Letusan Gunung Agung tahun 1963 dalam kenangan masyarakat Bali
- keren989
- 0
DENPASAR, Indonesia – I Ketut Tikus terlihat bersantai di posko pengungsian Gunung Agung yang terletak di Jalan Danau Tempe, Desa Sanur Kauh, Denpasar pada Rabu, 29 November. Warga Dusun Cegi, Desa Ban, Karangasem ini mengetahui dari media massa bahwa Gunung Agung kembali meletus.
Duduk terasa tergeser dua kali. Ia merasakan langsung keadaan gunung yang tingginya sekitar 3.000 meter itu saat meletus pada tahun 1963.
“Ada letusan besar (saat itu), hujan abu, ada pasir,” ujarnya kepada Rappler.
Duduk mengatakan, saat melihat hujan abu vulkanik, ia bergegas mengungsi dari rumahnya.
Kerutan di kulit menandakan usianya sudah lebih dari setengah abad. Namun, ketika ingatannya kembali pascaerupsi Gunung Agung pada tahun 1963, ia tampak bersemangat menceritakan kisah tersebut. 57 tahun yang lalu, teknologi belum secanggih itu, informasi belum menjangkau masyarakat seperti sekarang. Namun Kursi memperkirakan adanya peningkatan aktivitas Gunung Agung dari banyaknya gempa yang dirasakannya saat itu.
“Kami bisa merasakan 8 (gempa bumi) dalam sehari,” kata pria yang kini berusia 71 tahun itu.
Saat mengungsi, ia berjalan menuju kawasan Tianyar, Karangasem. Disana Akun merasa tempatnya belum aman sehingga melanjutkan perjalanan menuju Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.
Setelah hanya beberapa bulan di Seririt, Kursi dipindahkan ke kamp pengungsi di Denpasar. Pada tahun 1963, Gunung Agung meletus selama satu tahun sejak tanggal 18 Februari dan berakhir pada tanggal 27 Januari 1964. Dilakukan evakuasi selama dua tahun.
“Saat kami kembali ke desa, semuanya rusak. “Saya ingat hanya ada satu rumah yang masih (utuh),” ujarnya.
Tak ada sisa dari kebun yang ia tanami sawi, pepaya, dan nangka. Sepulangnya ke kampung halaman, ia menanam singkong untuk kebunnya.
Ni Wayan Ngair juga punya pengalaman tak jauh berbeda dengan Sit. Dalam kurun waktu tersebut, Ngair juga sempat mengungsi selama setahun lebih.
Saat pulang ke kampung halamannya di Dusun Cegi, Desa Ban, Karangasem, rumahnya rusak dan tidak bisa dihuni.
“Saya membuat balai untuk tempat tinggal sementara, saat saya masih membangun rumah selama hampir dua tahun,” ujar perempuan yang kini berusia 70 tahun itu.
Kebun yang dahulu ditumbuhi pohon mangga dan nangka kini sudah tidak ada lagi.
“Saya menanam singkong dan jagung,” ujarnya.
Namun, diakuinya lahan tersebut menjadi subur pascaerupsi Gunung Agung.
“Semua yang saya tanam saat itu tumbuh dengan baik,” katanya.
Sedangkan data yang diungkap Pusat Vulkanologi, Mitigasi dan Bencana Geologi (PVBMG) menyebutkan letusan pertama terjadi pada 19 Februari 1963 sekitar pukul 01.00 WITA. Saat itu, asap terlihat mengepul dan bau belerang tercium warga sekitar lereng Gunung Agung.
Letusan kemudian terjadi pada hari-hari berikutnya. Hujan abu hampir terjadi setiap hari. Pada letusan Gunung Agung tahun 1963, 608 orang meninggal dunia. Mereka meninggal akibat paparan awan panas, lahar, dan piroklast.
Sementara itu, data Buletin Vulkanologi mencatat jumlah korban jiwa akibat letusan Gunung Agung 57 tahun lalu lebih banyak. Mereka mencatat kurang lebih 1.500 orang meninggal dunia.
Sementara berdasarkan pantauan Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG), Gunung Agung sudah mengalami guncangan berlebih. Rabu kemarin, PVMBG mencatat gempa tremor berukuran besar terjadi pada pukul 17.25 WITA.
Sementara PVMBG mencatat adanya guncangan hebat kemarin, Selasa 28 November, pukul 13.30 WITA – 14.00 WITA.
“Ini merupakan gempa berskala besar pertama yang terjadi sejak kami mengamati Gunung Agung pada September hingga November. “Kami cukup kaget dengan gempa ini,” kata I Gede Suantika, Kepala Bidang Mitigasi Bencana PVMBG.
Mengetahui besarnya dampak Gunung Agung 57 tahun lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminta berbagai pemangku kepentingan saling berkoordinasi. Ia meminta agar tidak ada korban jiwa dalam kejadian letusan ini.
“Saya mengarahkan para Kepala BNPB, TNI/Polri, Basarnas dan kementerian terkait untuk berupaya memberikan dukungan kepada pemerintah daerah provinsi di Bali dalam rangka penanganan pengungsi. Semuanya harus diback-up dan saya minta tidak ada korban jiwa akibat letusan gunung berapi ini, kata Jokowi di Jakarta, Rabu.
Ia juga meminta warga Bali yang tinggal di dekat daerah rawan bencana segera mengungsi. Keamanan, kata Jokowi, harus menjadi prioritas mereka sendiri. – Rappler.com
BACA JUGA: