Kunjungi Langgar Kidul, kunjungi Kauman
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Dari Langgar Kidul lahirlah Muhammadiyah, ormas Islam terbesar di Indonesia selain Nahdlatul Ulama
YOGYAKARTA, Indonesia – Bangunan dua lantai itu tersembunyi di balik pertokoan di Jalan Nyai Ahmad Dahlan Yogyakarta. Terletak di tengah desa Kauman yang padat penduduknya, dari jalan utama hanya terdapat gang sempit selebar satu meter untuk mencapainya. Hampir tengah hari ketika seorang wanita paruh baya sedang berkemas dan bersiap meninggalkan gedung.
“Tutup jam 12 siang,” ujarnya, Senin, 28 Mei 2018.
Dia memperkenalkan dirinya sebagai Tinuk. Beliau berusia 48 tahun asal Bantul dan sudah beberapa tahun bertugas mengurus Langgar Kidul (nama gedung) dan menerima pengunjung. Pada hari-hari tertentu, kata dia, rombongan wisatawan datang ke tempat ini. “Anak sekolah juga banyak,” ujarnya.
Langgar (atau biasa disebut musala) merupakan tempat salat keluarga. Bangunan ini biasanya terpisah dari rumah induk dan berukuran lebih kecil dari masjid. Langgar Kidul bukan sembarang mushola. Dahulu, dari pelanggaran tersebut lahirlah Muhammadiyah, ormas Islam terbesar di Indonesia selain Nahdlatul Ulama.
Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman 18 November 1912. Lahir 1 Agustus 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis. Beliau adalah putra dari KH. Abu Bakar, ulama terkemuka di Masjid Gedhe Kesultanan Yogyakarta. Sedangkan ibunya, putri Haji Ibrahim, kepala kesultanan.
Langgar Kidul dulunya merupakan tempat ibadah keluarga KH. Ahmad Dahlan. Lokasinya dekat dengan rumah keluarga. “Rumah itu,” kata Tinuk sambil menunjuk rumah di sebelah utara langar yang atapnya menyentuh dinding bangunan.
Ada dua kamar di lantai bawah. Tempat yang dulunya digunakan sebagai ruang kelas mengajar, kini difungsikan sebagai ‘museum’. Gambar ‘Sang Pencerah’ bersama keluarga dan kiprahnya membangun organisasi ini terpampang di sepanjang dinding. spanduk memuat catatan sejarah Muhammadiyah dan garis perjuangannya.
Lantai dua masih difungsikan sebagai musala. Pada sore hari tertentu, tempat tersebut digunakan sebagai tempat anak-anak belajar mengaji. “Sekarang hari libur,” katanya.
Desa keagamaan
Jika Anda pernah berwisata ke Yogyakarta, Kauman adalah sebuah desa di sebelah barat Alun-alun Utara. Keberadaan desa ini tidak bisa dipisahkan dari Keraton Yogyakarta. Didirikan pada tahun 1756, Kauman merupakan pemukiman keagamaan dengan Masjid Gedhe yang dibangun pada tahun 1773 pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Kauman juga dikenal sebagai kampung batik. Pedagang batik sudah berkembang di desa ini sejak awal abad ke 20. Saat itu, para ulama di desa ini umumnya mempunyai langgar sendiri dan menjadi tempat mengaji bagi para santrinya yang terdiri dari abdi dalem. pekerja.
Jejak keagamaan dan ekonomi tersebut masih bisa dinikmati hingga saat ini. Masjid Gedhe di Kauman hingga kini tak pernah sepi dari jamaah. Di bulan Ramadhan seperti sekarang, banyak jamaah yang bermalam di tempat ini sepanjang hari.
Mamad adalah salah satunya. Jemaah berusia 52 tahun warga Kricak Yogyakarta itu memilih bungkam di Masjid Gedhe pekan lalu, Jumat 25 Mei 2018. “Dari shalat Jumat sampai Maghrib berakhir,” ujarnya, Senin, 28 Mei 2018.
Selama itu, kata dia, ia menghabiskan waktunya dengan berbagai amalan ibadah di masjid. Mulai dari salat, mengaji, mendengarkan ceramah agama, hingga berbuka puasa. “Materi pembicaranya juga bagus,” ujarnya.
Bagi sebagian orang, Kauman juga merupakan sebuah tempat mengunjungi. Sebelum berbuka puasa, sebuah gang di desa ini berubah menjadi pasar dadakan. Aneka takjil dijual di sana. Sembari berbelanja, pengunjung yang datang diajak menjelajahi keunikan desa ini. Gang-gang sempit dengan bangunan kuno di kanan dan kirinya.
(BACA JUGA: Ramadan Yummy: Kicak, Kue Ramadhan Spesial Warisan Nenek Wono)
Sebagai kota tua di Yogyakarta, Kauman memiliki banyak bangunan tua. Rumah-rumahnya berarsitektur kuno. Di antara bangunan-bangunan tersebut terdapat koridor-koridor kecil seperti labirin yang menghubungkan gang-gang kecil. Berjalan di Kauman seolah-olah kita sedang berjalan menyusuri perjalanan waktu dari masa lalu.
—Rappler.com