraktek dan mana yang bukan,” ujarnya.
Sebenarnya, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terjaminnya hak-hak pasien, antara lain hak memperoleh informasi yang benar, hak atas jaminan keamanan dan keselamatan, hak atas pelayanan yang tidak diskriminatif, dan hak menuntut denda sebagai ganti rugi.
Namun, hal-hal tidak berjalan baik di lapangan.
“Sekarang hak-hak pasien dilanggar karena tidak ada informasi yang benar. Pasien tidak mengetahui apakah suatu klinik mempunyai izin atau tidak. Anda tahu karena itu ada di tempat itu Wowmaka dianggap memberikan pelayanan yang terbaik,” kata Marius.
Padahal sejumlah syarat pendirian klinik tidak terpenuhi. “Bagaimana cara mereka membuang limbah medis di hotel?” dia berkata.
Menurut Marius, izin klinik menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat.
Kehadiran tenaga kesehatan asing, baik dokter maupun non-dokter, juga sarat akan kejanggalan. “Kalau dokter asing harus izin KKI,” kata Marius.
Dalam kasus ini, polisi membentuk satuan tugas yang terdiri dari imigrasi, layanan kesehatan, dan layanan ketenagakerjaan untuk menindak klinik ilegal berbahaya.
KKI atau Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai kewenangan memberikan izin berupa Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP). Berbekal dua jenis surat tersebut, seorang dokter baru dinyatakan sah untuk berpraktik.
“KKI belum memberikan izin praktik kepada dokter asing tersebut,” kata Ketua KKI Prof. Dr. Bambang Suprayitno kepada Rappler.
Namun Bambang menegaskan, sepanjang pengetahuannya, kasus yang menimpa Allya tidak ada kaitannya dengan praktik dokter.
Allya dirawat oleh orang-orang yang menerapkan teknik pengobatan alternatif. Kalau bukan dokter, bukan kewenangan KKI, kata Bambang.
KKI berwenang menindak dokter apabila dokter tersebut juga melakukan praktik alternatif. “Itu namanya malpraktek,” ujarnya. Soalnya, sesuai kewenangannya, CCI akan bertindak jika ada laporan dari masyarakat.
Menyikapi kasus seperti yang dialami Allya, KKI kini berinisiatif bergerak. Namun dengan berkoordinasi dengan instansi lain. Seperti kepolisian, imigrasi, Kementerian Kesehatan, dan lain sebagainya. —Rappler.com
BACA JUGA