Laporan bom molotov
- keren989
- 0
Orang tua tidak boleh menguburkan anak-anaknya. Pasti terasa pedih, pedih sekali bagi orang tua Intan Olivia Marbun, gadis 2,5 tahun yang meninggal dunia setelah terkena bom molotov pada 13 November di halaman Gereja Ekumenis, Samarinda, Kalimantan Timur, cucilah. Dari kunjungan ibadah minggunya ke rumah Tuhan, Intan akhirnya benar-benar bertemu dengan Yang Maha Kuasa selamanya.
Tak lama setelah bom molotov di Samarinda merenggut nyawa Intan dan melukai beberapa anak lainnya, ketenangan kembali terganggu ketika keesokan harinya, Senin, 14 November, dini hari, Vihara Budi Dharma, Singkawang, Kalimantan Barat, juga diserang. oleh bom molotov. Untungnya tidak ada korban jiwa. Namun, hal tersebut masih menjadi bencana bagi ketentraman masyarakat di Kalimantan.
Apalagi, patut diduga kuat bahwa aksi teroris bom molotov meski (diduga) tidak ada hubungannya, namun memiliki benang merah: kebencian agama dan ras. Pelaku di Samarinda bahkan mengenakan kaos bertuliskan “Jihad: Jalan Hidup” ditangkap tak lama setelah melakukan aksinya dan setelah diperiksa polisi, pelaku merupakan mantan narapidana dan anggota kelompok radikal. jaringan teroris Islam.
Dinamakan di Finlandia
Mungkin di zaman sekarang ini bom molotov lebih sering digunakan secara acak oleh agen-agen kekerasan amatir seperti pengunjuk rasa anarkis, penjahat dan lain-lain. Namun, bagi tentara Finlandia yang berjuang mempertahankan kemerdekaan negaranya dari agresi biadab Uni Soviet pada musim dingin 1939-1940, bom molotov merupakan senjata taktis dan strategis yang ampuh.
Sejarah nama bom api berbentuk botol ini cukup unik dan lucu. Nama “Bom Molotov” adalah lelucon yang dibuat oleh militer Finlandia untuk mengejek Vyacheslav Molotov, Menteri Luar Negeri Uni Soviet dan salah satu arsitek Pakta Molotov-Ribbentrop, sebuah pakta non-agresi antara Nazi-Jerman dan Jerman. Uni Soviet, untuk diejek. Union ditandatangani pada 23 Agustus 1939.
Kedua pemain besar Perang Dunia II ini sepakat untuk tidak saling mengganggu agar masing-masing bisa fokus menyerang tetangganya yang lebih lemah. Jerman menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939. Dan Soviet menginvasi Finlandia pada tanggal 30 November 1939, memulai apa yang kemudian disebut Perang Musim Dingin.
Dalam sekejap, nama Molotov menjadi bahan lelucon di kalangan orang Finlandia. Apalagi ketika serangan bom jarak jauh terhadap Helsinki, ibu kota Finlandia, diusung oleh Molotov sebagai bentuk pengiriman bantuan kemanusiaan Soviet kepada rakyat Finlandia yang saat itu mengaku kelaparan akibat krisis politik dalam negeri. Bom-bom ini secara sinis disebut “keranjang roti Molotov” oleh tentara Finlandia.
Dan sebagai tanggapannya, ketika militer Finlandia berhasil memproduksi bom pembakar untuk menghancurkan tank Soviet, mereka menamai senjata baru mereka dengan “bom molotov”; sebuah lelucon, iringan hidangan “keranjang roti Molotov”.
Bom molotov sebenarnya digunakan pada Perang Saudara Spanyol tahun 1936 oleh tentara Nasionalis untuk menghancurkan tank tentara Republik. Namun, namanya baru diciptakan oleh militer Finlandia, dan penggunaannya sebagai senjata pertahanan sipil menyebar dengan cepat selama Perang Dunia II, terutama di Inggris untuk menghadapi invasi Jerman.
Pada saat Perang Musim Dingin berakhir pada 13 Maret 1940, setidaknya 450.000 botol bom molotov telah diproduksi di Finlandia, dan pastinya telah membakar banyak aset militer Soviet, baik tentara maupun tank. Sedikitnya 363.000 tentara Soviet dan 70.000 tentara Finlandia tewas.
Uni Soviet memang menang, namun dihantui oleh statistik perang yang memalukan. Soviet yang perkasa menghadapi Finlandia yang kecil dan bahkan belum siap berperang.
Nama “Bom Molotov” adalah lelucon yang dibuat oleh militer Finlandia untuk mengejek Vyacheslav Molotov, Menteri Luar Negeri Uni Soviet.
Tentu saja, bagi Molotov, seorang diplomat berdarah dingin dan teman dekat Joseph Stalin, pemanggilan nama baik ini adalah sesuatu yang tidak akan dia hargai secara positif, seperti yang ditulis oleh sejarawan Simon Sebag Montefiore dalam Stalin: Pengadilan Bintang Merah. Ironisnya, bom molotov kerap digunakan oleh pengunjuk rasa antikomunis, seperti pada Revolusi Hongaria tahun 1956.
Bom molotov juga hadir dalam sejarah Indonesia. Ada tokoh Herman Johannes, pahlawan nasional dan rektor Universitas Gadjah Mada (1961-1966), yang dikenal ahli membuat bom molotov dan sederet bahan peledak lainnya pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia (1945 -1949) untuk mempertahankan . .
Para pengunjuk rasa di Indonesia juga kerap membawa bom molotov dalam berbagai aksi protes, baik pada masa Orde Lama, Orde Baru, maupun Orde Reformasi. Bahkan Soe Hok Gie, mungkin nama salah satu pengunjuk rasa paling terkenal dalam sejarah Indonesia, mengawali aksi pelemparan bom molotov saat demonstrasi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) pada tahun 1966.
Membakar api dan jihad
Bom molotov dapat dengan mudah dirakit. Berikan botol berisi minyak tanah dan tutupi dengan kain sebagai sumbu untuk menyalakan api, lalu buang dan sasaran akan terbakar. Pembuatannya yang mudah dan murah menjadikannya senjata favorit bagi kaum lemah.
Oleh karena itu, aksi teror bom molotov di Kalimantan seakan memberikan gambaran bahwa pelaku menempatkan semangat jihadnya sebagai pihak lemah yang selalu teraniaya oleh sistem keberagaman di Indonesia, bahkan hingga merenggut nyawa orang lain untuk menunjukkan perjuangannya. Itu bodoh dan salah.
Jihad harus dilakukan dengan perasaan sejuk dan membangun, bukan didasari kebencian terhadap perbedaan semata. Karena jihad yang didasari kebencian dan bom molotov memiliki kesamaan: ketika dibakar, hanya meninggalkan kerusakan. —Rappler.com
Rahadian Rundjan adalah seorang penulis esai, kolumnis, penulis dan peneliti sejarah. Kini berdomisili di Bogor dan dapat beralamat di @RahadianRundjan.