
Lawan hoax dengan konten positif
keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Kapanpun ada kontestasi politik, berita bohong atau fake news ada dimana-mana. Pemerintah mengimbau masyarakat mewaspadai berita bohong karena dapat merusak keberagaman Indonesia. Konsekuensinya, seluruh elemen masyarakat secara tidak langsung wajib memverifikasi berita yang diterimanya.
Namun mengingat banyaknya berita palsu, tentu bukan tugas mudah untuk mengeceknya satu per satu. Langkah lain yang bisa dilakukan adalah dengan memasukkan berita-berita positif untuk meredam berita bohong. Dengan begitu, hoax akan mati dengan sendirinya karena kehilangan “konsumennya”.
Keyakinan inilah yang menjadi alasan Bhayu Mahendra dan kawan-kawan mendirikan komunitas Netizens for the Nation, sebuah komunitas yang beranggotakan para netizen yang aktif menyalurkan opini-opini positif melalui jejaring sosialnya, khususnya Facebook.
“Kami murni “Orang awam, padahal mereka (Netizen Untuk Negeri) juga ada yang dosen, pegawai asuransi dan berbagai profesi lainnya,” kata Bhayu saat diwawancarai Rappler.
Berdirinya komunitas ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan setiap anggotanya terhadap konten-konten negatif yang terus bermunculan di Internet. Awalnya mereka secara individual melawan konten tersebut dengan memberikan konten tandingan.
“Kami melawan isu-isu (negatif). Kami menyangkal (konten negatif). Namun, lama kelamaan kami merasa terlalu individual.
“Kemudian kita berkumpul. Kami sepakat untuk menciptakan gerakan perlawanan yang lebih terorganisir. “Cara perjuangan yang kami lakukan adalah dengan menyebarkan konten-konten positif, khususnya melalui tulisan,” kata Bhayu.
“Orang-orang percaya pada berita palsu karena pengetahuan mereka yang minim, sehingga ketika orang yang mereka percayai mengatakan sesuatu, mereka dengan mudah akan mempercayainya.”
Menurut komunitas ini, hoax tidak hanya memecah belah keberagaman secara makro, namun secara mikro, berita bohong juga mengalihkan perhatian setiap individu.
“Ketika ada berita bohong seputar Pilkada, sebenarnya ada isu lain yang tidak kalah pentingnya, seperti petisi Papua ingin merdeka. “Namun, belum ada masyarakat sipil yang secara serius membahas atau menentang hal ini,” kata Bhayu.
Menyikapi maraknya hoaks, langkah membuat konten pesaing tentunya berisiko karena memungkinkan adanya penistaan terhadap pihak yang kontennya ditentang. Bhayu dan kawan-kawan bahkan mendapat beberapa hinaan atas hal tersebut, namun mereka tidak terpengaruh.
“Kami diserang oleh mereka (penyebar hoaks). Kami digoreng, dari kotak masuk Facebook ke WhatsApp. Kami disebut anti-Islam, kafir dan sebagainya. Tapi lama kelamaan kami terbiasa,” kata Bhayu.
Mendapat hinaan seperti itu sangatlah wajar karena setiap anggota Netizen untuk Negeri menggunakan nama asli di akun Facebooknya.
“Sehingga apa yang kami tulis bisa lebih akuntabel,” kata Bhayu.
Komunitas ini tidak menerima dana apapun selain iuran keanggotaan, juga tidak menerima manfaat yang besar. Satu-satunya insentif yang mendorong Netizen untuk Negeri untuk terus berkarya adalah kesadaran bahwa mereka tidak sendirian dalam menjaga Indonesia yang majemuk.
“Untuk kepuasan batin kita bersama-sama menjaga Indonesia yang majemuk,” ujarnya.
Menurut Bhayu, hoaks muncul karena ketidaktahuan. Mereka yang minim pengetahuan akan mudah terjerumus ke dalam hoax karena terlalu percaya pada orang disekitarnya.
“Masyarakat percaya pada berita palsu karena pengetahuannya yang minim, sehingga ketika patronnya, orang yang mereka percayai, baik itu guru atau teman yang lebih senior, mengatakan apa pun, mereka dengan mudah akan mempercayainya,” kata Bhayu.
Oleh karena itu, arah perjuangan warganet untuk negeri disalurkan pada dua segmen yakni publikasi dan pendidikan. Publikasi dengan menyebarkan konten tertulis di berbagai media dan pendidikan dengan memberikan pendidikan dasar ke sekolah-sekolah untuk memperkenalkan Indonesia yang majemuk dan toleran.
“Kami ingin menciptakan gerakan literasi, namun ini masih rencana jangka panjang,” kata Bhayu.
“Untuk rencana jangka pendek yang ingin kami buat situs web Kontennya sendiri adalah opini kami, dan untuk jangka panjang kami ingin membuat website pemeriksaan fakta,” dia berkata.
Selain itu, menurut Bhayu, pemerintah juga bisa turut serta mendukung gerakan Netizen untuk Negeri. “Tetapi kami tidak membutuhkan bantuan dana, dukungan berupa bahan ajar dan pemateri sudah sangat membantu kami,” kata Bhayu.
Meski harus memberikan nasehat kepada netizen muda, Bhayu merangkumnya dengan sangat sederhana, yakni bangga pada Indonesia, menghasilkan karya yang positif dan fokus pada bidang yang digelutinya.
“Anak muda bisa menciptakan karya mandiri dan lebih bagus lagi jika bisa berjejaring di masyarakat. Dan fokuslah pada segala bidang. “Masalah nasional terjadi karena orang-orang di luar bidangnya sering mengomentari berbagai hal,” ujarnya.
Komunitas Netizen untuk Negeri sangat aktif berdiskusi di grup Facebook mereka: Netizen untuk Negeri. Anggota grup ini berjumlah 559 orang dan salah satu agenda rutinnya adalah menikmati kopi bubuk. Saat ditanya kenapa kopdar?
Bhayu menjawab, “Kami orang suka bersama,” katanya sambil tersenyum. —Rappler.com