Lima pimpinan KPK sepakat mengeluarkan surat larangan terhadap Setya Novanto
- keren989
- 0
KPK enggan menafsirkan pemberitaan kedua pimpinannya sebagai upaya kriminalisasi DPR
JAKARTA, Indonesia – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, surat larangan Setya Novanto ke luar negeri sudah sesuai prosedur. Saut mengatakan empat pemimpin lainnya sepakat Setya dilarang meninggalkan negara itu mulai 2 Oktober 2017 hingga April 2018.
“Ya Sudah (sesuai prosedur) dong (mengeluarkan surat larangan). Memang kami egaliter di sini dan para pemimpin lainnya harus setuju. Tadi waktu itu Pak Agus sedang di luar lho, jadi saya tandatangani. Biasanya begitu,” kata Saut saat ditemui di Kantor KPK, Kamis sore, 9 November.
Ia pun mengaku siap dimintai keterangan jika diminta polisi. Saut bahkan mengaku tak takut jika statusnya ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
“Ya TIDAK (takut) saudara. TIDAK lah. TIDAK Bisa. Nanti kita seolah-olah takut bahkan takut. TIDAK bisakah kamu Kami juga gugup karena rasa takut TIDAK memang ada yang seperti itu,” ujarnya.
Saut bahkan berseloroh, meski akhirnya divonis bersalah, ia yakin tidak akan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan.
“Ya, setidaknya aku tahu TIDAK dihukum mati Nanti juga, kan? “Berapa tahun hukumannya untukku?” katanya lagi.
Saut menampik anggapan laporan terhadap dirinya dan Agus Rahardjo merupakan serangan balik Ketua DPR setelah namanya kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah lebih suka memaknainya sebagai sebuah proses memeriksa Dan keseimbangan.
“Apakah ini bentuk kriminalisasi atau tidak, itu terserah masyarakat yang menilai. Tapi intinya kalau kita ingin membangun peradaban hukum baru seperti yang saya tuliskan kertas Ketika saya melamar menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, kita tidak boleh membangunnya dengan rasa dendam, amarah, dan kesedihan. “Kita harus siap dikoreksi oleh pihak luar,” ujarnya lagi.
Jika, kata Saut, ada yang perlu diperbaiki dalam proses penerbitan perintah penahanan tersebut, maka mereka akan mengulangi prosesnya dengan lebih baik dan hati-hati dari awal. Namun, dia yakin semua proses telah melalui penyidik KPK, itulah sebabnya surat itu diterbitkan.
Apalagi, KPK memang punya kewenangan berdasarkan undang-undang untuk melarang siapa pun jika keterangannya diperlukan dalam proses penyidikan perkara. Dari data yang dirilis KPK, mereka juga melarang delapan orang lainnya keluar negeri, selain Ketua Umum Partai Golkar. Kedelapan orang tersebut adalah Vidi Gunawan, Dedi Prijono, Made Oka Masagung, Irvanto Hendra Prambudi, Esther Riawaty Hari, Inayah, Raden Gede, dan Anang Sugiana Sudihardjo.
Tidak diketahui Kapolri
Sementara itu, terbitnya Surat Perintah Pengantar Penyidikan (SPDP) terhadap dua pimpinan KPK rupanya tidak diketahui Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Direktur Tindak Pidana Umum hanya melapor kepada Direktur Bareskrim Komjen (Pol) Ari Dono.
“Sebagai Kapolri, saya tidak tahu kalau SPDP itu ada,” kata Tito, seperti dikutip. media.
Ia kemudian meminta waktu untuk terlebih dahulu mengumpulkan informasi dari bawahannya. Tito mengaku baru tiba dari Solo dan langsung menuju Polda Metro Jaya. Di sana ia mendengar keterangan Direktur Tindak Pidana Telanjang dan Direktur Tindak Pidana Umum.
“Saya ingin menjelaskan tentang SPDP. Ngomong-ngomong, saya baru dari Solo dan langsung ke Polda Metro Jaya untuk memanggil penyidik Bareskrim, Dirtipidum tentang awal penerbitan SPDP, kata Tito siang tadi saat memberi keterangan pers.
Berdasarkan laporan yang didengarnya, SPDP tersebut diterbitkan sebagai tindak lanjut laporan pengacara Setya pada 9 Oktober lalu. Saat itu, Setya keberatan karena meski memenangkan perkara praperadilan di PN Jakarta Selatan, namun tetap dilarang bepergian ke luar negeri. Padahal, pengadilan menyatakan status tersangka yang diberikan kepadanya tidak sah dan tidak sah.
Artinya, langkah administratif dan langkah umum yang dilakukan KPK dianggap tidak sah karena status tersangka dianggap ilegal (oleh pelapor), ujarnya.
Polisi kemudian menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan penyelidikan lebih lanjut seperti memeriksa keterangan pelapor, saksi dan ahli, serta dokumen yang diserahkan pelapor, termasuk putusan praperadilan.
Nah, dari keterangan saksi ahli dan dokumen serta saksi-saksi seperti saksi pelapor yang mendukung keterangan pelapor, penyidik kemudian mengambil sikap bahwa kasus tersebut bisa ditingkatkan ke penyidikan, ujarnya.
Meski demikian, mantan Kapolda Metro Jaya itu menegaskan, status Agus dan Saut tetap dilaporkan.
Saya ulangi, (Polri) belum menetapkan status saudara terlapor yakni saudara Agus Rahardjo dan Saut Situmorang sebagai tersangka, ujarnya.
Laporan terhadap Saut dan Agus dibuat pada 9 Oktober oleh kuasa hukum Setya, Sandi Kurniawan. Sebelumnya, pengacara juga mewanti-wanti lembaga antirasuah akan ada konsekuensi jika kliennya kembali ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi pengadaan KTP Elektronik. – Rappler.com