• November 25, 2024
Kronologi Dua Anak Tenggelam di Kolam Renang Novotel Surabaya

Kronologi Dua Anak Tenggelam di Kolam Renang Novotel Surabaya

Pihak yang bertanggung jawab dapat didakwa melakukan tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak

SURABAYA, Indonesia – Meski terdapat indikasi unsur kelalaian dalam penenggelaman dua anak kecil di kolam renang Hotel Novotel Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 9 April, hingga kini Polrestabes Surabaya belum menetapkan tersangka.

Kasubbag Humas Polrestabes Surabaya AKP Lily Ja’far mengatakan, pihaknya masih menyelidiki lima orang yang menjadi saksi dalam kejadian tersebut. Kelima orang tersebut terdiri dari dua orang keluarga korban yang menemani saat berenang dan tiga orang pihak hotel.

“Mereka masih diperiksa sebagai saksi,” kata Lily saat dihubungi Rappler, Senin, 11 April.

WA (7 tahun) dan APA (8 tahun) menjadi korban tenggelam saat bermain di kolam renang Hotel Novotel akhir pekan lalu. Ibu APA, Sri Winarti, datang ke hotel bersama kakak perempuan APA, Yuli (25 tahun). Mereka mengundang WA untuk ikut.

Sri tiba di Surabaya dari Balikpapan, Kalimantan Timur pada Jumat sore, 8 April, dan bermalam di hotel Novotel. Keesokan harinya, Sri mengunjungi rumah orang tua WA dan mengajak gadis kecil itu kembali ke hotel untuk berenang bersama sepupunya.

Ajakan tersebut disambut antusias oleh WA yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua sepupunya itu tinggal di Balikpapan. Sesampainya di Novotel, WA disambut oleh APA dan Yuli – yang baru tiba di Surabaya pada hari Sabtu.

Sembari berenang, WA dan APA awalnya bermain air di kolam khusus anak-anak, sedangkan Sri dan Yuli menonton dari pinggir kolam.

Tak lama kemudian, Sri bangkit dari tempatnya untuk kembali ke kamar, mengambil handuk dan makanan ringan. WA dan APA kini dalam pengawasan Yuli, namun menurut keterangan AKP Lily, Yuli tidak memperhatikannya dengan seksama saat ia sedang bermain ponsel di tepi kolam renang.

Tanpa sepengetahuan Yuli, WA dan APA sedang bermain di kolam dewasa. Karena tidak bisa berenang, keduanya meninggal.

Yuli baru menyadari adik sekaligus sepupunya terapung di kolam dewasa saat Novandra menjadi petugas rekayasa, berteriak. Yuli langsung menceburkan diri ke dalam kolam untuk membantu WA dan APA. Sementara itu, Novandra menelepon dua petugas keamanan hotel.

Meskipun mereka pergi ke dokter. Dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Ramelan, nyawa kedua anak kecil tersebut tak tertolong lagi.

Staf komunikasi pemasaran Hotel Novotel Surabaya, Tatok Hariyanto mengatakan, pihaknya memenuhi seluruh standar kerja di kolam renang. Tak hanya menyediakan perlengkapan keselamatan seperti ban dan jaket pelampung, pihak pengelola juga memasang rambu peringatan di area kolam.

Tanda itu berbunyi: “Tidak ada penjaga pantai, semua risiko di kolam adalah tanggung jawab pribadi para tamu atau anggota. Jangan berenang kalau tidak bisa atau tidak bisa berenang.”

Rambu peringatan ini ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Sementara itu, Direktur Surabaya Children Crisis Center (SCCC), Edward Dewaruci mengatakan, dalam kasus ini sebenarnya ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban atas timbulnya korban jiwa. Pihak-pihak tersebut dapat dijerat dengan pasal pidana mengenai kelalaian yang menimbulkan korban jiwa.

Selain pasal pidana, menurut Edward, pihak-pihak tersebut juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Dalam UU Perlindungan Anak sebenarnya ada aturan bahwa siapa pun yang melakukan kekerasan terhadap anak, mengabaikan hak hidup dan tumbuh kembang anak, bisa dikenakan sanksi,” kata Edward.

“Sayangnya, penggunaan UU Perlindungan Anak saat ini masih sebatas kasus berdagangkatanya lagi.

Begitu pula dengan pihak hotel yang dianggap Edward bebas tanggung jawab. Ia mengatakan meski ada rambu peringatan di sekitar kolam, namun tetap dianggap bertanggung jawab.

“Mereka harus menyediakan fasilitas yang lengkap, termasuk personel penyelamat. “Mereka sudah mengumpulkan uang dari pengunjung,” kata Edward.

Dalam hal ini, Edward menganalogikan gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang pengelola parkir yang tidak bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang dialami konsumen. Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan gugatan jika pengelola parkir harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen.

“Kasusnya sama. Pengunjung datang untuk membayar, tetapi mereka tidak menyediakan penjaga pantai. “Mereka tidak bisa lepas dari tanggung jawab hanya dengan memasang rambu peringatan,” kata Edward. —Rappler.com

Live HK